(KK 8) Priority

2.4K 603 57
                                    

Argi menjemput Embun di kafe tempat Dela bekerja, Dela yang melihat sosok Argi untuk pertamakali langsung bertanya ke Embun apakah Argi adalah kekasihnya yang langsung Embun respon dengan tawa geli. Argi dan Agung adalah sahabatnya, tentu saja Embun tak akan menjalin kasih dengan keduanya karena sudah tau bagaimana bobroknya kedua pria itu di luar lingkungan mereka. Ya, jika sudah berkumpul bertiga, tidak ada lagi topeng 'cowok cool'yang selama ini mereka gunakan untuk menggaet perempuan.

Embun yang menyadari ketertarikan Dela terhadap Argi pun berinisiatif untuk mengambil langkah.

"Gi, lihat karyawan kafe tadi nggak?"

"Yang mana?" tanya Argi cuek.

Embun mendengus. "Yang cewek, yang ngobrol sama gue."

"Oh, yang pakai hijab baju biru itu?"

Embun menganggukkan kepalanya semangat. "Iya, Gi. Namanya Dela, temen SMP gue. Cantik ya? Dia jomblo loh, kayaknya mau nikah dalam waktu dekat," pancing Embun.

Argi tertawa keras. "Lo niat jadi Mak comblang nih?"

Embun mengangguk.

Argi mengulum senyum. "Gue belum berniat untuk menjalin sebuah komitmen May."

Embun mendengus. "Mau sampai kapan Gi lo nemplok kesana kemari tanpa komitmen?"

"Sampai gue bener-bener siap May."

Embun merenung, lain dengan Agung, lain lagi dengan Argi. Jika Agung selama delapan tahun bertahan dengan satu perempuan meski tetap suka tebar pesona sana sini dalam batas wajar, Argi selalu bergonta-ganti perempuan di setiap kebutuhannya. Tanpa mengenal status apapun. Mungkin terkesan jahat bagi sebagian orang, tapi Argi tau dengan pasti target-target yang bisa diajak bekerjasama dalam hubungan seperti itu.

"Cewek-cewek yang deket sama lo nggak pernah protes apa Gi?" tanya Embun heran.

Argi menggeleng. "Sejak awal gue sudah menjelaskan hubungan seperti apa yang gue inginkan, dan menjelaskan ke mereka. Jadi kami masing-masing jelas tahu risikonya May."

Embun menghembuskan napas kasar hingga membuat Argi menoleh ke arahnya. "Lo pasti mikir kalau gue brengsek, ya kan?"

Embun terdiam, ia tidak menganggap sahabatnya brengsek. Hanya saja ia tidak menyetujui bagaimana cara sahabatnya yang satu ini menjalani hubungan asmaranya. Embun hanya khawatir Argi tidak bisa menemukan wanita yang benar-benar mencintainya karena track record-nya dalam 'berhubungan' dengan perempuan.

"Gue nggak sebrengsek Vindra yang membuat lo dan keluarga lo melambung tinggi dan menghempaskan harapan kalian mentah-mentah ke dasar jurang dalam kurun waktu singkat. Sejak awal gue tidak pernah memberikan harapan, dan mereka juga mengerti. Dan yang perlu gue tegaskan di sini gue hanya berurusan dengan para perempuan itu, tanpa melibatkan keluarga mereka."

"Memang ada ya perempuan yang mau kayak gitu?"

"Lo liat sendiri siapa aja yang jalan sama gue selama ini, May." Argi menjawab dengan enteng.

Embun menggeleng di tempat, tidak habis pikir dengan para perempuan itu.

"Umay, lo itu terlalu naif dan baik. Lo nggak akan masuk sama pergaulan gue yang seperti ini. Di dunia yang luas dan fana ini terdapat banyak pola pikir yang mungkin di luar ekspektasi lo, termasuk si Vindra. Jujur, dari awal lo deket sama dia dan dia nggak memberikan kepastian mengenai hubungan kalian, gue udah punya feeling nggak enak sebagai laki-laki. Mungkin kalau Vindra melakukan hal itu dengan perempuan-perempuan yang biasa menjadi partner gue, gue nggak akan semarah ini May. Tapi ini elo, Embun Humaira, cewek yang paling nggak macem-macem yang gue kenal."

Kacamata KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang