Chapter 5

28 20 0
                                    

Pagi telah tiba, Rey terbangun dari tidurnya. Membuka jendela kamar dan menghirup angin pagi yang segar, awan tampak cerah, kicau burung dimana-mana. Rey melihat seorang anak kecil dari jendela kamar yang sedang bermain sepeda dan terjatuh, sontak Rey kaget dan juga sedikit tertawa, karena anak kecil itu lucu sekali ketika dimarahi oleh Ibu nya. Seketika Rey teringat tentang kejadian yang sama, yang dialami oleh Liam. Saat mereka sedang bersepeda berdua, Liam saking asyik nya bernyanyi dan memandang Rey, alhasil dia tidak melihat batu yang cukup besar, dan tidak dapat mengendalikan keseimbangan, akhirnya diapun terjatuh. Rey tertawa saat itu melihat Liam terjatuh, langsung Rey menolong nya dan membersihkan goresan luka nya. Mengingat kejadian itu sudah cukup lama sekali bagi Rey masa-masa indah bersama Liam dulu.

Karena mengingat hal tersebut, Rey lupa harus menghubungi Liam tadi malam dan malah tertidur, tidak sempat untuk menjelaskan masalah yang terjadi kemarin.

"Oh iya... Astaga.. Kok bisa aku sampai lupa" gumam Rey

Rey melihat handphone nya dan membuka chat Liam, masih tidak ada balasan, tapi hanya tanda baca dari Liam. Rey cemas kenapa tiba-tiba Liam seperti itu, tidak biasanya dia hanya membaca pesan Rey tanpa membalasnya. Rey berpikir apa dia begitu kesalnya atau telah terjadi sesuatu.

Rey mencoba menghubungi Liam, terus beberapa kali dia mencoba menelepon Liam, tetapi nomor nya tidak aktif. Mau berapa kalipun Rey menelepon jika nomor nya tidak aktif pun juga percuma, Rey memilih mengirim pesan teks saja kepada Liam, agar nanti jika aktif mungkin Liam akan membaca pesan itu.

"Apa kamu baik-baik saja? kalau kamu baca pesan ini, tolong segera telpon aku. Kita bisa bicara baik-baik" kata Rey sambil mengetik pesan di handphone nya

Rey tidak bisa begitu saja pergi ke rumah Liam, karena mengingat jarak untuk ke rumahnya cukup jauh, dan Rey juga tidak bisa mencari alasan kepada Mama nya dalam kondisi seperti ini untuk keluar rumah. Rey memutuskan untuk menunggu kabar dari Liam, dan melanjutkan untuk tetap dirumah sambil belajar, dan juga Rey berpikir mungkin saja Liam akan datang ke rumahnya. Rey yakin bahwa Liam pasti akan menghubunginya.

Disisi lain Liam terus menjaga Ibu nya, dia bersyukur masih bisa berada disamping Ibu nya disaat seperti ini, jika kuliah dia tidak bisa selalu bersama untuk menjaga Ibunya, terlebih lagi Ayah nya sudah tiada, dan dia satu-satu nya anak laki-laki yang kelak akan menjadi tulang punggung keluarganya. Sudah dua hari Ibu nya di terbaring di rumah sakit, dia terlalu fokus menjaga Ibunya sampai Ibunya pulih.

"Ibu kamu semakin membaik, bagus.. Pertahankan yaa bu kondisinya.." kata dokter saat memeriksa keadaan Ibu Liam

"Bagaimana dok, kapan saya bisa pulang?" tanya Ibu Liam

"Bu.. Jangan memaksa begitu, Ibu disini saja dulu sampai benar-benar pulih" Liam memotong pembicaraan dokter dan Ibunya

"Tidak apa-apa nak, Ibu kamu mulai membaik, besok sudah bisa pulang ke rumah" kata dokter

"Beneran tidak apa-apa dok?" tanya Liam ragu

"Li.. kamu dengar sendiri dokter nya bilang apa, masa dokter harus mengulanginya lagi" kata Ibu Liam

"Hahaha.. Tidak apa-apa, kondisi nya sudah stabil, jadi kamu tidak perlu khawatir" jawab dokter

Liam lega mendengar perkataan dokter tersebut, bahwa ibunya sudah mulai membaik dan kondisinya sudah stabil. Akhirnya Liam dan Ibunya sudah bisa pulang ke rumahnya.

Keesokan hari nya, Liam mengemas barang-barang ibunya yang ada dirumah sakit, dan bersiap untuk dibawa pulang. Tak lupa ia meminta obat resep dokter untuk diminum oleh ibunya di rumah. Kecemasan Liam terhadap ibunya mereda, tetapi bukan berarti dia langsung begitu saja membiarkan ibunya bekerja atau memulai aktivitas seperti biasa, untuk sementara dia akan meminta bantuan Paman untuk membantu mengurus segala kebutuhannya di rumah, sampai ibunya benar-benar pulih.

