Bersyukur

72 10 0
                                    

Warning!!!
Jangan lupa vote sebelum membaca. Jika kamu menghargai orang lain, maka orang lain akan kembali menghargaimu. Selamat membaca 🌻

"Yah, Masa Ibi sudah mau pulang? Kalau Mamas kangen Ibi bagaimana?" Gerutu Enggar sambil merajuk.

"Nantikan Ibi ke sini lagi, Mas," jelas Om Anggara sambil mengelus kepala Enggar.

"Benar kan nanti Ibi ke sini lagi?" Tanya Enggar kepada Satibi.

"Iya nanti Ibi ke rumah Eyang dan Mamas lagi. Mamas jangan lupa hapalan Al-Qur'annya dilanjutin. Nanti kalau Ibi, balap baru tau rasa loh!" Ucap Satibi sambil memeletkan lidahnya.

"Iya iya deh!" Jawab Enggar sambil memperlihatkan jempolnya.

"Ya sudah kalau begitu kami pulang dulu ya, Ibu, Pak. InsyaaAllah kami akan ke sini lagi," ujar Bi Syfah sambil menyalimi kedua orangtuanya.

"Stev juga izin pamit ya, Bu, Pak," ucap Paman Stev yang kini bergantian salim ke arah mertuanya.

"Iya. Hati-hati ya semuanya," ujar Eyang Putra sambil tersenyum.

"Kak Syfah, Kak Stev, Syani dan Shofwan titip Ibi lagi ya. Maaf kalau Ibi sering bandel," ucap Ummi sambil tersenyum dan menyalimi Satibi.

"Iya gapapa. Malah kami senang sekali rasanya. Ibi ini anak yang penurut, kok. Alhamdulillah dia selalu mengerti jika diberikan arahan," jelas Paman Stev.

"Ya sudah. Kami juga ingin pulang ya, Bu, Pak. Semoga nanti kita semua dapat berkumpul lagi," ucap Ummi.

Setelah bercakap selama hampir lima belas menit, akhirnya mobil Paman Stev berjalan menuju kembali ke desa, sedangkan Abi dan Ummi pun kembali lagi ke rumahnya yang hanya menempuh perjalanan sekitar setengah jam.

Selama di perjalanan, Satibi hanya menonton televisi dan sesekali mendengar murottal Al-Qur'an pada tablet yang sengaja diberikan Paman Stev untuk dirinya.

Tablet itu hanya boleh digunakan untuk menghapal Al-Qur'an dan menonton video islami. Selebihnya Satibi hanya boleh menonton kartun di televisi.

"Kok macet ya, Bi?" Tanya Satibi yang mulai bosan dan mengeluh karena sudah lelah.

"Namanya juga jalanan, Bi. Kalau sepi namanya kuburan," ucap Paman Stev yang berusaha menghibur Satibi.

"Tapi Ibi sudah bosan. Ibi haus!" Ketus Satibi sambil mengunyel-unyel mukanya sendiri.

"Loh, tadi baru saja buka sebelum pulang. Lupa ya?" Tanya Bi Syfah sambil mengelus kepala Satibi.

"Tapi Ibi lelah. Ibi ngantuk. Mau tidur tapi tidak bisa," gerutu Satibi sambil terus saja mengeluh.

"Kenapa harus mengeluh terus sayang?" Tanya Bi Syfah.

"Ya habisnya Ibi cape! Lelah! Mau tidur di kasur!" Teriak Satibi.

"Kak, menepi dulu ya!" Perintah Bi Syfah sambil melihat ke arah jalanan.

Paman Stev mengikuti arahan Bi Syfah tanpa banyak bertanya. Mobil pun di tepikan.

"Sini deh Ibi lihat!" Perintah Bi Syfah pada Satibi.

Satibi melongok ke arah jendela mobil. Kini pemandangan yang tak biasa dilihat sukses membuatnya bingung sekaligus terkejut.

"Nenek itu kenapa tidur di jalanan, Bi? Ndak punya rumah ya?" Tanya Satibi yang masih memperhatikan nenek itu dengan saksama.

Nenek itu hanya bisa tertidur dengan robekan kain sebagai alasnya. Bajunya sudah kotor dan rombeng.

Satibi Mengenal TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang