MAURA - 30

9.6K 579 204
                                    

Sebuah bendera warna putih turut menghiasi gerbang rumah bercat abu-abu itu.

Bahkan langit ikut bersedih dengan menampilkan warna keabu-abuan berniat akan menangis.

Semua orang yang ada disana berpakaian hitam. Menandakan ikut turut serta dalam duka cita. Orang-orang berlalu lalang masuk dan keluar untuk meliat wajah sang jenazah untuk terakhir kalinya. Tak lupa mereka juga mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan.

Semua orang hanyut dalam kesedihan. Saling merangkul untuk menguatkan. Saling menggenggam untuk memberikan ketenangan.
Karena satu hal yang penting, mereka membutuhkan kekuatan dari orang-orang disekitar mereka.

Dan inilah saatnya.
'Dia' harus segera dikebumikan. Di tempat itu. Bersama orang-orang lainnya.

Suara sirine ambulan memecah keheningan. Dibawa masuklah 'dia' ke dalam mobil berwarna putih itu untuk pergi ke rumah barunya.

Mobil iring-iringan lain tampak mulai mengikuti ambulan didepannya. Semua orang mulai pergi meninggalkan rumah itu untuk mengantar 'dia' ke rumahnya yang baru.

Semua orang disana tak henti meneteskan air mata duka. Dengan perasaan berat, mereka berdiri mengelilingi rumah baru bagi 'dia'.

Perlahan tapi pasti, 'dia' dimasukan ke dalam tanah itu. Tanah yang akan menjadi tempat persinggahan terakhirnya.

Semuanya menangis. Bahkan langit pun tampak sedih dengan warnanya yang keabu-abuan.

Rama diam. Sedari tadi dia hanya diam tetapi matanya terus menatap 'dia'.

Perasaan Rama tak karuan. Dan dia benci akan hal itu. Karena dia tidak bisa melakukan hal apapun.

Tanah perlahan mulai mengisi ruangan milik 'dia'.

Nafas Rama semakin sesak.
Ia tak sanggup melihat itu.

Namun, pada akhirnya rumah itu tertutup juga oleh tanah. Orang yang Rama cintai telah pergi meninggalkan dia.

Segala kenangan yang ada mendadak muncul diotaknya. Rama tiba-tiba merasa lemas. Ia lalu bertumpu pada lututnya.
Tangannya perlahan mengusap gundukan tanah itu. Memori indah bahagia mulai memenuhi pikirannya.

Tangan Rama bergerak mengambil segenggam bunga dan menaburkannya di atas gundukan tanah. Air mata tak sanggup lagi ia bendung. Air mata derita itu akhirnya tumpah membasahi wajahnya.

Rama menangis.
Menangis tanpa suara.
Hanya matanya yang berbicara.
Badannya luluh ke tanah. Wajahnya menyentuh gundukan tanah berlapis bunga.

Orang-orang yang melihat Rama langsung merasakan kesedihan lelaki itu. Karena sesungguhnya, kesedihan paling menyedihkan adalah kesedihan tanpa suara. Dan Rama dalam keadaan itu sekarang.

Tangan Rama terulur menyentuh batu nisan. Lalu matanya terpejam sejenak sembari melafalkan doa dalam diam. Kemudian tanpa aba-aba, Rama membuka mata dan langsung mengecup batu nisan itu.

"Tenang disana ya, Mah", bisiknya.

Rama lalu tersenyum dan menarik dirinya dari batu nisan. Ia kembali mengusap batu nisan itu. Batu nisan bertuliskan nama, Evelin Pitaloka, sang ibunda.

-- RA(MA)URA --

Hari ini, tepat 4 bulan Rama tidak bisa melihat ataupun menjenguk sang kekasih.

Kejadian yang dahulu, membuat Rama benar-benar kehilangan kontak dengan Maura. Ia tidak bisa menemui gadisnya. Hingga sekarang ia pun tak tau bagaimana keadaan Maura.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RA(MA)URA [ Possesive Boyfriend ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang