Dalam sejarah perjalanan hidupnya, tidak banyak laki-laki yang bisa menarik perhatian seorang Embun Humaira, dan Akhtar Gibran Kamandaka adalah salah satunya. Pertemuan pertama mereka terjadi saat Embun berada di tahun ketiga Sekolah Menengah Pertama, kala itu sang ayah baru mengenal sosial media facebook. Di sana Ayah Embun akhirnya kembali bertemu dengan rekan-rekannya saat sekolah menengah, jalinan silaturahmi yang sempat terputus pun akhirnya tersambung kembali, bedanya kini dengan skala yang lebih besar karena keluarga ikut serta.
Ayah Embun yang merantau baru mengetahui bahwa Pak Aryo, salah satu rekannya dari kampung halaman ternyata tinggal di kota yang sama dengannya. Tidak butuh waktu lama untuk keduanya saling bertemu, dan membicarakan perihal reuni dengan teman-teman lainnya.
Namun sebelum reuni akbar diadakan, Pak Aryo mengajak keluarga Embun untuk berlibur bersama dengan keluarganya. Saat itulah Embun pertamakali bertemu Lidya, Akhtar dan Affan. Embun masih ingat dengan jelas bagaimana ia menemukan cinta pertamanya, dan juga patah hati untuk yang pertama kali.
Cinta pertama Embun tumbuh karena hal sepele, ia Akhtar dan Affan saat itu tengah menyusuri tempat wisata, mereka bertiga berpisah dengan rombongan keluarga dan di tengah jalan Embun hilang arah karena menyusuri jalan yang berbeda dengan Akhtar dan Affan tanpa ia sadari. Celakanya, ponsel miliknya sedang dititipkan pada Affan yang sibuk memotret pemandangan sekitar.
Suasana tempat wisata yang tengah penuh oleh hiruk pikuk keluarga yang tengah menikmati liburan kenaikan kelas memperparah keadaan. Dengan langkah perlahan Embun menyusuri jalan agar bertemu pusat informasi guna bisa berkumpul kembali bersama keluarganya.
Sesampainya di pusat informasi, ia justru menemukan Akhtar yang terengah sedang memberikan keterangan pada petugas, dari yang ia curi dengar Akhtar sedang menyebutkan identitas dirinya.
Saat Embun menghampiri, Akhtar menghela napas lega dan segera meraih tangan dan kemudian menggenggamnya untuk segera kembali berkumpul bersama keluarga mereka.
Kala itu, Akhtar tak hanya menggenggam tanga Embun, tapi juga menggengam hatinya.
"Bun, di depan ada puteran terus ke arah mana?" Suara Akhtar membuat Embun terkesiap, ini percakapan pertama mereka selama di dalam mobil. Akhtar sama sekali tidak membuka suara saat ibunya menyuruh Embun untuk menemaninya.
"Setelah ikut putaran ambil jalan yang kedua, Mas."
Akhtar mengangguk dan mengikuti arahan Embun. Waktu yang terus berputar dan tahun yang telah berlalu membuat Embun tersadar bahwa Akhtar yang dihadapinya kini bukanlah Akhtar cinta pertamanya dulu. Sosoknya berubah menjadi begitu dingin. Bahkan untuk memulai percakapan saja Embun merasa sungkan, suasana di mobil dipenuhi atmosfir kecanggungan.
"Sejak kapan Mas pulang ke Indonesia?" tanya Embun pada akhirnya, ternyata butuh nyali yang cukup besar hanya untuk memulai percakapan ringan seperti ini. Embun sampai merasa keberaniannya saat mengoceh saat bersama Agung dan Argi merupakan sisi lainnya yang telah terkubur saat ini.
"Sekitar lima hari yang lalu."
"Selama di sana Mas jarang pulang ya kayaknya? Om Aryo sering cerita." Kembali Embun berbasa-basi. Akhtar hanya mengulum senyum, tidak berniat untuk merespon lebih jauh.
Meski Embun mengetahui sedikit spoiler mengenai kisah mengenaskan di balik sikap dingin seniornya itu, ia hanya ingin mendengar yang sesungguhnya dari bibir Akhtar. Tentang kisah patah hatinya yang begitu dalam karena di hari keberangkatannya untuk menempuh studi di luar negeri, kekasihnya meninggal dunia selepas mengantar kepergiannya ke bandara akibat kecelakaan lali lintas yang ia alami.
Patah hati pertama yang Embun alami terkait dengan sosok mendiang kekasih Akhtar, saat itu ia sedang mendaftarkan diri di sekolah yang sama dengan Akhtar atas rekomendasi Pak Aryo. Sekolah menengah yang ia tuju memang terkenal cukup elit di kotanya, dan hanya bisa dimasuki oleh siswa siswi cerdas yang berprestasi. Saat melakukan pendaftaran, Embun menjumpai sosok Akhtar di kantin sekolah bersama seorang perempuan cantik jelita bernama Cindy, keduanya sedang asik berbincang sambil sesekali bertukar suapan makanan.
Ya, baru saja tunas cinta pertamanya tumbuh, saat itu juga Embun harus mencabutnya dan membuangnya jauh-jauh. Ternyata Akhtar dan Cindy merupakan pasangan populer di sekolah mereka, si ketua OSIS dan juga ketua ekstrakulikuler tari saman yang sangat digandrungi angkatan kala itu. Mereka berdua layaknya Agung dan Ilana yang menjadi most romantic couple di angkatannya.
"Kegiatanmu sekarang apa aja Bun?"
"Di rumah aja Mas kalau nggak kerja."
"Nggak aktif di organisasi lagi kayak dulu? Papa kalau nelepon pasti cerita soal kegiatanmu, dibanding-bandingin sama Affan yang cuma main game seharian, kuliah pulang, kuliah pulang."
Embun tersenyum kikuk, tak menyangka Pak Aryo sering membahas tentang dirinya bersama Akhtar. Dahulu memang Embun sempat mengikuti kegiatan OSIS, yang tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menatap Akhtar dari kejauhan, mengagumi sosoknya yang berwibawa dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat dalam diam.
"Sudah jarang ikut kegiatan sosial kantor juga Mas untuk sekarang. Kalau Mas sendiri rencana kedepannya gimana Mas? Cari kerja di sini? Atau?"
"Sebenarnya saya kuliah sambil kerja di sana, kemarin juga sudah dapat panggilan lagi, dengan prospek yang lebih baik malaj, tapi Mama nggak kasih restu untuk saya menetap di sana. Jadi Papa nyuruh pulang dan cari kerja di sini."
"Ah, begitu..."
"Kamu sendiri gimana rencana kedepannya?"
Embun menggeleng, tidak ada rencana besar untuk hidupnya dalam kurun waktu dekat. Menjalani hari dengan baik dan penuh rasa syukur adalah rencana terbaik yang dimilikinya saat ini.
"Menikah misalnya?" tanya Akhtar lagi.
Embun mengulum senyum dan kembali menggeleng. Rasanya hatinya belum siap untuk itu. Selepas Ravindra pergi dari hidupnya dengan cara yang mengecewakan, Embun terlalu takut untuk memulai sebuah hubungan, ia masih membutuhkan waktu untuk menata hatinya yang sudah terkoyak dengan jahitan-jahitan kecil rasa syukur atas hal-hal baik yang terjadi padanya di luar konteks hubungan percintaan.
"Orangtua mu belum minta kamu untuk menikah?"
"Belum secara langsung," ujar Embun dengan tidak yakin. Ia tahu mengenai rencana ayah ibunya untuk mendekatkannya dengan seseorang, namun sang ayah belum mengutarakan niatnya secara gamblang. "Kalau Mas Akhtar sendiri?"
"Papa menyuruh pulang agar saya menikah di sini," jawabnya dengan pedar diselingi tawa hambar di ujung kalimat. Embun bisa merasakan kesedihan di dalam kalimat Akhtar barusan, Ah, sepertinya Akhtar belum bisa melupakan mendiang kekasihnya.
Kisah cinta yang menurut Embun paling menyedihkan adalah di mana kedua orang saling mencinta, namun takdir tak membiarkan keduanya bersatu, entah karena restu, beda keyakinan, maupun beda alam seperti yang Akhtar alami. Kehilangan seseorang yang mengisi penuh ruang kenangannya dengan kenangan baik dan tidak bisa ia jumpai lagi seumur hidup pasti sangat sulit dan menyakitkan.
"Kehilangan itu sangat menyakitkan bukan?" Embun tanpa sadar mengeluarkan suara hatinya, membuat Akhtar yang tadinya fokus menyetir menoleh ke arahnya, kemudian memandangi Embun yang merenung dengan tatapan tak biasa.
"Sangat, sangat menyakitkan." Akhtar mempertegas.
Semakin dewasa, akan semakin banyak pertimbangan dalam diri untuk membuat keputusan, terutama perihal pernikahan. Cinta hanyalah salah satu aspek penting, bukan keutamaan dari itu semua.
Rasa sakit yang Embun alami mengajarkannya akan banyak hal, membuat pandangannya akan dunia berubah. Happy ending hanyalah sebuah fiksi, tidak ada seorang pun yang benar-benar mengalami akhir yang bahagia. Yang ada hanyalah konsekuensi dari pilihan jalan hidup yang sudah diambil, yang di dalamnya mengandung kemungkinan akan kebahagiaan dan kesedihan yang sama besarnya.
Sebuah notifikasi dari instagram membuat Embun mengintip ponselnya.
Nia.dewita ingin mengirim sebuah pesan
Embun cukup terkejut saat melihat nama pengguna dari istri Ravindra itu tertera. Adrenalin miliknya berpacu dengan cepat, rasa tidak menyenangkan kemudian menyergap di relung hatinya, ada apa istri Ravindra sampai menghubunginya seperti ini?
Tidak ingin berspekulasi lebih jauh, Embun kemudian membuka pesan tersebut.
Nia.Dewita
Mbak Embun, maaf mengganggu, apa kita bisa bertemu? Ada yang ingin saya bicarakan sama Mbak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacamata Kedua
RomanceUntuk kalian yang sedang menyambut hari bahagia tanpa mengetahui cerita lain di baliknya, dari kacamata kedua yang ditinggalkan. Meninggalkan dan ditinggalkan mungkin adalah hal yang lumrah terjadi di dalam setiap kehidupan. Sayangnya tidak semua or...