Pov.
Yeorin tertegun.
Ulang tahunnya yang ke dua puluh lima sebentar lagi.
Kenapa Jimin bisa mengetahui detail hari ulang tahunnya?
Yeorin tertarik, tetapi dia akan memuaskan Jimin kalau dia mengikuti Jimin untuk berbicara dengannya. Jangan-jangan memang itu tujuan Jimin, supaya dia tidak berhujan-hujanan dan mengikuti Jimin.
"Nanti aku akan menyusulmu kalau aku sudah puas disini."
Api menyala di mata Jimin, dan tampak jelas lelaki itu mencoba menahan diri,
"Terserah, nanti temui aku di ruang kerjaku." suaranya lebih seperti geraman, kemudian membalikkan badan dengan marah.
.
.
.Setelah puas menikmati hujan, Yeorin masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dan makan malam. Dia sengaja tidak menemui Jimin, lagipula sepertinya lelaki tadi hanya asal bicara ketika bilang ingin berbicara tentang hari ulang tahunnya. Dan Yeorin tidak yakin kalau Jimin akan menunggunya. Lelaki itu sepertinya sangat sibuk dan punya banyak urusan.
"Kenapa kau tidak menemuiku di ruang kerjaku?" suara di kegelapan itu mengagetkan Yeorin.
Dia menajamkan matanya dan melihat Jimin duduk di sana, di keremangan kamarnya.
"Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa izin?" Yeorin berteriak kaget, tangannya meraba-raba saklar lampu di dinding, berusaha menghilangkan kegelapan yang menyelubungi Jimin, karena lelaki itu tampak lebih menyeramkan di antara cahaya yang remang-remang.
Yeorin berhasil menyalakan lampu dan cahaya itu langsung menyelubungi Jimin. Lelaki itu duduk di sofanya, dengan santai, hanya memakai piyama sutera warna hitam dan disebelah tangannya memegang gelas minuman. Yeorin melirik ke botol brendy yang entah berasal dari mana, yang sepertinya sudah dituang Jimin selama menunggunya.
Apakah lelaki itu mabuk? Jantung Yeorin mulai berdegup. Dalam keadaan sadar saja emosi Jimin sangat tidak mudah ditebak, apalagi dalam kondisi mabuk.
"Apa yang kau lakukan disini, Jimin?"
Jimin mendengus dan menatap Yeorin dengan tajam, "Kau pikir apa? Aku menunggumu di ruang kerjaku dan kemudian menyadari bahwa kau, dengan sikap keras kepala itu memutuskan untuk melawanku."
Yeorin mundur ke belakang, melirik pintu putih itu, dan berusaha sedekat mungkin di sana, sehingga ketika Jimin bertindak di luar batas dia bisa segera melarikan diri. Jimin tersenyum melihat tingkah Yeorin,
"Kau seperti kelinci ketakutan lagi, Yeorin. Apakah kau takut aku akan melakukan sesuatu yang kejam? Seperti mencampurkan obat di minumanmu, atau melemparkanmu dari balkon lagi?" Jimin menyeringai, meletakkan gelasnya dan berdiri, makin lama makin mendekati Yeorin.
"Apakah kau mabuk, Jim?" Yeorin melirik ke arah pintu, hanya butuh beberapa detik kalau Yeorin ingin melarikan diri dari Jimin. Dia pasti bisa melakukannya.
"Yoon Jimin tidak pernah mabuk," Jimin melangkah mendekat dengan tenang, seperti singa yang mengendap-endap mengincar mangsanya. "Dan kau, seharusnya kau mendengarkan apa yang
kuperintahkan, Yeorin."Yeorin tahu di situlah titiknya. Di situlah titik Jimin kehilangan kesabarannya, karena itulah Yeorin langsung melompat dan mencoba melarikan diri ke pintu. Dia berhasil membuka pintu itu sedikit, sebelum dengan gerakan lebih cepat dan tanpa suara, Jimin sudah ada di belakangnya, mendorong pintu itu menutup kembali sebelum sempat terbuka.
Jimin mendorongnya rapat ke pintu, dan dengan terkejut Yeorin bisa merasakan kejantanan Jimin yang mendesak keras di bagian belakang tubuhnya. Dia ingin bergerak dan menghindar, tetapi ternyata Jimin sudah menahannya di semua sisi. Yeorin ketakutan. Apakah dia akan dipaksa lagi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Yoon [Devil] Jimin
Romance[Completed] "Aku harus memiliki perempuan ini." Jimin memutuskan dalam hati. "Aku harus memilikinya segera."