First Day

67 19 14
                                    

Kadang, diam-diam itu menyimpan luka. Luka yang menjadi sebuah pilihan. Makin terbuka karena dibiarkan, atau ditutup dengan banyak resiko dan hantaman. -MR

Seperti biasa, di awal tahun pelajaran akan ada MOS, yang sekarang diubah menjadi MPLS atau kepanjangannya yaitu Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah.

Aku tak mengerti mengapa mereka merubah nama singkatan itu. Padahal ujung-ujungnya memiliki makna yang sama.

Dulu saat aku diterima di SMP, kukira MPLS adalah hal yang mengerikan. Kakak sepupuku mengalaminya. Ia disuruh memakai totebag berwarna pink, membawa bekal makan siang yang di tata selucu mungkin dan sebagainya.

Seperti yang di sinetron sinetron televisi ceritakan. Namanya juga sinetron, pasti memcari konflik agar penonton tidak bosan dengan ceritanya. Tapi tidak, MPLS pada jaman aku SMP seperti air tawar, rasanya tawar dan membosan kan. Ya memang, MPLS sudah tidak diperbolehkan lagi menjahili dan mengerjai junior yang ujung-ujungnya akan menjadi bullying.

Kini aku menjalani MPLS di SMA ku dengan apa adanya. Hanya saja agak menjengkelkan karena tugas-tugas yang OSIS berikan yang katanya bertujuan untuk mengenal lingkungan sekolah.

Aku diterima di salah satu sekolah favorit di Jakarta. Dikarenakan nilai Ujian Nasional yang bagus pula aku bisa diterima di sekolah tersebut.

Kudengar gosip-gosip tentang sekolah ku ini, katanya yang masuk rata-rata memiliki kemampuan financial yang di atas rata-rata.

Ya, sekarang aku telah membenarkan gosip-gosip tentang sekolah ku ini. Baru MPLS, aku hampir terlambat dikarenakan mobil-mobil yang menurunkan anak mereka, yakni para murid di sekolah ku.

Sungguh sebenarnya aku jengkel. Untuk apa mereka berangkat sekolah menggunakan mobil? Yang ada mereka hanya membuat pencemaran polusi dan kemacetan.

Esok-esoknya aku akan menyuruh ayah ku mengendarai motor dengan kecepatan penuh.
Tapi sepertinya akan sia-sia, karena aku pun juga selalu bangun terlambat.

Meskipun hanya menempuh waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke sekolah dengan motor, tetapi bisa mencapai 20 menit dikarenakan hanya untuk mencapai gerbang harus bermacet-macetan dengan mobil-mobil yang super menjengkelkan itu.

Dan saat MPLS pula, aku mendapat teman, beruntungnya aku sebangku dengan teman SMP ku, ya setidaknya aku tidak harus mencari teman sebangku dari orang asing. Dia adalah Annabelle Charoline.

"Gue Annabelle Charoline. Lo kayaknya gak asing deh. Kita satu SMP kan ya?"katanya sambil menggantungkan jabat tangan.

"Ya kita satu SMP, gue Ellena Dorothy" kutahu dia teman SMP ku. Dia cukup popuper dikarenakan kepercayaan dirinya dan mungkin kecantikannya?

"Lo duduk sama siapa? Gue sendirian, pengen duduk sama gue gak?" tanyanya. Sejujurnya aku ragu ingin duduk dengannya. Tapi entahlah instingku mengatakan coba saja.

"Hmm... boleh..." jawabku. Kita menduduki bangku ke tiga dari depan dan barisan kedua dari pintu. Setelah itu kita hanya diam-diam saja tak ada yang bersuara.

OSIS pun mengintrupsi untuk meperkenalkan diri masing-masing dan menghafal nama teman-teman baru. Tapi aku tak peduli. Aku lemah dalam mengahafal.

Setelah itu, hari-hariku berjalan seperti biasa. Sebenarnya tak biasa. Karena teman-temanku kini lebih bebas dalam berkata maupun berbuat. Kebun binatang keluar setiap saat.

Sungguh aku risih. Dahulu saat aku SMP mengeluarkan umpatan saja sudah diomeli oleh pentolan kelas dikarenakan kelas ku itu memang benar - benar unggulan dalam prestasi maupun perbuatan.

ReliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang