Mari berbagi kisah. Tentang rumah yang mengandung misteri. Dari mulai masa kelamnya hingga hantu yang berdiam di dalamnya.
Semua rumah memiliki kisah. Legenda tersendiri yang menyebar secara lisan. Mengetuk pikiran jiwa muda yang penasaran. Menggugah hati, membangunkan bulu kuduk.
Rumahku, rumah dengan gaya bangunan yang memanjang ke belakang, dengan banyak kamar dan jendela-jendela kayu. Bangunan yang menjadi saksi bisu hidupnya dua generasi keluarga ayahku. Tempatnya di Jawa Tengah, Klaten. Dahulu, setiap hari libur tahun baru, Ayah akan mengajak keluarga berkunjung kemari, itu terjadi sebelum Mbah Uti meninggal. Sebagai anak yang paling tua dan kesayangan Mbah Uti, Ayah mendapatkan warisan rumah itu. Dan sebagai bukti penghargaan, Ayah memilih pindah ke Klaten dan meninggalkan rumah di Jakarta.
Awalnya aku bersikeras tidak ingin pindah, Mama juga sama. Jika aku beralasan sudah nyaman di Jakarta, Mama beralibi masalah pekerjaan. Namun, semua dengan mudah diselesaikan Ayah. Kami berdua kalah telak dan pindah esok harinya ke Klaten.
Suasana rumah di Klaten terasa berbeda. Seperti lebih ... suram? Entahlah, aku tidak ingin hari pertamaku tinggal di sini rusak karena pikiran pengecut ini. Jadi, kuputuskan setelah merapikan barang-barang, aku berkeliling sebentar. Menemui beberapa orang yang kukenal disini
"Heh, Mo, lu pindah ke sini?" tanya Putra, anak tetangga yang masih memiliki hubungan darah denganku. Dia sepupu jauh.
"Iya, ngikut Ayah," sahutku seadanya.
Putra mengangguk beberapa kali, sebelum akhirnya ia berbisik pelan, "Tau nggak?"
Firasatku tidak enak. Putra pasti berniat memberi tahu kisah misteri rumahku. Kebiasaan menyebalkan. Pikiranku menyuruh menyahut 'nggak' tapi rasa penasaran mengalahkan dan memimpin raga saat ini.
"Apaan?"
"Katanya ada makam bayi yang keguguran, ya, di lumbung padi keluargamu?"
Sial, bulu kudukku langsung terbangun. Aku mendecak kesal dan buru-buru meninggalkan Putra, kembali ke rumah.
"Gak tahu. Bodo amat!" teriakku dari kejauhan.
____
Aku benar-benar tidak tahu ada lumbung padi di rumah ini. Padahal sering berkunjung ke sini. Belum lagi cerita tentang makam bayi itu. Kepalaku dililit rasa penasaran juga ketakutan. Belum cukup sampai di situ, makam umum yang tepat berada di seberang jalan ditumbuhi pohon kamboja yang sedang bermekaran. Wanginya bunga kamboja semakin menambah kesan menyeramkan di rumah ini.
Ketika makam malam, kuputuskan untuk bertanya agar tidak mati penasaran. "Yah, kita punya lumbung padi, ya, di rumah ini?"
Ayah sedikit terkejut mendengar pertanyaanku. "Darimana kamu tahu?"
"Dari Putra," jawabku.
"Kamu jangan dengarkan apa yang orang-orang katakan." Ayah kembali berkutat dengan makanannya.
"Bener ada lumbung, Yah?"
Ayah tetap terdiam. Aku yakin jawabannya 'iya'. Pasti ada yang Ayah coba sembunyikan.
"Mas, di rumah ini ada lumbung?" Mama ikut penasaran. Bagus, kalau begini Ayah bakal semakin tersudut.
"Hm ... Putra pasti bahas soal bayi, kan, Mo?" tanya Ayah balik.
Aku mengamini dengan mengangguk. Mama sendiri masih menatap kami berdua tidak mengerti.
"Iya, ada lumbung di rumah ini. Dulu pekerjaan Kakekmu seorang petani, lumbung itu digunakan untuk menaruh padi-padi yang baru dipanen." Ayah mengambil napas panjang, "soal bayi itu, tidak usah kamu hiraukan. Tidak ada bayi keguguran yang dimakamkan di rumah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
nothing
Random"Menulis adalah caraku mengabadikan kisah yang akan menjadi kenangan abadi." Ketika semua tulisan yang tersebar kembali disatukan, membentuk puzzle kenangan yang hangat. Seketika mengundang nostalgia tak terelakkan. Hanya sekumpulan cerita yang semp...