Empat: I Meet You

7.9K 957 106
                                    

1 hari sebelumnya

"Moma, temanku yang tinggal di rumah tinggi itu besok mengundangku dan Pom makan dirumahnya."

Gulf sedang mencuci piring bekas anaknya makan, suara anak kecil dibelakangnya yang terdengar tak jelas karena tersumpal semangka dingin. Light memberitakan sesuatu yang menurutnya cukup bagus. Ya, siapapun teman Light yang tinggal dikawasan apartement elit itu pasti menganggap anaknya dan Pom sebagai teman dekat.

"Benarkah? Itu bagus."

Light mengangguk antusias, mengambil sepotong lagi semangka dingin yang Momanya sediakan. "Dia punya Papa yang baik, Mom."

"Papa?"

"Benar!"

Ah. Light mungkin tidak sadar--jika ia mengucapkan kalimat tersebut dengan nada iri yang begitu ketara. Gulf tersenyum maklum. Light walau kecil ia sudah bisa bersikap dewasa, namun memang anak itu tetaplah anak-anak yang bisa iri dengan kepunyaan anak lain.

"Memang Papa temanmu itu seperti apa?"

Light berpikir sejenak sambil mengigit bagian hijau semangka. "Entahlah, Mom. Kadang kalau aku bermain bola dengan anaknya, dia suka membelikanku eskrim. Aku sudah tolak, tapi dia sedikit pemaksa. Yang jelas papa Nate itu...sangat baik."

Gulf tak pernah melihat Light sebegini tertarik membicarakan orang dewasa lain. Ada gurat bahagia abstrak saat Light mengutarakan kebaikan orang yang diceritakannya itu. Gulf memilih abai, ia cukup senang anaknya diperlakukan baik oleh orang lain.

"Moma akan menjemput Light dan Pom besok. Rasanya Moma ingin berterimakasih."
Mendengar itu Light tersenyum sumringah.

Otak sederhana Light berharap Moma dan Papa Nate bisa berteman juga seperti dirinya dan Nate.

***

Sebuah malam yang biasa dimana Mew masih setia dalam persembunyian bodohnya. Memilih memakan noodle cup rasa Tom Yum sembari mengamati Gulf diujung sana yang mengantuk. Ia ingat besok adalah hari dimana ia akan menepati janji pada anaknya untuk mengundang makan Light dan Pom. Ia sudah punya rencana kecil, cukup untuk membuat anak-anak itu senang. Sudah lebih dari 7 malam mungkin sekarang ia ingat sudah malam ke 9 mobil mewahnya setia terparkir sampai minimarket itu tutup. Ia beruntung, nasib baik masih melindunginya.

Mata tajam Mew mengikuti setiap langkah kaki Gulf. Omega laki-laki itu membuka pintu minimarket, dan menghirup nafas sangat dalam setelahnya menghempas lega, seolah itu adalah cara membuatnya tetap terjaga. Mew menarik sudut bibirnya, entah takdir macam apa yang sedang menghampirinya saat ini. Dapat melihat Gulf kembali setelah sekian lama ia merasa bersyukur.

"Bagaimana kabarmu?"
Bisik Mew. Gulf masih disana, sedang merenggangkan badannya. Tangan Mew berusaha menggapai, namun terbentuk kaca mobilnya.

"Aku tidak tahu harus berkata apa. Melihatmu seperti ini sudah lebih dari cukup untukku."
Mew ingin sekali saja apa yang ada diotak dan hatinya bisa terlisankan. Walau sebenarnya Gulf tak akan pernah tahu itu.

"Gulf... ampuni aku."

Mew membuang nafasnya kasar. Lidahnya mendadak pahit dan ia kehilangan minat melanjutkan makan noodle cup ditangannya. Melihat Gulf memberikan dua rasa padanya. Sangat membahagiakan dan menyakitinya pada saat yang bersamaan.

Seorang pria yang tak ia kenal muncul dipengelihatannya. Apa yang ia lihat sedikit banyak membuatnya berpikir. Apa raut wajah senang Gulf itu terlihat normal? Pria asing itu bahkan mengelus helaian yang dulu menjadi kesukaannya. Gulf tersenyum lagi, membuat Mew iri.

Tapi ini sudah 6 tahun. Tidakkah Mew berpikir jika Gulf sudah berubah?

'Apa pria itu adalah suami Gulf?'
Mew meringis sendiri membayangkannya.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang