Cry

958 81 1
                                    

Jennie dan Lisa berjalan perlahan sambil menikmati pemandangan Sungai Han. Masing-masing sibuk dengan pemikiran mereka. Pertemuan mereka dengan Teddy membuat Jennie merasa semakin gelisah, Teddy bilang Lisa akan balapan dua hari lagi di sirkuit yang sangat sulit. Rasanya Jennie ingin menangis saat itu juga, ingin merengek memohon kepada Lisa untuk tak jadi ikut. Tapi keberanian Jennie nihil, dia takut Lisa marah. Tapi ia juga takut Lisanya dalam bahaya. Itu yang membuatnya diam sepanjang pertemuan dengan Teddy dan saat Lisa mengajaknya jalan saat ini.

Lisa menghembuskan nafas keras, ia tahu sekali ada apa dengan diamnya Jennie. Lisa menghentikan langkahnya dan menarik Jennie kepelukannya. Jennie yang tersentak kaget hanya diam, membalas pelukan Lisa

"Aku tahu kamu khawatir," kata lisa lirih di puncak kepala Jennie. "Akan kubuktikan padamu, sirkuit itu bukan apa-apa untukku"

Jennie memejamkan matanya mendengar kata-kata Lisa, ingin rasanya menangis. Namun ia berusaha menahan air matanya turun. " Apa kamu harus membuktikan itu padaku? Aku sudah tau kamu hebat.. aku tidak butuh pembuktianmu"

Lisa diam, dia tahu kemana arah pembiraan Jennie.

"Bisakah kau membuktikan hal lain kepadaku?" Tanya Jennie lirih, dia takut sebenernya mempertanyakan ini.

"Sayang.... "

"Kumohon sayang, kumohon..."

"I love you so much, please jangan minta aku memilih"

Dan.. Jennie selalu terdiam saat Lisa sudah mengatakan hal itu. Sakit hatinya sebenarnya, Lisa masih menomorduakan dirinya. Lisa masih memilih balapan dibanding dirinya, setelah semua yang Jennie berikan pada Lisa. Jatuh sudah air mata Jennie. Jatuh dengan deras tanpa bisa ia tahan lagi.

"Percaya ya sama aku, sirkuit itu tidak seperti yang Teddy infokan. Biasa saja, sama seperti sirkuit-sirkuit yang lain."

Jennie hanya diam mendengar Lisa bicara, tangisnya tidak bisa bisa ia kontrol. Hati nya benar-benar sakit saat ini. Biasanya Jennie tak seperti ini, dia selalu bisa mengontrol emosinya. Tapi saat ini entah kenapa, susah sekali. Tangisnya bahkan tak mau reda, bahkan makin keras ia terisak.

"Ssttt.. sayang, kamu bisa sesak kalo begini, tenang ya tenang.." kata Lisa mengurai peluknya dan berusaha menghapus air mata Jennie. Lisa mengajak Jennie duduk di bangku dekat mereka, dibimbingnya Jennie duduk, kemudian Lisa berlutut di hadapan Jennie. Sesekali Lisa mengusap air mata Jennie, sesekali pula ia cium tangan Jennie, mencoba menenangan wanita itu. Lisa tak berani berkata apa-apa lagi, takut membuat Jennie makin keras menangis.

Beberapa saat berlalu, Jennie sudah mulai tenang, isakannya masih terdengar lirih. Tapi lebih baik dibandingkan beberapa saat yang lalu. Namun, Lisa masih tak berani bergerak.

"Lebih baik sayang?" Tanya Lisa pelan, di ciumnya bibir Jennie lembut. Lisa bisa merasakan sisa-sia air mata disana. "Kamu mau pulang"

Jennie mengangguk, saat ini ia hanya butuh menangis di kamarnya. Lisa membalikan badan, meminta Jennie naik ke punggungnya. Jennie tidak menolak. Lisa sering menggendongnya di punggung, dan Jennie selalu merasa senang jika di gendong Lisa. Air mata kembali merebak saat Jennie sudah merasakan nyamannya punggung ke kasihnya itu. Ia takut kehilangan Lisa, kehilangan karena Lisa meninggalkannya ataupun karena Lisa tak selamat dari balapan itu. Hatinya benar-benar kacau. Dan Jennie hanya bisa menangis.

Lisa tau Jennie kembali menangis, isakannya makin terdengar jelas di telinganya. Namun saat ini, Lisa tau apapun yang ia katakan hanya akan menyakiti Jennie. Jadi lebih baik Lisa diam. Memikirkan cara yang terbaik untuk bisa meyakinkan Jennie, jujur saja Lisa merasa terbebani jika Jennie seperti ini. Perasaanya jadi ikut kacau melihat kekasihnya ini menangis seperti ini. Lisa tak mau menyakiti Jennie, seperti dia menyakiti mantan kekasihnya dulu. Tapi sepertinya cerita lama harus berulang kembali. Dan itu menyakitinya juga.

"Kamu mau pulang ke apartemen kita atau ke rumah appa umma?" Tanya Lisa pelan saat mereka sudah duduk di mobil.

"Apartemen" jawab Jennie masih tak mau memandang Lisa.

"Baiklah nona cantik" Kelakar Lisa mencoba memecahkan kecanggungan mereka. Dikecupnya bibir Jennie lembut. " i love you, i love you so much"

Jennie membalas ciuman Lisa, sama lembutnya namun menuntut. Sama dengan hatinya yang menuntut Lisa membuktikan cintanya itu. Benarkah Lisa mencintainya? Lalu mengapa Lisa selalu menomorduakan dirinya? Benarkah ia berarti untuk Lisa? Tangan Jennie sudah berkeliaran menjamah tubuh Lisa. Lisa sampai harus berusaha keras mengelak, atau mereka akan bercinta di mobil ini.

"Sabar sayang, kita lanjutkan di apartemen, oke?" Kata Lisa segera menegakkan duduknya dan segera menjalankan mobil. Jennie hanya mendesah kecewa, kembali memandang keluar jendela. Lisa mencubit gemas pipi Jennie yang cubby. Lisa tau Jennie belum pulih, terbukti tidak ada rengekan manja saat pipinya itu dicubit. Lisa memilih diam selama sisa perjalanan, daripada membuat Jennie menangis lagi.

***
TBC

Special OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang