Asia dan Arhab masih mempertahankan keheningan yang menguar di seluruh penjuru mobil. Sejak subuh, tepatnya semenjak kejadian itu ... keduanya sudah tidak saling berkomunikasi.
Namun, setelah sarapan pagi tadi, Bunda menelponnya, meminta Asia dan Arhab untuk datang ke rumah agar bisa makan malam bersama. Asia sendiri menyanggupi, dengan kaku, Asia juga menanyakan pada Arhab yang hanya dibalas dengan anggukan dan deheman singkat. Rasanya Asia jadi serba salah, Arhab banyak bicara, dia marah. Dan ketikab Arhab tak berbicara, dia malah resah, Asia benar-benar tidak mengerti apa maksud dan ingin hatinya saat ini.
Asia menghembuskan napas kasar, memilih untuk memejamkan mata.
Namun suara hembusan itu pun dapat kuping Arhab tangkap dengan jelas. Mengalihkan pandangan dari arah jalanan sejenak, Arhab pun mendapati Asia yang tengah bersender nyaman di jok mobil. Kepala gadis itu sedikit miring dengan mata tertutup.
Arhab hanya geleng-geleng kepala, ia juga tak mengerti akan situasi yang tengah terjadi. Rasanya seharian ini ia ingin menghindari Asia, saat menatap wajah cantik itu, fokus Arhab selalu saja pada bibir merah merekah layaknya bungan mawar yang Asia miliki. Gawat, rasanya candu. Arhab masih bisa merasakan momen dimana ia mencium Asia, jantungnya berdentum menderu dengan cepat, napasnya dan Asia yang tidak beraturan saling membalas dengan gugup. Sementara bibir yang tengah saling mengenalkan diri itu terasa lembut. Kalau saja Arhab tidak bisa menahan nafsu, maka sudah dipastikan ia akan keblablasan.
Arhab mengedipkan mata jernihnya saat melihat lampu merah, ia ketuk-ketukan jari telunjuknya pada pengendali si mesin besi beroda empat itu. Selama terdiam, pikirannya sudah meracau, ia benar-benar bingung, bagaimana cara agar situasi kembali seperti semula? Bagaimana cara agar semua rasa canggung ini menguap? Baik dari dirinya maupun Asia.
Setelah sedikit lama berpikir, dan menjalankan kembali mobilnya, Arhab pun memutar kemudi ke arah kanan, memasukan mobil itu ke area rumah sang Umi dan memarkirnya.
Kembali laki-laki itu melirik pada Asia yang belum juga membuka mata. Apa, dia tertidur? Pikir Arhab.
Namun, Arhab memilih mengacuhkan saja, ia membuka pintu mobil, keluar dan berjalan menuju pintu rumah. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba Arhab berhenti, badannya ia balikan lalu memandang mobil itu lekat-lekat.
"Ah, dasar!" keluh Arhab sembari kembali menuju mobil.
Ia mengetuk-ngetuk kaca. "Asia, lo tidur?"
"Asia ini kita udah nyampe di rumah umi."
"Asiaaa." Arhab geram, ia pun membuka pintu mobil dan mengguncang badan istrinya. "Asiaaaa! Ya Rabb."
"Hmmmmm."
Mendengar Asia mengerang, Arhab pun memelekan paksa mata Asia, membuat wanita itu berjengkit. "A-apaan sih, lo!?"
"Dasar kebo! Lo tidur udah kayak orang pingsan aja."
"Loh, emang udah nyampe?"
"Menurut lo?" Arhab memincingkan sebelah matanya pada Asia, lalu kembali menapak-napakan kakinya pada tanah, meninggalkan Asia yang melongo.
Apa ... apa, Arhab benci dan menyesal karena kejadian subuh tadi? Apa mungkin, sebenarnya Arhab tak ingin mencium atau diciumnya?
Hahhhhh ....
Kenapa jadi serba salah begini, Asia hanya mencoba menjadi seorang istri yang baik bagi Arhab, Asia hanya ingin menjadi seorang istri salehah di mata Sang Maha Kuasa. Tapi, Arhab ... dia memang benar-benar keberatan dengan kejadian tadi pagi. Asia mungkin tidak harus memulia ciuman itu, Asia mungkin tidak harus terlalu menuruti ucapan Arhab. Asia seharusnya sadar diri, bahwa dia adalah istri yang tidak diinginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astagfirullah, Husband! [RE-UPLOAD]
SpiritualAsia itu air dan Arhab itu batu. Sekalinya disatukan pasti akan bertubrukan. Menjadi tetangga sekaligus musuh sejak kecil membuat Asia tidak ingin dinikahkan dengan Arhab. Asia sendiri bahkan tidak mampu membayangkan, betapa kacaunya rumah tangga y...