Delapan: Second Change (Last)

9.2K 866 197
                                    

"Paman."
Light bersuara setelah beberapa waktu ia habiskan menonton interaksi Mew dan sang Moma yang menurutnya sedikit aneh. Gulf terpaksa harus dirawat selama beberapa hari kedepan--diagnosis dokter mengatakan jika momanya itu terkena typus dan radang tenggorokan. Mew memberinya senyum, sudah sejam pula ia melihat papa Nate itu memandangi momanya yang sedang terlelap. Nate saja sudah tertidur disofa karena lelah menunggu papanya yang tak kunjung mau pulang.

"Kalau paman mau pulang--euh, aku bisa menjaga Moma." Light kecil memainkan jemarinya mengusir rasa gugup. "...dan mungkin paman First juga akan kesini."

Mew mengusap lembut kepala anak sulungnya ini. Menyadari jika Light dan Nate memiliki segudang perbedaan. Light tumbuh dengan membawa ketulusan dan kebaikan hati Gulf yang dulu ia sia-siakan. "Tidak masalah. Paman akan menemanimu." Mungkin ia akan menyewa ranjang tambahan untuk Nate dan Light tidur. Melihat Gulf dalam keadaan terlemahnya--Mew tak sampai hati ingin meninggalkan.

"Tapi--kasihan Nate tidur seperti itu." Light bahkan masih mengkhawatirkan orang lain saat dirinya yang seharusnya dikhawatirkan.

"Jangan khawatir. Paman akan sewa ranjang untukmu na." Light terlihat ragu namun akhirnya ia mengangguk setuju. Mungkin anak ini memang sudah lelah sejak awal.

"Light..." panggil Mew.

"Ya, paman."

Mew terdiam sejenak, mengundang rasa penasaran pada diri Light. "...apa kau menyayangi Moma?"

Selanjutnya Light tersenyum. Sekian kali Mew akui jika Light mewarisi senyum Gulf yang secerah mentari.
"Aku hanya punya Moma, paman."
Jawaban yang keluar dari mulut anak sekecil ini membuat ulu hati Mew nyeri. Ingin sekali ia mengatakan jika 'kau juga memilikiku sebagai ayahmu.", tapi permintaan Gulf tentang itu juga tak bisa ia abaikan.

"Jika... kau memiliki ayah?" Mew terkejut sendiri dengan apa yang barusan ia ucapkan. Tak menyangka mulutnya bisa bertindak semaunya begini. Light menghadiahi tatapan bingung yang polos.

"Aku...tidak tahu punya ayah atau tidak." Light menatap wajah pulas Gulf. "...tapi aku sudah merasa cukup dengan menyayangi Moma seperti ini." Tanpa Mew tahu--jawaban yang tak sesuai dari usia anak ini sebenarnya adalah ucapan Gulf yang sering ia ulang sehingga Light mengerti dan paham.

'...moma sudah merasa cukup dengan menyayangi Light seperti ini.' Kalimat sederhana yang merupakan jawaban atas setiap pertanyaan Light tentang sosok ayahnya.

Mew menarik sudut bibirnya.

"Paman..." Light memamerkan senyum lima jarinya. "Doakan aku na. Lusa Aku akan ikut lomba lari marathon untuk anak-anak bersama Pom. Aku akan menang, dan memberi hadiah untuk Moma di hari ibu." Mew terperangah. Apa anak sekecil ini sudah mampu untuk berjuang membahagiakan seseorang? Mew mengusap sudut matanya yang berair tanpa sadar--meraih tubuh kecil Light untuk ia rengkuh sepenuh hati. 

'Anakku.'

"Paman akan mendukungmu."

***

Gulf tidak pernah suka bau rumah sakit--membuatnya pusing, dan mual secara bersamaan. Samar dalam tidurnya, ia mendengar suara First dan setelahnya suara Mew mendominasi. Gulf membuka mata dan ia sadar telah tertidur cukup lama karena pengaruh obat. Menemukan langit-langit kamar rumah sakit yang redup karena ia yakin ini sudah malam dan seseorang mematikan lampu utamanya.

Mew tidur dengan posisi duduk dan kepalanya bersandar pada ranjang yang ia tempati. Gulf melihat kesekeliling--menemukan dua anak kecil, yang ia yakini adalah Light dan Nate sedang tertidur pulas diatas sebuah ranjang lainnya. Gulf tak mengerti--apa yang Mew inginkan sebenarnya.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang