Di bandara tampak terlihat seorang gadis yang sedang kebingungan. Gadis dengan balutan gamis serta hijab senada yang dipakai, membuat dirinya terlihat lebih anggun dan manis.
Shaffiyah Adiva.
Ya, gadis itu adalah Shaffiyah. Dia tengah mencari benda pipih yg ada didalam tas sandang mininya. Sebab, ia ingin memberitahu ibunya bahwa ia sudah sampai di Bandung.
Oh ya, jika kalian bertanya "Bagaimana Shaffiyah bisa ada di Bandung?" Jadi begini..
Saat itu, Shaffiyah baru saja pulang sekolah. Ia tampak sangat gembira dari dari biasanya. Bahkan terlampau bahagia.
Fifi, nama kecil Shaffiyah.
Fifi terus saja berlari dengan membawa secarik kertas yg dibungkus rapi didalam amplop putih. Ia ingin berbagi kebahagiaan ini dengan orang-orang yang ia sayangi. Ketika ia sampai dipanti, ia langsung mencari sosok malaikat tak bersayapnya.
"Bu.. Ibu.. Bu!" teriak Fifi.
"Iya Ibu disini. Jangan teriak-teriak. Adik-adikmu masih pada belajar." sahut seorang wanita paruh baya dari arah sebelah barat.
"Hehe maaf bu. Bu, lihat ini."
Fifi menyodorkan secarik kertas pada ibunya."Apa ini nak?"
"Itu surat beasiswa Fifi bu. Fifi dapet beasiswa di salah satu kampus ternama di Bandung. Dan kampus itu adalah kampus yg selama ini Fifi impiin bu." jelas Fifi dengan semangat 45-nya.
"Benarkah? Alhamdulillah ya Allah. Akhirnya salah satu impian kamu bisa tercapai." tukas ibu dan langsung menarik Fifi kedalam pelukan hangatnya.
"Iya Bu Alhamdulillah. Ini semua juga berkat doa Ibu."
"Juga doa semua adik-adikmu dan tak lupa karna usaha kamu juga." tambah ibu seraya tersenyum dan mengurai pelukannya.
Fifi hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Lalu kapan kamu akan pergi?"
"Dua minggu lagi, Bu." jawab fifi lemas.
"Loh, kok lemes gitu jawabnya? Ada apa? Hmm?" tanya ibu lembut.
"Fifi akan pergi dua minggu lagi, tapi bagaimana dengan ibu? Fifi pasti bakal kangen sama ibu, sama adik-adik, sama panti."
"Heii.. Dengar Ibu. Kamu harus pergi. Kamu harus kejar mimpi kamu selama ini. Jangan fikirkan Ibu disini. Kalau kamu kangen, kita bisa video call bukan?"
"Tapi tidak se.."
"Sstttt.. Sudah, jangan fikirkan apapun lagi. Ayo sekarang kamu bersih-bersih dan setelah itu kita beritahu kabar bahagia ini pada adik-adikmu."
"Baik, Bu." Fifi bergegas pergi ke kamar untuk bersih-bersih.
Begitulah singkat ceritanya.Setelah selesai mengabari ibunya, dia pun bergegas untuk pergi dari bandara tersebut.
----
Saat ini, Aku tengah berada tepat di depan pintu keluar bandara. Aku segera memesan go-car untuk mengantarkan ku ke suatu tempat. Tempat yang tak lain dan tak bukan adalah tempat tinggal yang akan aku tempatin selama aku ada di Bandung.
Sudah sejak jauh-jauh hari aku mempersiapkan kepergian ku ke Bandung, termasuk mengenai tempat tinggal yang cocok untuk ku. Tentunya yang tak jauh dari kampus ku. Untungnya, aku punya sahabat di Bandung. Setidaknya bisa banyak membantu.
Tapi saat aku akan mengambil ponsel ku, tak sengaja aku melihat seorang wanita paruh baya sedang memegangi kepalanya yang mungkin sedang sakit.
Awalnya aku hanya melihatnya saja, karna aku fikir mungkin keluarganya sedang pergi mencarikan obat untuknya.
Tapi lama sudah aku memperhatikan beliau, tak ada satu orang pun yang menghampirinya. Beliau masih pada posisinya, berdiri dan memegangi kepalanya.
Aku lihat, beliau semakin lama semakin kehilangan keseimbangannya. Ia berusaha untuk tetap berdiri tegak tapi sayang keseimbangan nya benar-benar hilang dan beliau jatuh tersungkur.
"Astagfirullahal'azim bu" pekik ku kaget.
Aku panik seketika dan langsung berlari kearah beliau. Dan benar saja beliau pingsan. Banyak orang yg mengerumuninya. Aku langsung meminta orang-orang disana mencarikan taksi untuknya agar ia bisa membawa wanita itu ke rumah sakit.
----
"Keluarga pasien?" tanya dokter yg aku perkirakan umurnya sudah sampai kepala empat.
"Eh anu dok. Bukan. Saya bukan keluarga pasien. Saya hanya menolong dan mengantarkan beliau ke rumah sakit." jelasku pada sang dokter.
"Apa ada keluarga pasien yang bisa dihubungi? Atau mbak membawa tas pasien? siapa tau ada petunjuk untuk bisa mengabari keluarganya."
"Eh sebentar dok. Ini ada tas dan juga handphone beliau. Tapi dok handphonenya terkunci."
"Begini nak, Beliau harus mempunyai wali yang akan mepertanggung jawabkan semua proses perawatannya selama beliau ada disini."
"Yasudah kalu begitu dok. Biar saya saja yg menjadi wali beliau. Saya yang akan mengurus semuanya. Termasuk administrasi beliau.""Baiklah kalu begitu."
"Kalo boleh saya tau, beliau kenapa ya dok?"
"Sebanarnya tak ada yg perlu dikhawatirkan, beliau hanya kekurangan darah saja, biasa kita sebut dengan anemia. Beliau kelihatannya juga terlalu capek dan penyakit maag nya kambuh hingga mungkin membuat beliau pingsan tak sadarkan diri. Beliau harus istirahat beberapa hari disini." jelas dokter.
"Baiklah dok. Terimakasih banyak."
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi. Mari." pamit dokter seraya tersenyum pada Fifi. Sungguh dokter yang ramah.
🐞🐞🐞
Haii...
Nantikan next part nya ya🌷Jangan lupa kasih vote dan comment kalian ditiap partnya ya
Makasih❤
Maaf kalo banyak typo bertebaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Doctor Kutub
General FictionSeorang gadis yang tulus dan baik hati, datang dari sebuah desa terpencil dipelosok kota. Shaffiyah. Gadis itu adalah Shaffiyah. Datang ke bandung untuk mendaftar beasiswa kuliah. Namun skenario Allah sangat luar biasa. Hingga ia bisa bertemu dengan...