"Sampai di rumah nanti, pokok nya Ibu jangan kerja dulu, istirahat saja di kamar" kata Liam

"Bagaimana bisa begitu nak, nanti ibu akan memasak makanan kesukaanmu" jawab Ibu Liam

"Aku sudah meminta bantuan paman untuk membantu kita sementara bu, biarkan paman yang nanti membeli makanan untuk kita"

"Tidak usah merepotkan paman kamu, dia sudah banyak membantu kita sejak kemarin"

"Tidak apa-apa kak, kita ini keluarga, bukan orang lain. Biar nanti aku menyuruh istriku membuat makanan lebih untuk kita" kata Paman sambil mengangkat barang-barang ke dalam mobil

"Ibu dengar sendiri kan? Paman sama sekali tidak keberatan, jadi Ibu kali ini menurut saja padaku" kata Liam sambil tersenyum kepada Ibunya

"Kamu ini ya, sudah bisa memerintahkan ibu" jawab Ibu nya

"Sudah siap, ayo kita berangkat" kata paman

"Ayo.."

Mereka akhirnya meninggalkan rumah sakit, dan menuju ke rumah. Di dalam perjalanan, Liam teringat sesuatu yang telah dia abaikan beberapa hari ini, Rey. Liam lupa bahwa belum memberitahu Rey soal Ibunya yang di rawat di rumah sakit, sejak kejadian malam itu dia tidak jadi menemui Rey karena bertemu dengan Safi saat itu, entah apa yang mengganggu pikirannya sampai dia lupa kepada Rey. Liam harap Rey bisa mengerti posisinya saat ini, dan terlebih lagi Liam juga terlalu fokus menjaga Ibunya dan tidak sempat memikirkan hal lain.

Liam tahu bahwa apa yang dilakukannya itu salah, dan bukan Rey yang harus disalahkan dalam situasi seperti saat ini, tetapi dirinya dan juga keadaan yang membuatnya sulit. Entah mengapa jika bertemu Safi dia selalu berprasangka buruk, Liam tidak bisa menghindari itu, terlebih lagi menyangkut dengan Rey. Benar, lelaki mana yang suka jika ada salah satu teman nya yang menyukai kekasihnya itu, terlebih lagi Liam merasa bahwa dirinya tidak sesempurna Safi.

Liam mendapatkan beberapa pesan Rey yang belum ia baca, dan beberapa panggilan tidak terjawab. Liam tahu bahwa Rey pasti sangat mengkhawatirkan dirinya, Liam berpikir mungkin saja Rey marah akan hal ini, sudah tiga hari sejak saat itu dia tidak membalas pesan Rey ataupun mengangkat telponnya. Terakhir kali Liam mendapatkan pesan dari Rey yang hanya ia baca.

Liam memutuskan untuk menghubungi Rey, setelah sampai di rumah nanti. Dan menyelesaikan masalah ini.

Disisi lain Rey yang terus menunggu, tidak mendapat balasan dari Liam, dia sedikit merasa kesal, sudah tiga hari Liam tidak membalas pesannya ataupun menghubunginya. Apakah Liam lupa kalau lusa adalah hari keberangkatannya ke Padang, pikir Rey.

Berkali-kali Rey mengecek handphone nya, dan dia kaget melihat pesan yang dia kirim kepada Liam lagi-lagi hanya di baca. Rey makin kesal, dan dia memilih tidak lagi peduli, dalam lubuk hati nya Rey berharap agar Liam segera menghubungi dirinya.

"Sudahlah, mungkin dia sudah membenci ku, aku akan fokus ke hal lain saja" kata Rey sambil membanting handphone nya ke kasur.

"Aku akan fokus belajar, tidak akan sempat mengangkat telpon, dan aku tidak akan peduli lagi, tidak sempat bagiku untuk mencemaskan hal lain" gumam Rey kesal

Rey membuka buku dan kembali fokus belajar, sesekali fokus nya terganggu karena notif handphone nya berbunyi pertanda pesan masuk, tetapi dia memilih tidak peduli. Pikir Rey entah itu dari Liam atau dari siapapun dia kali ini benar-benar tidak peduli, Rey tidak habis pikir kenapa Liam sampai tega menyakiti hatinya. Sedikit demi sedikit air mata Rey menetes, dan membasahi pipinya. Apakah Rey begitu salah dimata Liam, apakah semua ini akan berakhir seperti ini terus pikir Rey.



B i m b a n gTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang