Chapter 4

16 3 0
                                    

           "Pembunuhan? Siapa?" gumam Felica. "Kita liat yuk!"ajak Felica pada Cendi. "Eh nggak jadi kerumah Fadlah?"tanya Cendi. "Sebentar aja boleh kan?"tanya Felica. "Tapi ini lo yang ngelakuin?"bisik Cendi. "Nggak lah. Makanya gue curiga. Udahlah yuk liat!". Felica sudah sampai didepan garis polisi. Felica menemukan Lucia yang sedang melihat mayat. "Lucia,mau kita tolongin?"teriak Cendi. "Nggak usah! Ngapain minta tolong ke Pelika sana lo"teriak Lucia. Lucia mendekat ke telinga Felica "Apalagi ke pembunuh bayaran kayak lo" bisik Lucia. "Tersetah lo deh detektif swasta. Lu ci a Alex xandra?"balas Felica. Mata Lucia mendelik ke Felica "Tapi ini kayaknya bukan lo pelakunya" bisik Lucia. "Terserah"ujar Felica singkat dan menjauh dari kerumunan itu. Cendi hanya mengikuti dari belakang.
"Cen,siapa sampe duluan dia menang!"seru Felica langsung berlari meninggalkan Cendi. Cendi kaget dan langsung berlari mengejar Felica. "Heeii tungguin gue"

                       ~~~///~~~

Felica POV.
               Malam ini aku akan pergi ke sebuah kafe yang bisa dibilang sangat rahasia. Hanya para pembunuh bayaran dan orang-orang tertentu yang tau tempat itu. Bisa dibilang tempat itu adalah markasnya para pembunuh bayaran. Menurutku tempat itu adalah surga kedua setelah rumahku. Disana kami bebas untuk melakukan apapun. Walaupun terkesan sederhana,tapi itu sudah cukup buatku. Yang paling kusukai disana ada orang yang selalu memainkan piano,dan terkadang kami juga boleh memainkannya. Pemiliknya sangat baik kepada kami. Dia biasa dipanggil pak tua Luthfy. Dia senior kami yang sekarang telah pensiun. Dia juga yang mengajarkan ku menjadi seorang pembunuh bayaran yang profesional. Kenapa aku yang masi muda ini menjadi pembunuh bayaran? Itulah pertanyaan yang sering muncul dibenakku. Aku memiliki alasan tersendiri untuk itu. Secara garis besarnya,rata-rata para pembunuh bayaran yang lainnya termasuk aku ,tidak memiliki keluarga lagi. Kerasnya kehidupan ini membuat kami harus terus bertahan hidup. Inilah jalan yang aku ambil,dan aku tidak pernah ragu dengan keputusanku. Seperti biasa,saat aku sampai disana ada dua orang bertubuh kekar yang menjaga pintu masuk. Mereka selalu menyapaku dengan ramah. Mereka bilang ada orang yang menungguku didalam. Siapa kira-kira? Aku menanyakan kepada pelawan kafe tentang orang itu. Orang itu duduk dimeja yang ada disudut ruangan. Tanpa membuang waktu lagi aku langsung melangkahkan kakiku ke sana. Aku melihat punggungnya yang menurutku tak asing lagi. Sepertinya aku pernah melihatnya. "Ada apa kau mencariku?" Orang itu langsung berbalik. Aku agak terkejut melihatnya,begitupun dengannya. Ternyata benar,dia pemuda yang kutemui tiga tahun yang lalu.
"Kau? Kau Felica, Felica Azura Theodore?"ujarnya tampak tak percaya dengan apa yang dia lihat. Aku hanya mengangguk. Kemudian kami pun saling mengenalkan diri masing-masing. Ternyata namanya Irfan Madison. Dia juga murid dari pak tua Luthfy. Dia dimintai untuk menungguku disini. Dia juga tidak tau untuk apa.
             Sewaktu kami berbicara sepertinya dia agak kaku. Ntah karna gugup atau kebiasaanya,aku juga tidak tau. Usianya sebaya denganku, hidungnya mancung, iris matanya coklat pekat,dan.... entah kenapa saat aku melihatnya tersenyum, senyumannya begitu manis. Rasanya aku ingin membawanya pulang dan kujadikan pajangan dikamarku, sehingga aku selalu bisa melihat senyumannya itu. Hahaha... tapi itu tak mungkin kulakukak, iya kan?
            Awalnya semua berjalan dengan baik. Semua masi damai. Tiba-tiba seorang pria bersorak "Polisi datang! Polisi datang! Semuanya kabuuurr!!" Semuanya tampak panik dan berhamburan meninggalkan  kafe. Suara sirine polisi terdengar nyaring dari arah luar.
"Shit!!"gumamku kesal.

















To be continued.

Bagaimana ceritanya?
Jangan lupa vote dan commen nya ya!

Terimakasih telah membaca^v^

FELIFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang