Author's POV
Senin sudah kembali menyapa, akhir pekan kemarin terlewati dengan lambat. Masalah Athara dengan Kenzo kemarin diakhiri tanpa penyelesaian. Selepasnya keluar dari restoran itu, suasana hatinya sudah kacau. Tidak ada lagi agenda yang tadinya dijadwalkan itu. Zeryn dan Stilly penuh pengertian dan mengantarkannya pulang tanpa banyak tanya. Berbeda dengan Kenzo yang membanjiri ponselnya dengan pesan dan panggilan tak terangkat. Hingga Athara terpaksa menonaktifkan ponselnya untuk sementara waktu, karena masih terlalu jengkel untuk berbicara dengan lelaki itu. Pagi ini, saat di perjalanan menuju sekolah, Athara baru mengaktifkan benda pipih yang sudah sangat dingin tak tersentuh itu. Dilihatnya notifikasi dari beberapa orang membanjirinya. Kenzo, Zeryn, Stilly, dan River.
River ... Athara cukup kecewa dengan teman barunya itu. Bukan masalah ia sedang dekat bersama si Alnair, tapi masalah kebohongan yang sering kali diberikannya. Athara hanya bisa menghela napas mencoba untuk melupakan dan mencari alasan baik. Sulit, tapi mau tau mau harus dilakukan demi ketenangan hatinya sendiri.
Begitu itu melangkah masuk ke gerbang SMA Alpha Gruis, dilihatnya Zeryn tengah memarkirkan motornya. Diam-diam, Athara menyelinap di belakangnya hendak mengejutkan. Namun, lelaki itu lebih dahulu berbalik badan dan justru mengejutkannya. Karena langkah spontannya tidak begitu seimbang, ia sedikit terhuyung dan hampir jatuh. Syukur saja Zeryn dengan cepat meraih tangannya untuk menahan.
Athara tertawa kecil, "Lo gimana, sih? Kan, gue yang mau ngejutin."
Zeryn menyeringai seraya mengacak pelan rambut wanita cantik itu. "Keliatan itu di kaca, Ra," tunjuknya pada spion motor.
Bersama mereka beriringan menuju kelas, pagi itu masih sepi. Namun, River dan Kenzo sudah lebih dahulu tiba. Mereka berdua tengah sarapan di kantin tanpa menghiraukan sekitar. Athara yang melintasi koridor itu tak sengaja melihat pemandangan romantis begitu pagi-pagi. Ia pun hanya membuang muka seraya mempercepat langkahnya. Zeryn sontoh menggeleng kesal. Ia berlari kecil mengejar wanita cantik itu. Menarik lengannya dan berkata, "Lo beneran nggak apa, Ra?"
Athara hanya tersenyum miris dan mengangguk. Zeryn tau betul untuk berhenti. Tanpa bertanya lebih jauh, ia enggan melepaskan genggaman tangannya. Untuk pertama kalinya, Athara tidak menolak. Ia tau ia membutuhkan ini. Membutuhkan sesuatu atau lebuh tepatnya seseorang untuk membuatnya lupa. Bukan untuk pelampiasan seperti biasa yang dilakukan Kenzo, tapi sebagai peneman untuk bersandar. Zeryn pun mengerti dengan semua ini dan mengerahkan semua akalnya untuk memperindah perasaan perempuan yang ia sukai itu. Sepanjang pagi hingga bel berbunyi, ia setia menemani Athara hingga senyum manis terukir di parasnya yang menawan itu.
—🌙💙✨—
Seharian River memberikan senyuman gelisah pada Athara tanpa sedikitpun berbicara. Sebisa mungkin Athara membalas senyumannya tanpa canggung, tapi perlu diakui kemampuan aktingnya sangatlah buruk. Seharian River bimbang dengan langkah yang harus diambilnya. Hingga bel istirahat kedua berbunyi, siswi itu baru memberanikan diri untuk menatap mata teman yang duduk di belakangnya.
"Raaa," panggil River dengan pelan. Sontak saja Athara menarik fokusnya ke siswi itu. Begitu juga dengan Stilly yang sudah menantikan momen ini. River pun menghela napasnya mencoba untuk tenang, "soal kemarin—"
Cepat-cepat, Athara memotong, "Udah, nggak usah dibahas," gumamnya sebab tak ingin mengungkit kejadian yang sudah lewat.
River terlihat kikuk seraya memainkan kukunya dengan cemas. "Aku nggak mau malah kita jadi ikut berantem juga, Ra," ungkapnya.
Athara mencoba tersenyum, walau dengan setengah hati. "Enggak, kok. Lo tenang aja," katanya.
"Jadi, kita aman?"
Athara mengangguk sebagai jawabnnya. Melihat respons yang jauh dari ekspektasi menakutkannya. River kembali membuka mulut, "Maaf ya, Ra. Aku nggak pernah jujur kalau selama ini sering bareng Kenzo," akunya dengan kepala sedikit tertunduk. "Aku nggak tau kamu bakalan nerima."
Kali ini, Athara mengernyitkan kedua alisnya."Maksudnya?" tanya Athara yang bingung dengan niat pembicaraan si siswi baru ini.
"Aku tau masalah kamu sama Kenzo. Aku nggak mau kalau dengan aku dekat sama Kenzo, malah nyakitin kamu."
Kalau Athara tidak bisa menahan, mungkin saat itu juga dia sudah memutar kedua bola matanya dengan malas. Dengan River berbicara begini, bukan seperti meredamkan masalah, tapi hanya memperparah. Athara merasa ada sedikit kesengajaan dari teman barunya untuk melakukan apa pun yang dilakukannya. Namun, untuk saat ini, Athara mencoba untuk berfokus pada hal positif. "Enggak kok, biasa aja. Kalau emang lo suka, jalanin aja," ujarnya memberikan saran tanpa beban.
"Tapi, kamu beneran nggak pa-pa?"
Athara langsung mengulum bibirnya ketika mendengar pertanyaan River. Jelas sudah, kalau teman barunya enggan membiarkan hal ini dengan mudah. "Iya," jawab Athara seadanya.
"Maaf ya, Ra. Nggak tau gimana ceritanya, tapi aku bisa dekat sama dia," jelas River yang begitu sulit menahan ceritanya.
Untuk ke sekian kalinya, Athara mengangguk penuh perhatian. "Iya, nggak apa. Nggak ada yang tau cara hati bekerja," ucap Athara sekuat tenaga menutupi beban di hatinya. Apa yang dikatakannya hari ini kebanyakan adalah dusta. Untuk memberikan 'restu' yang sebenarnya bukan hak Athara membuat hatinya sedikit retak. 'Alnair ... Kenapa aku ada di posisi ini? Kamu adalah bintang yang bebas ... Jadi, kenapa aku harus ditanyai seakan aku adalah pemilikmu?' batin Athara berulang-ulang kali menyakitinya.
Stilly yang dari tadi menjadi penonton tanpa suara, melihat jelas perjuangan teman sebangkunya untuk menyembunyikan perasaan. Bahkan dirinya sendiri sempat beberapa kali membuang muka sambil bergidik geli akibat cerita dari River mengenai 'rasa untuk Kenzo'. Lama-kelamaan, Stilly tidak tahan mendengarnya. Belum lagi kemurungan Athara ikut membuatnya tidak enak hati. Sigap saja Stilly mengikutsertakan dirinya dalam pembicaraan itu tanpa diundang. "Udah jadi cewek baru si Kenzo, nih?" celetuk Stilly yang sudah memendam sedikit sesal pada River dan segunung dendam pada Kenzo.
Tersinggung dengan seseorang yang baru saja memotong ceritanya. River langsung menangkis sedikit sindiran tadi dengan amarah yang lebih mendalam. "Kalau iya, memangnya kenapa?!" serangnya.
Stilly sempat sedikit terkejut, tapi dengan cepat menutupi raut wajahnya. "Eeeh? Udah officially in a relationship, nih?" tanyanya. Sebuah seringaian penuh arti pun terpajang di wajah Stilly. "Apa lo ngaku doang?" tekannya.
Untuk beberapa saat, River terdiam dan menelisik wajah Stilly demi mencari niat terselubung itu hingga akhirnya ia bertanya, "Mau kamu apa sih, Ly?"
Dengan tampang tanpa dosa, Stilly memberikan senyuman manis pada River. "Nggak pa-pa, mau duduk doang ... Gih, sono. Pacaran aja sono, kan udah nggak perlu diem-diem," usirnya tanpa mempedulikan perasaan River yang menurutnya juga tidak punya nurani.
Athara yang memperhatikan, enggan memberikan komentar. Tanpa melawan atau menerima, ia memilih untuk berkutat dengan buku di genggamannya. Athara akan melakukannya seperti yang lalu-lalu. Ia akan menutup mata dan pendengarannya untuk sementara waktu, karena Kenzo akan melakukan kebiasaannya. Ia tak pa-pa, menurutnya ia harus baik-baik saja. Mengingat dirinya tidak memiliki hak khusus atas temannya itu. Semua masih sama, Kenzo hanyalah Alnair baginya dan akan selalu begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALNAIR
Teen FictionSelamat datang di SMA Alpha Gruis. Banyak cerita tentangnya yang menumbuhkan berbagai rasa bagi siswanya. Di sini, jalinan cinta dan derita akan sulit untuk dibedakan. Apalagi semua yang terkait oleh sang Alnair. Cinta yang seharusnya hanya untuk At...