Ingatan

36 7 4
                                    

"Jadi ini pembalasan kamu selama ini sama aku?? Dasar istri tak berguna" teriak seorang laki-laki separuh baya dengan penuh kemarahan.

"Hiks..hikss.. Buuuu-kaann begitu mmaass. Akuu tak pernah melakukan hal itu padamu"
Isak wanita itu sambil memeluk lututnya.

"Omong kosong. Kau sudah mempermalukan aku didepan keluargaku. Dan sekarang kau mengulanginya lagi? Aku sudah tak tahan dengan ini semua. Arghhhh!!!" Ucap lelaki bernama Bramantyo sambil mengacak rambutnya frustasi.

Dari pintu kamar terlihat sosok anak kecil sedang menangis tersedu-sedu. Ia berlari menghampiri ibunya dan memeluknya erat.

"Ibu kenapa? Kenapa kepala ibu terluka? Ibu aku ingin membawamu ke dokter" Tanya si gadis kecil.

"Tidak apa-apa anakku, ibu tak apa-apa" Jawabnya memperlihatkan senyum palsu sembari membalas pelukan anak itu.

Anak itu melepaskan pelukan ibunya dan menghampiri sosok laki-laki tadi "Ayah apakan ibu, kok ibu nangis? Ayoo ayah kita bawa ibu ke dokter" Ucapnya polos. Tangannya menarik tangan ayahnya.

"Tidak usah ikut campur kau anak kecil, kau dan ibumu yang membuatku melakukan ini semua. Minggir kau!!" Bentaknya kasar dan mendorong anak itu hingga tersungkur kelantai. Kemudian ia melenggang pergi begitu saja tanpa mempedulikan gadis itu.

"Ayah jangan pergi ayah, ayo kita antar ibu ke dokter. Aaaaa....yaaahhhhhhhhhh, hikss jaaaa-ngggan ttiiiii-nggalkan kami hiks.. Hikss". Gadis kecil itu mengejar ayahnya namun tak ia dapatkan karena ayahnya sudah pergi menaiki sebuah mobil dan melaju meninggalkan rumah.

***

"El.. El... Wooyyyy"
"Ellllzaaaaaaaaaaaa" Teriak seseorang disampingku membuat telingaku sedikit ngilu.

"Ehh iya apa??" jawabku sedikit kaget

"Kamu kenapa si dari tadi aku panggil-panggil nggak dijawab, aku capek tau El teriak-teriak ihh sebel kan." Kata Aul sahabatku memanyunkan bibirnya tanda menunjukkan kekesalan.

"Hihh... gitu aja ngambek hehehe. Maaf tadi aku agak nggk fokus" Aku tertawa untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya sedang aku pikirkan sambil mencubit pipi Aul yang chubby itu.

"Ih sakit tau El, nanti kalau pipiku tirus gimana kau cubit-cubit terus." Aul memegang pipinya sambil mengaca dengan cermin kecil yang selalu ia bawa kemana-mana.

Aul, nama panjangnya Aulia Zenata. Dia adalah sahabatku. Aku dan dia sangat dekat sejak kami duduk di bangku sekolah dasar. Namun saat SMP kita berbeda sekolah karena waktu itu Aul terlambat mengikuti tes seleksi untuk masuk di sekolahku SMP, bukan terlambat sihh karena dia lupa jadwal tes yang harus ia ikuti. Tapi ketika menuju bangku SMA, Aul dan aku mendaftar di sekolah yang sama dan akhirnya seperti yang kalian duga kita satu sekolah juga.

Hampir setiap hari aku dan Aul selalu bersama, bagaikan amplop surat dengan perangkonya. Tak jarang Aul menginap dirumahku, namun tidak sering denganku yang menginap di rumahnya. Kita selalu belajar bersama, bermain bersama, hampir semua hal kita lakukan bersama.

Bagiku dia adalah salah satu hal berharga dalam hidupku. Aku tak bisa membayangkan jika aku tak mengenal sosoknya. Aul selalu mengerti keadaanku, namun tidak dengan satu hal.

"El kantin yukk, aku laper nih" ajak Aul

"Ayo aku juga, cacing diperut sudah mulai rese ini" Kataku sembari menepuk-nepuk perut.

Aku dan Aul segera menuju ke kantin. Aku tak bisa menahan tawa ketika melihat tingkah laku Aul yang sedari tadi bingung menutupi jerawatnya agar tidak terekspose. Padahal sih muka Aul glowing dan bersih. Tapi itulah Aul, ia tidak bisa memperlihatkan kekurangan dirinya sedikitpun sekalipun jerawat. Baginya perfect adalah hal utama.

Dalam perjalanan menuju kantin aku merasa bahwa banyak pasang mata yang memperhatikannku, aku sedikit canggung tapi aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Kupikir mereka memperhatikan tingkah usil Aul, namun aku salah mereka justru terus memasang perhatian padaku.

Tiba-tiba..

You Are My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang