Hari baru di rumah baru. Asia memang merasa tidak terlalu leluasa, karena ia harus satu atap dengan Arhab. Tapi, bagaimana lagi, Arhab 'kan suaminya, mana mungkin ia tak menghormati seorang suami. Meski Arhab sendiri tak pantas untuk di hormati. Bagaimana tidak? Rasanya tubuh Asia remuk hingga ke tulang-tulangnya, tega sekali Arhab membiarkan Asia tidur di meja belajar. Tadi malam, Asia memang mengerjakan tugas kuliah yang belum selesai, selain itu, ia juga sibuk menyalin materi karena beberapa hari ini ia tidak masuk kelas.
Menurut Asia, apa susahnya sih, membangunkan ia. Toh, nanti ia sendiri yang akan menggelar kasur lantai, ia tak akan mengganggu Arhab. Tapi ....
Tadi pagi saat Asia terbangun, Arhab malah sudah siap untuk salat Tahajud. 'Kan menyebalkan sekali, suami macam apa Arhab ini. Tidakkah dia mau mencontoh perilaku Rasullullah kepada Aisyah? Rasul 'kan selalu memperlakukan Aisyah dengan lemah lembut penuh cinta. Ah ... andai ia tidak menikah dengan Arhab, apa mungkin ia akan mendapatkan sosok laki-laki seperti itu? Yang mau memperlakukannya dengan baik dan penuh cinta.
Asia menghembuskan napas. Ia pun menyeka peluh yang ada di keningnya. Asia baru saja mengepel rumah. Beres-beres rumah 'kan salah satu tugas seorang istri, jadi Asia sedang mencoba membiasakan itu mulai dari sekarang.
Asia pun menyimpan kain pel dan ember di pojok dapur, di mana alat-alat kebersihan tersimpan. Ia membersihkan tangan lalu beranjak membuka-buka rak dapur, mencoba mencari beberapa bahan. Rencananya hari ini ia akan membuat bolu gulung.
Betapa lekat diingatan Asia ketika hari raya lebaran taun lalu. Arhab, Ayah, dan Umi berkunjung ke rumahnya. Saat itu, Bunda menyajikan kue bolu yang dia dan Asia buat. Tak disangka, Arhab menghabiskan satu piring bolu itu sendirian. Tak tau malu sekali anak itu.
Asia geleng-geleng. Tangannya bergerak mengambil telur, tepung, gula pasir dan lain hal yang sudah sangat ia hapal. Asia memang suka membuat bolu-bolu semacam ini, sang Bunda memang sering mengajarkannya sejak dari SMP. Selain itu, membuat bolu gulung adalah hal mudah baginya. Dijamin tidak akan gagal.
Asia mencampurkan semua bahan kecuali butter yang sudah dilelehkan. Dan barulah, saat dirasa bahan sudah mengembang, masukan sedikit-sedikit lelehan butter yang sudah didinginkan atau sesuai suhu ruangan. Dan kembali aduk dengan menggunakan spatula.
"Woy! Ngapain lo?!"
"Astagfirullah! Arhab!"
Bibir tipis sedikit kemerahan milik Arhab tertarik, menciptakan sudut lengkung. Gigi putihnya terlihat, mata hitamnya sedikit terpejam. Arhab benar-benar dibuat tertawa oleh ekspresi Asia.
"Lagian lo serius banget sih!"
"Iyalah, gue lagi ngaduk adonan. Mana gue tau kalau lo udah muncul aja di belakang gue kayak jin."
"Manusia yang lo sebut kayak jin ini, suami lo yah ...."
"Bodo amat!" ucap Asia. Tangan putih lentiknya kembali sibuk mengaduk adonan. Ia benar-benar tak ingin menghiraukan Arhab.
"Lagi buat apa emangnya? Hm?" Kaki-kaki besar dan sedikit berbulu milik Arhab bergerak, silih bergantian untuk mendekati Asia.
"Bolu gulung, buat cemilan di rumah."
"Uchh! Istri yang baik dan solehah." Arhab mengelus dengan kencang kepala Asia yang ditutupi oleh khimar.
"Lo nggak bisa diem hah?!" Asia berteriak, mata sayunya mendelik pada Arhab. Tapi, laki-laki itu justru tertawa senang. "Pergi gih, nanti lo tau makan aja, jangan ganggu."
"Nggak ah, gue mau liatin lo masak aja."
"Nggak mau!" Sudut siku tangan Asia langsung mengenai perut rata Arhab dengan keras.
Laki-laki itu pun mengaduh, memegangi perutnya sembari berjongkok. Istrinya memang paling tega.
"Lo bisa gue laporin atas tindak KDRT loh, sakit ini!"
"Terus, gue harus peduli gitu?"
Asia menyimpan wadah yang berisi adonan. Lalu membalikan badan kecil nan imutnya, bibir yang ia beri sentuhan lipglost itu menyeringai senang, menertawakan Arhab yang masih berjongkok kesakitan. Sebut saja Asia tega, tapi 'kan dia sudah sangat kesal. Kalau hanya diberi tau, Arhab tidak akan menurutinya. Maka, satu-satunya cara adalah memberi Arhab pelajaran yang menyakitkan.
Padahal, apa susahnya sih, tidak menganggu Asia memasak. Nanti 'kan Arhab juga tinggal makan-makan saja apa yang dia buat, tidak harus ikut repot untuk merecoki.
"Lo tau? Laki lo ini baru beres nyuci mobil. Capek. Ke dapur bukannya dikasih minum, ini malah dikasih sikutan, di perut lagi. Sakit banget tau. Emang lo nggak sadar diri, kalau badan lo itu tulang semua? Sakit!"
"Lebay lo. Inget ya, bukan lo doang yang capek. Gue juga. Gue masak, nyuci piring, sapu-sapu, lap lantai ... coba, banyakan mana kerjaan lo atau kerjaan gue?"
"Laki-laki emang selalu salah!" Arhab merangkak, bergerak untuk duduk di meja makan. Sebenarnya ini memang sakit, tapi tidak terlalu. Ia hanya ingin mendramatisir keadaan aja. "Ambilin gue minum."
"Lo ada kaki, ada tangan juga. Pasti bisa ngambil sendiri," omel Asia dengan wajah cemberut hingga alis hitamnya menukik ke arah bawah. Namun tak urung, ia bergerak mengambil gelas dan mengisinya dengan air.
Setelahnya, ia memberikan gelas itu pada Arhab. Matanya terus menelisik tajam, memperhatikan Arhab yang tengah minum dengan cepat, dapat Asia lihat dari jakunnya yang naik turun. Arhab seperti manusia yang tidak menemukan air selama berhari-hari.
"Lagi," pinta Arhab, sembari memberikan gelas kosong itu pada Asia.
Asia tak banyak berbicara, ia hanya mengambil gelas dan kembali mengisinya.
"Udah ya, gue mau buat bolu gulung. Lo suka 'kan? Jadi, jangan ganggu ya?"
"Gue nggak suka-suka banget tuh, sama bolu gulung."
Hikss ... Asia benar-benar ingin menangis mendengar penuturan Arhab barusan. Kesal-kesal-kesal! Asia sangat kesal.
"Ok, kalau lo nggak suka nggak apa-apa. Setidaknya, lo jangan ganggu gue please. Gue pengen istirahat, mandi, dan tidur."
Arhab menaikan kedua alis rapi dan sedikit tebalnya. Bibir bawahnya ia majukan, dengan kepala yang diangguk-angguk. Hal itu membuat Asia bernapas tenang, akhirnya laki-laki itu bisa menurut juga.
Ternyata, mengalahkan Arhab itu cukup dengan kesabaran. Kalau sama-sama keras, semua tidak akan beres dengan mudah.
Asia kembali untuk menuangkan adonan kedalam loyang. Sebelumnya, ia juga melapisi loyang itu dengan kertas roti. Namun, tak lama ia memelototkan mata saat merasa jika perutnya dilingkari oleh tangan seseorang.
"Gue nggak bakal ganggu lo lagi, ini yang terakhir," Arhab berbisik, wajah mereka begitu dekat. Membuat Asia merinding. "Setelah gue ...."
Arhab mengusap-ngusap seluruh wajah Asia dengan tangan besarnya yang berlumur terigu, sembari tertawa bahagia.
Sementara Asia sendiri hanya dapat memejamkan mata, napasnya tidak teratur, bahunya naik turun. Asia pun berteriak, "Arhab ... suami macam apa sih lo?!"
Dan Arhab pun memilih kabur ....
Halow, kalau ada yang mau baca cerita ini lebih lanjut, silahkan ke aplikasi Kubaca yaaa
📚Kalau ada TYPO tolong bantu tandai.
📚Sebaik-baiknya bacaan adalah Al-Qur'an
📚Jangan lupa Dzikir dan SalawatSebagai penutup
Saya mengucapkan terimakasih
Assalamu'alaikum wr.wbHormat saya
ResaAnisa
KAMU SEDANG MEMBACA
Astagfirullah, Husband! [RE-UPLOAD]
SpiritualeAsia itu air dan Arhab itu batu. Sekalinya disatukan pasti akan bertubrukan. Menjadi tetangga sekaligus musuh sejak kecil membuat Asia tidak ingin dinikahkan dengan Arhab. Asia sendiri bahkan tidak mampu membayangkan, betapa kacaunya rumah tangga y...