32. Curhat

33 5 0
                                    

Arga duduk diam dibalkon kamarnya. Kompleknya sudah sangat sunyi saat ini. Jarum jam yang melingkar ditangannya menunjukkan pukul 12 malam.

Arga memainkan gitar dipelukannya. Tapi otaknya terus berfikir. Kata kata Gilang tadi siang terus terusan menghantuinya.

"Apa iya lo sakit gara gara itu?" Arga berucap pada dirinya sendiri. Ia kembali melamun memikirkan gadis yang entah sejak kapan menarik perhatiannya.

"Gua chat aja kali ya?" Arga mengambil HPnya yang tergeletak diatas meja. Lalu satu detik kemudian meletakkannya kembali dengan kasar. Mana mungkin ia menghubungi gadis itu sekarang. Ini sudah tengah malam pasti ia sudah tidur.

Jreng..jreng
Arga memetik gitarnya kuat asal asalan hingga benda itu mengeluarkan suara yang tidak baik untuk dikonsumsi oleh telinga.

Tling...

Gilang: berisik bego! Udh malm!

Arga melirik kamar Gilang sinis. Lampunya masih menyala, tapi kenapa laki laki itu tidak keluar.

"Bacot lo bangsat!" Teriak Arga tepat didepan balkon Gilang. Kemudian laki laki itu menutup pintu balkonnya dan mematikan lampu kamarnya, bersiap untuk masuk kealam mimpi.

***

Abel menatap keluar jendela mobilnya. Ia tidak bersemangat sekolah hari ini. Apalagi harus terjebak macet didalam satu mobil bersama Zilla. Amarahnya belum juga menghilang, atau mungkin malah bertambah.

"Pak gak ada jalan lain emang? Lama banget nih!" Zilla mengeluarkan suaranya membuat Abel meliriknya tidak suka.

"Gak ada non, cuma ini jalan satu satunya" jawab Pak Sapto sopan

"Kalau gini saya bisa telat dong" semprot Zilla lagi. Seumur umur, selama Abel bersekolah dianter jemput Pak Sapto. Ia sama sekali tidak pernah memarahi laki laki tua itu.

"Berisik banget sih!" Kesal Abel. Ia tidak suka Zilla seenaknya memarahi supir Pribadinya itu.

"Gua cuma gak mau telat!" Balas Zilla sengit

"Lebay!" Abel tak berniat sama sekali melihat wajah kakaknya itu.

"Besok gua minta Ayah buat cari supir baru aja lah, yang ini lama!" ucapan Zilla membuat Abel menatapnya tidak suka

"Kalau lo mau punya supir pribadi baru terserah! Tapi pak Sapto itu supir gua, dan lo gak berhak mecat dia!" Abel menyiratkan ketidak sukaannya pada gadis yang lebih tua setahun dibanding dirinya itu

"Yaudah" Zilla mengangkat bahunya acuh, tak peduli dengan ucapan adiknya itu.

Mobil hitam itu memasuki gerbang sekolah Bhakti Nusa. Para siswa dan siswi berdiri ditempatnya. Mereka tau itu adalah Abel dan mereka berdiri disana untuk sekedar menyapanya atau memberinya cokelat.

Zilla keluar dari mobil terlebih dahulu ketika pak Sapto membukakan pintu mobil untuknya dan langsung berjalan menuju kelasnya. Sedangkan Abel keluar sendiri tanpa menunggu pria tua itu membukakan pintu untuknya.

Beberapa siswa dan siswi tampak berbisik. Ada yang mengagumi kecantikan Abel dan ada yang mencibir kelakuan Zilla.

Abel berjalan memutari mobil menuju pak Sapto.

"Maaf ya pak, pokoknya Abel gak bakal biarin Ayah mecat bapak" Abel mengelus pundak Supirnya itu. Bagi Abel pak Sapto itu sudah seperti Ayah keduanya, karena laki laki tua itu yang selalu siap mendengarkan ceritanya ketika Ayah sibuk dengan pekerjaannya.

"Gak papa non" pak Sapto tersenyum kearah anak majikannya itu

"Kalau gitu Abel sekolah dulu ya pak" Pak Sapto mengangguk. Kemudian semua para siswa dan siswi bergumam kagum ketika Abel mencium telapak tangan supirnya.

Kaki jenjang Abel telah sampai dikelasnya.

"Udah sembuh bel?" Tanya Rinja, Abel hanya mengangguk sebagai jawaban

"Sakit apa?" Kini giliran Alfi yang bertanya. Ah! Abel rindu dua orang konyol itu, sudah lama ia tidak berbicara dengan dua sahabat Dafa itu

"Kecapean doang" jawab Abel disertai senyum manisnya.

Abel melirik Arga yang duduk dikursi sebelahnya. Laki laki itu sudah bersiap untuk pindah kekursi belakang tapi Abel dengan sigap menahan tangannya

"Duduk sama gua ya?" Abel mengeluarkan pupy eyesnya. Arga hanya memandangnya aneh kemudian kembali duduk ditempatnya semula. Abel duduk disebelahnya.

"Sakit apa?" Abel menatap Arga yang bertanya tanpa melihat kearahnya. Matanya masih saja setia tertuju pada HP digenggamannya

" Demam doang" jawab Abel

"Bukan karna itu?" Abel mengerutkan keningnya tidak mengerti

"Diikuti sama orang" Abel semakin tidak bisa mengerti ucapan laki laki itu.

"Lo ngomong apaan sih Ga? Jangan disingkat singkat dong. Gak ngerti gua" Arga menghembuskan napasnya kasar

"Lo sakit bukan karena kita yang diikuti sama orang waktu itu kan?" Abel tertegun.

"Ah, bukan kok" Abel tersenyum kearah laki laki itu. Arga menganggukan kepalanya mengerti

Arga menatap heran Dafa yang baru saja melewatinya. Kenapa laki laki itu tidak mengusirnya seperti kemarin? Dan Abel, gadis itu sama sekali tidak berniat menatap Dafa. Ada apa dengan cinta? Eh salah! Ada apa dengan mereka berdua?

Arga menatap Abel penuh tanda tanya, ia menuntut penjelasan dari gadis itu. Abel mengerti tatapan yang kini Arga lemparkan padanya.

"Ada masalah" ucapan Abel membuat Arga kembali menatapnya dalam. Laki laki itu menaikkan satu alisnya. Sebagai tanda 'masalah apa?'

"Yang Dafa ninggalin gua dan akhirnya lo nganter gua pulang kemarin---" Abel menggantungkan kalimatnya. Menatap dalam mata Elang Arga. Apa dia bisa percaya dengan laki laki itu. Hati Abel berteriak iya, tapi logikanya menolak.

"Lanjut!" Titah Arga

"Dia pergi sama Zilla" ucapan Abel membuat Arga mengerutkan keningnya. Sepertinya ia pernah mendengar nama itu. Tapi ia tetap diam, memberikan Abel waktu untuk bercerita

"Terus gua berantem tuh sama Zilla sampe nampar dia" Abel menunduk menahan tangisnya mengingat kejadian itu lagi. Arga masih setia mendengar kata demi kata yang gadis itu keluarkan

"Dan Dafa bentak gua" satu bulir air mata berhasil lolos dari pelupuk mata Abel. Padahal ia sudah berusaha sekuat mungkin untuk tidak lagi menangis. Tangan Arga tergerak untuk menyentuh dagu Abel agar gadis itu tidak lagi menunduk.

Mata sembab Abel bertemu dengan mata teduh nan sendu milik Arga. Entah mengapa rasanya sakit untuk Arga ketika melihat gadis itu menangis.

"Zilla yang kemarin sama Dafa?" Abel terdiam. Fakta apa lagi yang tidak ia ketahui

"Yang kemarin dirangkul tuh cowok" Arga memutar posisinya menghadap papan tulis. Sedangkan Abel masih terdiam menatap laki laki itu dari samping

"Dan yang kemarin duduk berdua di kantin" sambung Indah yang sudah berdiri disamping meja Abel.

Abel memperhatikan keduanya bergantian. Menuntut penjelasan dari semua kalimat yang dua orang itu keluarkan.

"Kemarin masuknya kakak lo ke BhakNus jadi trending. Apalagi pas Dafa genggam tangan dia, semua anak BhakNus ngelihat kali" kalimat Indah kembali membuat serpihan hati Abel yang hancur kembali terpecah belah.

"Gak usah nangis!" Abel menatap Arga. Laki laki itu menyodorkan tisu kepadanya. Abel menerima tisu pemberian Arga. Abel menyeka bercak bercak air mata yang sempat ia keluarkan.

-----------------------------------------------------------------
*
Waktu gak nunggu siapapun, cuma dua pilihan diperjuangkan atau diikhlaskan

*
-----------------------------------------------------------------

Vote and coment

"N"

TAKDIR (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang