Chapter 4

28 23 0
                                    

Rey terbaring di kasur, sambil mendengarkan lagu Nadin Amizah, Sorai. Sambil memikirkan yang terjadi kemarin, saat Liam mengantar Rey pulang ke rumah, entah kenapa pas sekali moment nya Safi menunggu di luar pagar rumah Rey. Saat itu Rey baru ingat dia ingin mengembalikan buku-buku yang diberikan Safi kepada Rey, karena Rey pikir tidak ingin merepotkan Safi, padahal Safi tidak keberatan sama sekali. Tapi, Rey tidak tahu kalau hari itu Safi datang. Dilihatnya wajah Liam yang langsung berubah saat melihat Safi, sebuah tanda tanya muncul di kepala Liam. Walaupun wajah senyuman yang dia pancarkan, tapi Rey tahu kalau Liam tidak menyukainya. Rey berniat menjelaskan semua nya agar Liam tidak salah paham, tapi sejak saat itu sampai sekarang tidak ada satu notif pun dari Liam. Rey sudah mengirim beberapa pesan teks tapi tidak ada jawaban darinya, Rey berpikir apakah Liam marah, padahal Rey belum menjelaskan apa-apa, bagaimana mau menjelaskan kalau tidak satupun pesan Rey yang dia balas.

Beberapa jam telah berlalu, tapi tidak ada notif dari Liam, beberapa notif masuk, tetapi bukan dari Liam.

"Kalau 10 menit lagi nggak di bales, aku akan call duluan" bisik Rey

Rey bolak-balik memeriksa handphone nya, tapi tidak ada satupun tanda notif dari Liam, maka Rey memutuskan akan menelponnya.

Saat Rey ingin menelepon Liam, tiba-tiba Mama masuk ke kamar Rey. Menanyakan bagaimana urusannya disekolah, dan persiapan berkas lainnya.

"Rey, bagaiamana urusan di sekolah udah selesai semua?" tanya Mama

"Sudah, Ma". jawab Rey

"Yasudah berarti udah siap yaa berangkat ke Padang, nanti susah lagi balik kesini kalau ada berkas yang kurang"

"Iya udah lengkap kok, Ma"

Selang beberapa menit kemudian Papa masuk ke kamar Rey, juga menanyakan hal yang sama, dan sekaligus memberi nasehat yang amat tajam kepada Rey.

"Rey, kamu jangan banyak santai ya, ingat jadwal tes nya sebentar lagi. Papa liat kamu tenang-tenang saja" kata Papa

"Iya aku tau kok" jawab Rey datar

Rey sangat kesal sekali saat Papa berkata begitu, karena memang kelihatannya Rey dalam posisi bisa menempatkan diri dengan tenang, Rey kelihatan tidak peduli dengan berbagai hal. Tapi, kali ini tidak benar, Rey sangat memperdulikan masa depannya, Rey tidak diam saja, dia juga tahu harus ada usaha yang besar kali ini. Entah kenapa Rey merasa Papa tidak mengenal bagaimana anak nya, walaupun Rey kelihatan tidak peduli, dan tetap tenang, hanya Rey yang tahu bagaimana perasaannya. Dipikiran Rey apakah setiap orang itu sama, apakah harus Rey menunjukkan wajah cemasnya, wajah takutnya, atau bahkan semua hal yang di khawatirkannya?. Maaf Rey tidak semudah itu untuk menunjukkannya, Rey tidak pernah terbuka tentang itu kepada orangtua nya, Rey hanya selalu melampiaskan rasa itu kepada sahabat-sahabat nya. Rey selalu mendengar perkataan orang tua nya, terkadang Rey selalu mengiyakan perkataan orangtua nya karena Rey tidak ingin berdebat dengan mereka, jika berbeda pendapat. Rey paham mereka bersikap begitu karena sangat menyayangi Rey dan mengkhawatirkan masa depannya, hanya saja cara mereka yang berlebihan.

"Persiapkan semua nya sebelum kita berangkat ke Padang, jangan sampai ada yang tertinggal apa-apa saja berkas yang penting dan semacamnya" lanjut pesan Papa

"Ingat Rey, kamu harus bisa jaga diri ya, jangan merepotkan tante disana. Sering-sering tanya tu sama Tita bagaimana FK". kata Mama

"Iyaa.." jawab Rey

"Ingat Rey, Papa tidak ingin kamu memilih jurusan yang biasa-biasa saja, kalau kamu mau ambil jurusan yang ada dikampus daerah ini, mendingan kamu kuliah disini saja, tidak ada yang berbeda. Silahkan fokuskan tujuan kamu ke FK" ini kata Papa, yang sangat menusuk bagi Rey

Kata-kata itu telah menjadi beban di pikiran Rey. Rey diam tidak menjawab apa-apa. Setelah pembicaraan itu papa dan mama keluar dari kamar Rey. Rey mematikan lampu kamarnya, dan kembali berpikir bagaimana jika dia tidak lulus, bagaimana dia malah kuliah disini, di daerah nya. Orang tua Rey sangat berharap besar kepada Rey, mereka yakin Rey bisa mengatasi hal tersebut, tapi mereka tidak tahu, kalau anaknya itu juga punya batasan. Rey juga tidaklah manusia sempurna, pasti mereka punya kekurangan, mungkin disinilah kekurangan Rey, orang tua yang posesif akan pendidikan. Mereka terlalu mengekang Rey, Rey tahu itu tujuan yang baik, tetapi terkadang Rey juga punya rasa bosan untuk belajar, dan mereka tidak memahami itu.

Rey memilih untuk memejamkan matanya, dia tidak ingin terlalu larut memikirkan perkataan papa nya itu, Rey memilih tidur saja, karena tidur adalah solusi terbaik bagi Rey saat itu, agar tidak terlalu memikirkan banyak hal.

Disisi lain Liam ternyata juga mempunyai masalah, ibu nya jatuh sakit, dan Liam saat itu sedang mencari pertolongan untuk membantu ibunya dilarikan ke rumah sakit. Liam membutuhkan pinjaman mobil, tidak mungkin bagi Liam untuk membawa ibunya dengan motor karena takut Ibu jatuh saat sedang di perjalanan. Kesana kemari dia menghubungi tetangga, tapi tidak ada satupun mobil yang dapat digunakan, beberapa jam kemudian akhirnya paman Liam datang untuk menjemput Ibunya, dan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Liam mengemas barang-barang yang mungkin akan dibutuhkan ibunya, seperti pakaian, alat mandi dan sebagainya. Liam begitu panik dan tidak sempat berpikir tentang hal lain saat itu.

Setibanya dirumah sakit, Liam menjaga Ibunya. Ayah Liam sudah meninggal saat Liam berusia 15 tahun. Sekarang dirumah hanya ada Ibu, Liam dan Kakak perempuan nya. Dan Sekarang kakak perempuannya tidak berada dirumah, kakaknya juga masih menempuh kuliah S2 di Pekanbaru. Segera dia menghubungi kakaknya dan memberitahu keadaan ibu, dan mengatakan agar tidak khawatir karna ibu sudah dilarikan ke rumah sakit, dan ada paman yang membantu mengurusnya.

Liam melihat ada beberapa pesan masuk dari Rey. Liam lupa untuk mengabari Rey karena harus mengurus ibu nya terlebih dahulu. Dilihatnya jam masih pukul 8 malam, Liam pikir mungkin Rey masih belum tidur. Dia ingin mencari usaha segar sejenak, Ibunya telah dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah ada paman dan istrinya yang membantu merawat ibu. Liam ingin bertemu Rey, dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya, Liam pikir hanya Rey yang saat ini bisa menenangkan pikirannya.

Saat Liam ingin keluar dari rumah sakit dan menuju tempat parkiran untuk mengambil motor, Liam bertemu lagi dengan Safi. Dia kembali teringat kejadian tadi sore, yang bahkan telah dilupakan untuk sejenak. Dilihatnya Safi yang sedang membawa barang untuk dibawa masuk ke rumah sakit itu. Mereka saling bertatapan, seolah ada yang harus dibicarakan.

"Kamu ngapain disini, Saf" tanya Liam

"Harusnya aku yang tanya, kamu disini kenapa, apa ada yang sakit?" Safi malah melontarkan pertanyaan lagi kepada Liam

"Ada, Ibu aku" kata Liam

"Sorry atas kejadian tadi sore, kalau itu buat kamu nggak nyaman" balas Safi

Liam hanya diam, dan tidak menjawab apa-apa

"Li, aku masuk dulu, mau nganter barang pesanan Bapak ku. Dan btw semoga ibu kamu cepat sembuh ya, Ibu kamu di kamar nomor berapa, nanti aku kasih tau Bapak ku dokter di rumah sakit ini"

"Makasih Saf, nggak usah repot-repot" kata Liam

Liam langsung pergi menuju parkiran, dan meninggalkan Safi yang masih menatapnya dari belakang. Liam berpikir betapa sempurna nya hidup Safi, mempunyai segala sesuatu yang Liam tak punya. Liam kembali memikirkan kejadian tadi sore, seharusnya dia tidak bersikap begitu kepada Rey, harusnya dia menyembunyikan wajah kesalnya. Entah kenapa Liam malah berpikir Safi selalu lebih unggul dari pada dirinya. Safi mempunyai segalanya, dan wajar jika mudah saja bagi Safi untuk memberikan apa saja yang dibutuhkan Rey. Selama ini Liam tahu kalau Safi sudah lama menyukai Rey, Safi mungkin lebih dulu menyukai Rey dari pada dirinya. Banyak barang-barang yang diberikan Safi kepada Rey sebagai hadiah. Walaupun beberapa kali Rey menolaknya, dia tetap memberikan itu. Berbeda dengan Liam yang belum bisa memberikan semua itu kepada Rey, walaupun Rey tidak pernah meminta dan membahas hal tersebut. Tapi, Liam yakin bahwa perempuan mana yang tidak senang jika diberi hadiah, apa lagi barang kesukaannya, pikir Liam.

Liam mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Rey, dan termenung sejenak memikirkan banyak hal tentang hidupnya. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 9.30 malam, Liam memilih untuk kembali ke ruangan Ibunya.

B i m b a n gTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang