Kidnapped

29 5 0
                                    

Hal terburuk dalam hidup adalah ketika mimpi terburuk secara tak terduga menjadi kenyataan.- AD

⚠️Mengandung kekerasan⚠️
.
.
.

"Mmppphh," sudah kucoba berulang kali untuk berteriak. Aku tak tahu apa yang terjadi kepadaku. Saat aku terbangun, rasa pusing di kepala menyapaku dan tanganku diikat pada kursi yang kududuki dengan mulut yang diplester dan disumpal kain disebuah ruangan gelap dengan remang cahaya rembulan.

Apa gue diculik? Pikiran negatif-negatif itu selalu memenuhi otakku. Aku bertanya-tanya apa yang teman-temanku lakukan. Apa aku ini benar-benar tak ada yang memedulikan. Sampai-sampai temanku tak ada yang mencariku?

Brakk suara pintu terbuka kencang membuat silau cahaya lampu masuk ke dalam ruangan. Langkah-langkah kaki memenuhi suara ruangan.

"Mppphhh," aku mencoba memberi kode kepada orang itu agar membuka plesteran yang membungkamku ini.

"Mau ngomong?" tanyanya serius.

"Mppphhh," kujawab beserta dengan anggukkan. Orang itu pun mencabut plesteran dan sumpalan kain yang menyumpal mulutku sampai kering.

"Aawwhhh," ringisku merasakan perih di mulut akibat plester yang dicabut kasar.

"Siapa lo? Gue dimana?" tanyaku dengan emosi mempelototinya. Orang itu hanya berjalan melingkariku. Aku tak bisa melihatnya, namun bisa kudengar dari langkah sepatunya.

"Nyalakan lampunya," perintah orang itu pada pengikutnya. Lampupun menyala dengan terang dan membuatku mataku buta sesaat karena silau berlebih. Aku melihat orang itu memakai setelan rapih, diikuti beberapa pengikutnya dengan beberapa dari mereka seperti preman.

"Hai Ellena," sapanya.

'Bagaimana dia tahu nama gue?' bingungku dalam hati.

"Tak usah bertanya-tanya mengapa saya mengetahui nama kamu," sahutnya seakan dia mengetahui pikiranku, "Nama yang bagus, sepertinya kamu orang kaya ya?" tanyanya menginterupsiku.

"Sok tau lo! Bapak gue supir angkot!" bohongku.

"Oh ya? Saya lihat kamu memiliki wajah kalangan atas punya, dan juga teman-temanmu itu... mereka memang terlihat seperti anak konglomerat," ucapnya seakan mengintai teman-temanku cukup lama.

"Mereka yang kaya, gue cuman numpang beasiswa doang," dalihku, "Udah deh, lepasin gue aja, enyak gue sakit keras kasian enyak gue di rumah g*bl*k, gaada yang bisa lo peres dari gue," lanjutku berbohong dan menantangnya menyembunyikan ketakutanku.

"Hmm.. sayang sekali kamu tidak membawa handphone, padahal nih ya," orang itu mendekat padaku, "Kalau kamu membawa handphone, saya akan menelepon orang tua kamu dan meminta tebusan untuk kamu, sayangnya kamu tidak membawa handphone, maka dari itu saya akan menjual kamu ke sebuah rumah mucikari, Hahahahaha," dia mengakhiri ucapannya dengan tawa.

"Gue sumpahin tit*t lo abis di makan buaya!! Lidah lo abis di makan anj*ng!!!" kuberi sumpah serapah bertubi-tubi padanya.

"DIAM KAMU!!" bentaknya, "Setidaknya, jika kamu tak memiliki harta, bukankah kamu memiliki tubuh yang sangat berguna?" tatapnya horor sembari mengapit kedua pipiku di dalam genggamannya dengan kencang.

'Maksudnya apa anj*ing. Kenapa gue jadi takut?' Cemasku melihat tatapan orang itu yang seakan-akan menelanjangiku.

"Dilihat-lihat badan kamu lumayan bagus," orang itu menyentuhku seakan mengecheck tubuhku.

'Gue jijik. Gue takut. Siapapun tolong,' teriakku dalam hati.

"Hmmm... sepertinya kamu bisa di jual sangat mahal di lihat dari kualitas kamu," ucapnya.

ReliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang