Kambuh

18 6 0
                                    

Sontak ia kaget bahwa yang dikerumuni banyak siswi itu adalah sahabatnya, Elza.
Cepat-cepat ia menghampirinya dengan keadaan panik. Tak banyak tindakan ia langsung menyuruh salah satu siswi untuk memanggilkan PMR.

"Tolong panggilkan anak PMR suruh bawa tandu cepat!." Perintah Aul pada salah satu siswi.

"Oke aku akan segera panggilkan." Jawab siswi itu dan bergegas menuju UKS

Tak lama kemudian 4 orang regu PMR datang membawa sebuah tandu. Dengan sigap dan hati-hati mereka menganggkat tubuh Elza keatas tandu. Dan segera membawanya ke UKS.

Aul membuntuti mereka dari belakang. Sesampainya di UKS, Elza di baringkan di atas kasur kemudian salah satu siswi anak PMR yang sedang berjaga memeriksa kondisi tubuh Elza.

"Kakak temennya kan?" Tanya siswi itu kepada Aul.

"Iya aku temennya dek, gimana keadaan Elza?" Tanyaku kembali.

"Suhu tubuhnya dingin kak, sepertinya kakak harus memintakan surat ijin pulang untuk kak Elza. Kebetulan hari ini tidak ada dokter yang berkunjung. Jadi supaya kak Elza lebih aman istirahat dirumah." perintahnya

"Oke, kamu masuk kelas jam berapa?"

"Kebetulan kelas saya sedang jamkos sampai pulang nanti kak."

"Kalau begitu tolong kamu jagain temen saya sebentar ya, kakak mau memintakan surat ijin sebentar." Minta Aul pada siswi tersebut. Dengan segera ia menuju ruang guru piket.

Setelah mendapatkan izin dari guru piket, Aul bergegas kembali ke UKS. Ia juga mendapat izin dari guru piket untuk mengantarkan sahabatnya itu.

Sesampainya di UKS, Aul mendapati Elza dalam keadaan sadar. Sahabatnya itu terlihat begitu pucat dan menyedihkan. Dengan tatapan kosong, Elza sedikit mengeluarkan air mata.

"El.. What happen? Kamu kenapa nangis?" tanya Aul walaupun ia mengerti apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Aul tau sahabatnya itu sangat sakit hati dengan perlakuan Nindy kepadanya. Namun ia tak memberanikan diri untuk berkata yang sebenarnya, jadi ia pura* lupa.

"Aku nggak kenapa-kenapa Ul, hanya kepalaku terasa pusing" jawabnya dengan nada melemah.

"Yaudah yuk kita pulang, aku udah minta surat izin dari guru piket. Terus aku diminta untuk mengantarmu" kata Aul

"Makasih ya Aul"

"Iya sahabatku" jawab Aul sambil memperlihatkan senyum lebarnya

Aul menuntun Elza dengan hati-hati, mengingat sahabatnya yang saat ini sedang sangat drop. Kemudian mereka menuju ke parkiran dan menaiki mobil Aulia.

Ditengah perjalanan, Elza tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tatapannya kosong kearah jendela mobil. Dengan ragu Aul pun memulai pembicaraan.

"Udah ya El, perkataan sepupumu itu gausah dimasukin ke hati. Anggap saja hal tadi tak pernah terjadi, okee..." katanya sambil melempar senyum dan mengangkat jempolnya berharap sahabatnya itu merespon tindakannya dengan wajah yang ceria. Namun lain dengan Elza. Air matanya semakin deras bercucuran. Aul tak percaya jika perkataannya membuat ia semakin sedih.

Tak lama kemudian mereka sampai dirumah Elza. Aul memarkirkan mobilnya dihalaman rumah Elza. Rumah itu tampak sepi, ditambah banyaknya tanaman rimbun menghiasi rumah Elza menambah suasana rumah itu semakin sepi.

Aul segera turun dari mobilnya dan dengan segera ia membukakan pintu untuk Elza. Tangan kanan Aul menuntun Elza sedangkan tangan kirinya membawa tas milik sahabatnya itu.

Sesampainya di kamar Elza, Aul memberanikan diri untuk bertanya.

"El aku panggilin dokter aja yaa, mukamu tambah pucat" ucapnya dengan nada khawatir.

"Engga usah Ul aku bisa berobat sendiri kok" balasnya dengan senyuman.

"Tapi El.." ucap Aul tak yakin

"Udah gapapa, kamu mau langsung pulang apa mau disini dulu?" tanya Elza sembari meyakinkan sahabatnya.

"Aku langsung pulang aja deh, btw kalau ada apa-apa lekas telpon aku ya El"

"Iya siap, makasih ya Aul udah nganterin aku pulang" Elza mengacungkan kedua jempolnya.

"Gausah sok gitu deh" jawabnya dan menjitak kepala Elza pelan

"Yaudah aku pulang dulu ya El, jaga dirimu baik-baik. Dahhh" pamit Aul sambil melambaikan tangannya

"Hati-hati dijalan Aul" balas Elza ikut melambaikan tangannya. Ia mengamati kepergian sahabatnya itu melalui jendela kamarnya. Ia membayangkan betapa beruntungnya ia memiliki sahabat seperti Aul.

Apa benar semua perkataan Nindy kalau aku ini bukan anak Ayah, apa benar jika ibu menghianati Ayah? Sampai keluarga Ayah membenci kami dan Ayah tega meninggalkan kami.

Dalam lamunannya ia termenung membayangkan hal yang selama ini ia tak ketahui secara pasti. Hal yang membuat ia tak pernah merasakan harmonisnya keluarga, kasih sayang seorang ayah, bahkan ibunya. Ya kini ia tersadar dari lamunannya. Ia hampir melupakan sesuatu. Ia bangkit dari tidurnya dan mengusap air matanya. Segera Elza menuju kebawah untuk menemui seseorang.

Kini ia tak boleh terlihat sedih dan harus terlihat bahagia jika berhadapan dengan seseorang tersebut. Meskipun perih yang ia rasakan, tapi ia harus tetap tegar menyembunyikan semuanya kepada seseorang itu.

***

Holaa guyss
Masih semangat kan menyimak cerita dari aku?? Aku harap kalian tetap menikmati cerita ini meskipun kdang membingungkan hehe😅

Maaf karena beberapa hari ini jarang update karena aku jarang banget buka wattpad jadi maappppppp 😚😚

Ohiyaa kalian semangat puasanya yaaa , jangan lupa vote dan komennya. Love you all💓


You Are My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang