Saat hendak pulang mengajar, aku dipanggil oleh Alif dia teman seprofesiku. Pemuda blasteran dosen di Fakultas yang sama denganku, semenjak kepergian Mas Dito, ia tak henti mengejar dan memberiku perhatian. Terutama pada Almira.
Alif, pemuda yang usianya 2 tahun di atasku ini selalu memberi perhatian-perhatian kecil pada putriku Almira.
Tak jarang ia membelikannya popok, susu, dan kebutuhan Almira lainnya. Meskipun, sudah aku katakan padanya, jika Almira tidak meminum susu formula. Namun, pemuda itu selalu saja memberikan alasan lain di balik penolakanku.
"Bu Vira, ini ada rezeki sedikit buat Almira," ucap pemuda blasteran Arab Jawa itu.
"Aduh, Pak Alif, lain kali saya tidak mau terima seperti ini, jangan repot-repot."
Alif memberikan beberapa mainan, boneka, dan beberapa buah baju.
"Saya tidak repot, kok, Bu. Ehm, saya antar ya, Bu Vira," tawarnya.
Awalnya aku menolak. Dengan alasan tak enak jika dilihat banyak orang, apalagi statusku yang belum lama ditinggalkan Mas Dito. Namun, Alif memaksa.
Akhirnya aku mengiyakan tawaran Alif. Sesampai di rumah aku mengenalkannya pada Ibu Mas Dito. Agar tidak timbul salah paham.
Aku menyuruh Alif menunggu di teras. Tak enak mengajaknya ke dalam rumah. Sembari menunggu Ibu, kami mengobrol. Dia memangku Almira. Bermain dan becanda dengan putriku.
Tak lama kemudian Dika pulang, tampak raut ketidaksenangannya pada Alif. Membanting pintu mobil, dan langsung mengambil Almira dari Alif.
"Sore anak Papa yang cantik, sini gendong sama Papa Dika, Om Alifnya pasti capek."
Alif hanya menggeleng, lalu memberikan Almira pada Dika.
"Mbak, aku bawa Almira ke dalam ya," ucapnya datar.
Aku hanya mengangguk. Memandangi punggung pemuda itu yang hilang di balik pintu. Tak lama kemudian Alif pun ijin pulang.
"Salam sama Ibu mertuanya Bu Vira, ya, saya permisi. Assalamu’alaikum ...."
"Waalaikumsalam, Pak."
***
Rasa lelah hilang seketika, saat tiba di rumah mendapat sambutan hangat si kecil. Setelah melaksanakan kewajiban rutin 5 waktuku kembali meluangkan waktu bersama Almira.
Sore ini aku ingin mengajak Almira berkeliling komplek. Baru saja hendak keluar sebuah mobil sedan hitam memasuki perkarangan rumah.
Kutahu pemilik kendaraan roda empat itu adalah Alif. Mau apa lagi dia ke sini. Sejak kemarin mengantarku, dia mulai rajin datang ke rumah Dika.
Bergegas aku memasuki rumah kembali dan mencari Ibu. Ingin meminta tolong mengatakan pada Alif jika aku tak ada di rumah.
Di saat yang bersamaan Dika keluar dari kamarnya. Kutarik napas sekuat mungkin saat melihat adik iparku yang hendak ke dapur.
"Dik, Mba mau minta tolong," ucapku, sebelum dia memberitahu keberadaan Alif di luar.
Pemuda berlesung pipi itu mengernyit. Menautkan alisnya. "Kenapa, Mba?"
"Tolong katakan pada Pak Alif, Mba gak ada di rumah, lagi bawa Almira main gitu, please ...."
Andika tersenyum. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. "Ada syaratnya," ucap Dika.
"Apa?"
Dika pergi ke luar rumah sebelum mengajukan persyaratan yang ingin mintanya. Tak lama kemudian dia kembali dengan menenteng paper bag. Lalu memberikannya padaku. "Buat Almira, Mba. Dari pak Alif." Pemuda itu mengambil Almira dari stroler bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAHI KAKAK IPAR
General FictionKetika janji harus ditepati, mampukah Dika memenuhi janji mendiang sang kakak. Untuk menjadikannya Ayah dan Suami bagi keponakan juga kakak iparnya?