Asia membuka pintu lemarinya, mata bulat coklatnya menelisik semua baju yang ada di sana. Setelah menganggukan kepala sembari menipiskan bibir indah yang dirinya miliki, Asia pun mengambil salah satu gamis simpel berwarna pink dengan cepat. Sepertinya akan bagus untuk dikenakan hari ini, Asia juga mengambil khimar hitam panjang, yang bisa menutupi punggung dan dadanya.
Menengok ke arah belakang, Asia lagi-lagi harus mendesah berat. Hari ini adalah hari pertama mereka kembali memasuki kelas, tapi Arhab masih berleha-leha di kasur sembari bermain game. Dasar ...! Asia mendekati Arhab, lalu menjewer kuping suaminya dengan sadis.
"Aduhhhh, lepasin! Apaan sih lo?!"
"Lo tuh nggak bakal berangkat kuliah?"
Arhab menyimpan handphone hitam miliknya terlebih dahulu dengan asal di atas kasur. Ia menarik tangan Asia lalu membuat wanita itu berada dipangkuannya.
Arhab menyeringai ketika melihat Asia melotot, namun wanita itu tidak berkutik. Alis hitam rapih milik Asia terangkat, raut dan sekujur tubuhnya terasa begitu tegang. Ha ha ha, Arhab sih, tidak bermaksud apa-apa, wajar 'kan jika seorang suami bermanja atau dimanjakan oleh istri?
"Lo pilihin bajunya, tolong setrika juga. Lo 'kan istri gueee!"
Asia menelan saliva, berada seintim ini dengan Arhab membuatnya mati kutu. Entah kenapa, tapi jika dilihat dari posisinya sekarang, Arhab terlihat begitu tampan. Hidung mancung, matanya ... Asia sangat menyukai bagian itu. Jernih dan bersinar, bentuknya sempurna, indah sekali. Asia sendiri iri akan apa yang Arhab miliki. Andai mata itu ada pada wajahnya, pasti Asia akan merasa jika ialah wanita tercantik di dunia.
"Jawaaab woy! Malah ngelamun lo?!"
"I-iya, gue pilihin. Tapi lepas dulu dong, susah nih!"
"Gue gendong."
"Astagfirullah!" Asia menjerit, ia melingkarkan tanganya di leher Arhab. "Lepasin gue Arhab!"
Arhab menaikan kedua alis matanya. "Ok"
Bruuk
"Arhaaaab ... sakit tau! Lo maunya apa sih?!"
"Lah? Kok gue lagi yang salah? Kan tadi lo yang minta dilepasin."
Asia mencoba berdiri, memegangi bokong yang baru saja mencium ubin. Terasa benar-benar sakit, apakah pinggangnya patah. Hoh, hayolah, dijatuhkan dengan sengaja itu lebih sakit dari pada jatuh secara alami. Dasar Arhab, dia memang tidak memiliki hati, otak dan pikiran. Tega sekali!
"Nggak gitu juga!" Asia cemberut. "Dasar lo nggak punya otak!"
"Lo yang nggak ada otak. Serba salah mulu. Nih ya, kalau gue nggak ada otak. Gue nggak bakalan masuk ke fakultas Kedokteran. Gue lebih pinter dari lo. Jangan lupa itu!"
"Kalau lo emang ada otak, lo pake dong, bukan dianggurin aja. Nurunin orang dari gendongan itu pelan-pelan 'kan bisa. Jangan sekaligus kayak gini, ngebahayain, bikin sakit. Lo mau ngerasain emangnya?"
"Ya, enggak mau," jawab Arhab cuek, sembari melipat kedua tangan di dada.
Astagfirullah.
Asia sabar ya ... kamu harus sabar, mungkin otak Arhab sedang miring pagi ini. Iya, wanita salehah harus pandai-pandai menjaga emosi. Arhab memang ujian, ujian yang datangnya dari Allah, agar kamu bisa jadi sosok yang lebih sabar lagi. Allah sedang menguji keimanan kamu Asia ayo, mengalah ....
Asia mengangguk setuju, akan semua monolog di dalam hatinya. Menatap Arhab sebentar, akhirnya Asia memilih untuk pergi meski dengan langkah tertatih-tatih menahan sakit. Tidak apa-apa, mungkin ini akan menjadi salah satu ladang amal untuk dirinya. Asia kembali membuka lemari, memilih sebuah kaos hitam pendek polos, dan kemeja biru kotak-kotak. Ia juga menyiapkan celana khaki panjang, yang dominan mengisi lemari pakaian Arhab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astagfirullah, Husband! [RE-UPLOAD]
Tâm linhAsia itu air dan Arhab itu batu. Sekalinya disatukan pasti akan bertubrukan. Menjadi tetangga sekaligus musuh sejak kecil membuat Asia tidak ingin dinikahkan dengan Arhab. Asia sendiri bahkan tidak mampu membayangkan, betapa kacaunya rumah tangga y...