Memo : 2

10 0 0
                                    

Stay at home semua


.........................................................................


"Bita sini duduk, ada yang mau bicara sama kamu. "Pak. Anas mempersilahkan nya di bangku kosong sebelah Fahri.

Suara pak. Anas membuat keterkejutan Bita terhenti. Ia perlahan berjalan ke arah yang di tunjuk, kaki nya terasa sangat berat saat melangkah, suhu ruangan seperti bertambah dingin, jantung nya berdetak lebih cepat .

Ia mencium punggung tangan orang tua Fahri dan terakhir pak. Anas. Ia duduk di sebelah dan menengok ke arah Fahri dengan muka sebalnya, sedangkan Fahri membalasnya dengan senyuman yang manis yang menurutnya malah menyebalkan.

"Silahkan pak, bu. "

Sabita terus saja menunduk dan jari-jari tangannya memilin ujung kerudung yang ia kenakan. Di sekolah ini semua siswi nya yang muslim di wajibkan memakai kerudung, seberapa liar pun kelakuan siswi itu.

"Ekhem... Apa benar kamu Sabita pacar anak saya? "Tanya laki-laki paruh baya yang sekarang ada di hadapannya.
Sabita hanya mengangguk, suaranya seperti hilang saat mendengar papa Fahri bicara.

"Saya titip Fahri sama kamu juga, kayaknya Fahri lebih nurut sama kamu, kalau dia nakal kamu bisa kasih tahu mama Fahri, saya harap kamu bisa buat Fahri jadi laki-laki lebih baik. "

Lagi-lagi Sabita hanya bisa mengangguk, Fahri benar, papa nya ciri-ciri orang perfeksionis dan kaku sehingga aura nya begitu kuat. Sabita yang notabenenya pemberani kalaupun harus berdebat dengan yang lebih tua kini lebih terlihat seperti orang bisu.

Sedangkan Fahri di dalam hatinya ia terkekeh melihat pacarnya yang mati kutu. Dulu saat ia bercerita tentang papa nya, Sabita sangat yakin bahwa itu hanya Fahri nya saja yang mental tempe. Sekarang terbukti bahwa Sabita juga sama sepertinya, lemah. Tidak bisa mengalahkan aura papa nya.

"Saya rasa cukup hanya itu yang ingin saya sampaikan pada mu. "

Sabita masih saja menunduk padahal pegal susah terasa di lehernya. Papa Fahri menyudahi nya, mereka--papa mama Fahri dan pak. Anas--bangun dan di ikuti oleh Sabita dan Fahri. Papa Fahri berjalan lebih dulu dengan pak. Anas menuju pintu, sedangkan mereka bertiga mengekori dari belakang.

"Gugup ya sayang? Biasanya kamu cerewet kalau video call sama mama. "Sabita merasakan usapan lembut di kepalanya dan tangan sebelah kiri nya di genggam oleh Fahri

"Sedikit kaget aja mah. "Jawab Sabita dengan suara yang masih tercekat

"Mama pulang dulu ya, kamu hati-hati di sini ya dek, kamu juga hati-hati ya Bita sayang. "Fahri dan Sabita menyalami mama dan mendapat kecupan dari wanita paruh baya itu. Lalu selanjutnya kepada papa Fahri.

"Hati-hati mah, hati-hati om dahhh..." "hati-hati pah. "Ucap mereka barengan dan tangan sabita yang melambai.
Papa dan mama Fahri sudah tak terlihat di koridor itu.

"Bita kamu mau ikut ke XII IPA 6 antar Fahri ke kelasnya? Atau mau langsung ke kelas? Sambil pamer kalau Fahri udah ada yang punya, tampang tampan kaya gini pasti entar anak cewe IPA 6 pada kelepek-kelepek nih."Goda pak. Anas yang justru membuat Sabita semakin kesal

"Langsung ke kelas aja pak, sudah ada guru. Assalamualaikum. "Sabita mencium tangan pak. Anas dan memberikan tatapan membunuh pada Fahri setelahnya ia berlari ke kelasnya yang terlihat sepi, pasti sudah ada guru.

»»»

Di ketuknya pintu yang tertutup itu, setelah mendapat ijin masuk Bita segera melangkahkan kakinya dan mengucapkan salam.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang