Hancur

18 4 0
                                    

Perlahan Elza menuruni anak tangga didalam rumahnya. Ia menuju sebuah kamar dekat dengan ruang tamu, namun pintu itu sedikit terbuka hingga nampak seseorang sedang duduk menatap luar lewat jendela. Nampaknya seseorang itu sedang melamun.

"Ibuu?" Panggil Elza dengan nada lembut. Namun ibunya tak kunjung menjawab. Akhirnya Elza mendekat dan duduk disamping sembari memegang tangan ibunya.

"Ibuu.. Sedang apa ibu melamun? Kok di panggil nggak jawab?" Tanya Elza namun matanya beralih ke sebuah bingkai foto yang dipegang sang ibu. Didalam bingkai foto itu nampak potret dirinya waktu masih berumur 3 tahun beserta Ayah dan ibunya. Seketika Elza paham akan hal yang sedang dipikirkan ibunya. Singkat ia tersenyum kecut dan kembali menatapnya dengan wajah yang sedih.

"ibuu pas...." ucapnya terpotong

"Eh nak kau sudah pulang? Maaf ibu tidak mendengarmu" ucapnya memotong perkataan Elza.

"Ahiya ibu tidak apa-apa, lagian pas tadi Elza pulang aku liat ibu sedang tidur. Jadi aku langsung naik ke kamar." ucapnya sedijit bohong bahwa tadi ia pulang diantar Aul karena sakit.

"Muka kamu pucat sekali nak, apa kamu sakit?" tanya Sarah ibunya sembari memegang pipi Elza dengan kedua tangannya.

"Badan kamu dingin nak, ibu antar ke dokter yaa?" bujuk Sarah

"Tidak usah bu aku nggak apa-apa. Elza cuma kecapean tadi abis olahraga hehe.." ucapnya sambil menunjukkan piss 2 jari.

"Kenapa ibu tampak sedih, apa yang terjadi ibu?" tanya Elza.

Tiba-tiba Sarah menitikkan air mata. Elza yang melihat itu panik. Bagaimana tidak kalau ucapannya barusan membuatvsang ibu menangis dan kembali bersedih. Sarah yang menatap Elza lesu kembali hujan air mata dan menangis sesenggukan.

Elza tak kuasa melihat ibunya, satu-satunya harta paling berharga yang ia punya kini sedang merasakan kesedihan. Ia pun langsung berlari keluar meninggalkan Sarah yang masih menangis. Ia tau ini salah tapi lebih baik seperti itu daripada terus melihat sang ibu menderita. Ia menuju kamarnya dan segera menutup pintu. Elza mendekati tempat tidurnya dan membanting tubuhnya diatas kasur itu. Ia ikut menangis sesenggukan.

Kali ini ia merasa hancur, ia tak pernah bisa membuat orang yang ia cintai bahagia ketika bersamanya. Ketika bersama Aul ia akan terus merepotkan sahabatnya itu dan ketika sedang bersama ibunya ia hanya bisa melihat senyum palsu di wajah Sarah. Ia benar-benar tak bisa membuat ibunya tersenyum bahagia. Ia kembali teringat kata-kata menohok sepupunya disekolah tadi. Kesalahan apa yang dirinya lakukan, kesalahan apa yang ibu perbuat hingga mereka harus menjalani hari-hari dengan keterpurukan.

Apa aku mati saja, apa aku harus pergi jauh?

Pikiran itu terus membayang dibenaknya.
Hingga hatinya mulai sesak, nafasnya mulai tak teratur mengingat dirinya terus menangis. Dan ia mulai berfikir bahwa satu-satunya cara adalah pergi dari dunia yang kotor ini.

Ia beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil sebuah cutter. Kemudian cutter itu ia usap-usapkan pada pergelangan tangannya seraya berkata dalam isaknya
"Jika mati itu lebih baik. Jika mati itu membuat ibu kembali bahagia aku rela mati saat ini saja". Ia pun menjerit sambil menggoreskan luka pada lengannya

Tiba-tiba pintu terbuka dan datanglah Sarah yang panik melihat putri satu-satunya itu sedang melakukan percobaan bunuh diri. Sarah berlari menghampiri Elza, merebut cutter dan membuangnya agar Elza tak meraiihnya untuk melukai dirinya lagi. Sarah memeluk putrinya erat-erat, kemudian mencium puncak kepala Elza berulang kali.

Tangan Elza gemetaran, sementara bibirnya nampak begitu pucat. Matanya sayu dan bengkak karena banyak mengeluarkan air mata. Lengannya mengeluarkan darah karena luka sayatan tadi cukup dalam.

Sementara melihat kondisi putrinya saat ini. Sarah langsung menelpon dokter agar puntrinya Elza segera mendapat tindakan medis.

***

Seorang laki-laki paruh baya mengenakan jubah putih nampak sedang bermain dengan alat* kesehatannya. Ditemani rekan kerjanya ia begitu sigap menangani lengan Elza yang terluka. Tak hanya itu, sang dokter kembali memeriksa kondisi Elza dengan stetoskop miliknya. Sementara Sarah yang sedari tadi memperhatikan lengan anaknya yang dibalut perban tak tega dan memilih untuk menunggu diluar kamar Elza sampai selesai

Selesai memeriksa keaadaan Elza, dokter beserta perawat keluar dari kamar Elza dengan membawa tas berisi peralatan medis.
Di depan pintu nampak Sarah segera mendekati dokter itu.

"Kondisi anak ibu saat ini sedikit lemah mungkin karena syok dan kehilangan darah. Jadi anak ibu perlu istirahat selama 3 hari penuh. Tapi kemungkinan ada gejala lain yang mengharuskan anak ibu untuk berkonsultasi dengan psikolog. Tindakan menyiksa diri sangat berbahaya bagi kesehatan mentalnya." jelas pak dokter kepada Sarah.

"Ke psikolog dok? Lalu diagnosa kesehatan fisik anak saya bagaimana dok?" tanya Sarah penasaran.

"Iya bu, segera ibu harus membawanya ke psikolog agar tau gangguan mental apa yg membuat anak ibu sampai melakukan self harm. Tetapi untuk kondisi fisiknya kemungkinan hanya kelelahan saja. Ohiya jangan lupa untuk makan yang mengandung banyak zat besi. Dan ini resep obatnya." imbuh dokter kemudian disusul perawatnya memberikan obat beserta cek.

"Kalau begitu saya permisi bu Sarah, semoga anak ibu lekas membaik, permisi." pamit dokter

"Iya dokter, terimakasih" ucap Sarah

"Sama-sama bu Sarah" jawab dokter itu kemudian pergi meninggalkan rumah Sarah diikuti perawatnya.

***

Kira* Elza sakit apa ya? Trus kenapa dokter menyarankan harus ke psikolog?

Elza gila, stress atau depresi??

Nantikan cerita selanjutnya ya guys ,jangan lupa komen dan votenyaa😘😘

Tambah cerita ini ke library kalian juga yaa , thx uuu 💃💃💃





You Are My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang