SideStory

8.7K 852 302
                                    

A story after 17 years.

"Tuan Mew... ada pria muda yang mencarimu."

Mew melepas kacamata baca miliknya yang sedari tadi bertengger manis dihidung mancungnya--membuat pandangannya tak setajam setelah ia melepas benda kotak itu. Menjadi tua dan menginjak usia 50 tahun bukan lagi sebuah hal yang bisa dibanggakan. Tiada hari baginya untuk membaca koran, meminum teh hijau, dan merawat tanaman hias yang melengkapi sepinya rumah. Asisten rumah tangganya mengabarkan hal demikian--ia tak tahu siapa pria muda yang dimaksud, apakah Nate? Tapi anak itu pasti sedang sibuk mengurus perusahaan.

"Bawa ia masuk." Mew hanya berujar singkat dan kembali menyesap teh hijau yang sudah mendingin. Menatap keluar jendela, menemukan hamparan rumput yang ia rawat bersamaan dengan berbagai tanaman hias.

Sekali lagi ia merasa sepi--perceraian kedua tak dapat dihindari ketika Jan, mama Nate memilih mengakhiri hubungan dengannya 10 tahun lalu. Mew tak masalah--tak memaksa siapapun untuk tetap berada disisinya apabila terpaksa. Jadilah ia kini--sering merasa kesepian, dengan sesekali Nate datang mengunjunginya setelah anak itu hidup mandiri dan menggantikannya mengelola salah satu anak perusahaannya.

"Tuan Mew... dia disini."

Seorang pria muda yang teguh. Mew tak menyangka hari ini akan datang lagi-- semenjak terakhir ia melihat anak ini. Telah tumbuh sehat, dan mewarisi apapun--anak ini benar-benar serakah-- mengambil apapun dari diri Gulf, seseorang yang sampai kapanpun akan ia ingat--akan ia cinta.

"Light..."

***

"Bagaimana kabarmu, paman? Sudah lama ya--semenjak pemakaman Moma 3 tahun lalu."

Benar juga--Mew sudah merindukan anak ini selama 3 tahun. Light menghilang setelah kematian orang yang paling berharga dalam hidupnya. Sudah 3 tahun juga Mew tak tahu menahu kabar Light yang dilihatnya kini semakin dewasa. Bahkan rambutnya terlihat lebih panjang.

"Kabarku baik." Suara Mew bergetar. "...kemana saja kau selama ini?"

Light tersenyum. Wajah, postur tubuh, cara tersenyum, anak ini begitu serupa dengan Gulf-nya ketika muda. Dan kepergian Gulf 3 tahun lalu adalah epilog dalam keseluruhan kisah cintanya. Jika dulu Mew merindu setiap menit--maka kini ia merindu disetiap detiknya.

"...Aku mencari kehidupanku, paman."
Selama 17 tahun juga ia dipanggil paman. Mew tidak protes sedikitpun, seperti apapun Light menganggapnya, kasih sayangnya tidak akan berkurang.

"Maafkan aku, Light." Mew mengunjungi Gulf dan Light setiap tahunnya selama ini. Ditengah kesibukannya--Mew tak pernah lupa menyempatkan pergi ke Hatyai, mengunjungi mereka berdua. Sampai pada Gulf menyembunyikan penyakit yang terdeteksi ketika pria itu masuk rumah sakit dulu--Mew merasa hancur.

"Paman. Besok aku akan ke London, melanjutkan pendidikanku. Semuanya karena beasiswa." Ucap Light dengan senyum bangganya. Dan ini merupakan berita bahagia disiang bolong, anak ini tetap berjuang keras untuk segala keinginannya.

"Benarkah?" Menjadi tua membuatnya cengeng. "...aku sangat bangga padamu."

"Dan juga..." Dilihatnya Light mengeluarkan karangan bunga yang dirangkai dan dikalungkan ditelapak tangannya. "...Selamat hari ayah. Terimalah baktiku, pho."

Mew terkejut mendengarnya. Atau ia salah dengar? Belum selesai apa yang membuatnya sulit bicara. Light berlutut dihadapannya dan mengatupkan kedua telapak tangannya yang masih menjepit rangkaian bunga itu. Bersimpuh mencium kakinya dua kali.

"Li-Light..." Mew meraih bahu Light dan membuatnya duduk dilantai. Mew tak bisa menyembunyikan apapun--termasuk rasa terharunya, termasuk rasa terkejutnya.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang