Tiga: I Saw You (2)

7.4K 948 100
                                    

Apa yang terjadi belakangan ini membuat Mew berada pada fase puncak kesulitan dalam hidupnya. Terhitung 2 hari semenjak ia secara tak sengaja melihat Gulf, mantan isterinya disalah satu gerai minimarket besutannya, ia sama sekali enggan keluar apartement nya. Beberapa hal terjadi dan jadwal Mew yang seharusnya 2 minggu berada di Hatyai harus segera diakhiri lusa. Mengetahui dua fakta tersebut, membuat Mew dilema berkepanjangan. Apakah ia harus melupakan kejadian dimana ia melihat Gulf dan pulang ke Bangkok bersama Nate atau tetap berada disini memperbaiki hal-hal masa lalu yang sudah menjadi penyakit korosif dihatinya.

Kala itu Tim melajukan mobilnya. Sepersekian detik ia dapat melihat Gulf dalam jarak yang dekat, hanya pintu mobil yang menjadi penghalangnya. Namun itu terlalu singkat karena tanpa Mew sadari ia sudah menjauh dari minimarket itu.

Dan demi apapun yang ada didunia. Gulf sama sekali tidak berubah. Wajahnya masih sama, walau saat itu ia sedang berkutat dengan kantong-kantong besar berisi sampah. Perasaan ingin melihat pria itu lebih dekat meledak dihati Mew. Tapi apakah waktu 6 tahun sudah merenggut nyalinya untuk menghadapi Gulf secara langsung?

Mew akui iya.

Dan 2 hari lalu juga pertemuan pertamanya dengan Gulf semenjak ia memaksa mantan istrinya itu menandatangani surat permintaan cerai. Ia ingin tahu, sangat ingin tahu, bagaimana kehidupan Gulf saat ini.

Mew frustasi. Ia tidak bisa tidur, ia sulit makan. Padahal hanya melihat Gulf dari jauh dapat membawa efek sebesar ini padanya. Apa ia merasa bersalah? Apa ia menyesali perbuatannya? Apa yang ia rasakan terlalu rumit untu ia jabarkan.

"Papa?"

Nate memasuki ruang kerjanya. Mew merutuki karena ia bahkan mengabaikan anak semata wayangnya.  Dilihatnya anak itu masuk sambil membawa segelas jus jeruk. Mew menyuruh Nate mendekat setelah menerima pemberian anaknya.

"Papa baik-baik saja?"

Oh. Bagaimana Mew akan menjelaskan pada Nate, jika ia memendam perasaan rindu pada mantan istrinya. Apa yang akan Nate katakan?
Mew menggeleng sebagai respon, ia mengusap kepala Nate agar anak itu tenang. Selanjutnya Nate memijat lengan sang papa pelan.

"Papa capek? Ingin sesuatu?"

Nate kali ini benar-benar menatap khawatir kearahnya. Apa raut wajah yang ia tampilkan benar-benar ketara? Nate meraih telapak tangannya, tangan kecil itu menggenggam tangannya memberi dukungan moril. Kini ia jauh lebih kekanakan ketimbang anak-anak.

"Papa tidak apa-apa. Nate lanjutkan belajar na."
Mew paksa bibirnya untuk tersenyum.

"Papa. Kapan-kapan bisakah aku ajak Light dan Pom makan disini?"

Mew menaikan sebelah alisnya kala nama bocah kecil dengan senyum merekah menggemaskan itu terdengar. Dan Mew baru sadar jika ini adalah kali pertama Nate mengajak teman sebayanya main kerumah. Perasaan kalut Mew sedikit membaik melihat perubahan besar anaknya.

"Tentu saja. Mungkin lusa? Papa masih banyak pekerjaan."

"Terimakasih, Papa!"
Nate menampilkan senyum lima jari lalu melenggang pergi.

Aura cerah Nate mendadak hilang karena anak itu telah menjauh darinya. Mew lagi-lagi terjebak dalam kekalutan yang ia ciptakan sendiri.

***

"Phi Gulf, apa anakmu benar-benar tinggal sendiri dirumah?"

Ming sedang mengatur jajanan anak-anak dietalase meja kasir. Seperti biasa hanya ada ia dan Gulf ditengah malam menjaga minimarket yang sepi. Ming bertanya begitu karena rekan kerjanya itu belakangan ini sering menampilkan raut wajah khawatir saat meja kasirnya kosong. Yah, Ming akui jika Gulf ini petarung sejati. Caranya mencari uang benar-benar ulet.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang