Jika ku harus memilih, ingin tetap hidup atau mati. Ku tanyakan pada Tuhan apa yang lebih bermakna, hidup dengan siksa atau mati karena cinta. - AFR
Setelah beberapa minggu aku mengikuti eskul silat. Aku mendapat banyak pelatihan dalam kategori fight dan seni. Dahulu, saat aku mengikuti eskul karate, aku lebih memilih kata dibanding kumite. Karena menurutku lebih mudah. Tetapi, sekarang bagiku lebih mudah fight, dibandingkan seni.
Hari ini, adalah pertama kalinya kami akan melakukan praktik bertarung setelah sekian lama berlatih teknik-teknik dasar. Karena badanku yang sedikit berisi ini, aku terpilih berlawanan dengan seorang kakak kelas yang selama ini kulihat cukup ganas.
"Ellena melawan Charline," pelatih mengumunkan tanda akan dimulainya pertandingan.
"Semangat Rothy coklat!!!" ucap Jasmine.
"Kemaren keju sekarang coklat??" tolehku.
"Kulit lo item!! Gue cuman becanda doank! Biar ga tegang! Ga usah ngegas!" ujarnya.
"Cuma nanya elah!"
"Fighting!!! Jangan kalah nanti gue yang malu!!" semangatinya sembari menepuk-nepuk bahuku.
Aku pun berdiri mengabaikannya dan merapihkan pakaian ku.
"Silahkan Ellena berdiri disini," titah pelatih menunjuk bagian sisi kiri.
"Charline silahkan berdiri sini," tunjuk sisi kanan pelatih pada kak Charline.
Aku pun menatap kak Charline. Aku benar-benar grogi. Badannya yang bisa dibilang kurus itu, memiliki otot yang tak seperti wanita pada umumnya. Kuyakini dia memiliki roti sobek. Mungkin karena itu, badannya terlihat sedikit berisi.
"Bersedia?" toleh pelatih padaku dan kak Charline. Aku dan kak Charline mengangguk.
"Mulai,"
'Tuhan bantu aku' batinku.
Aku pun langsung maju selangkah untuk menakuti lawan, namun aku terlalu cepat menyerang dan terlalu percaya diri, dia pun maju dan langsung menendangku.
Akupun terjatuh "akkhhh," Mengapa langsung skakmat? Belum semenit pun berlalu.
'Kayaknya lecet' aku memegang ujung bibirku yang berdenyut.
"Gila Charline! Maju terus!" sorak penonton pertandingan kami.
Aku pun bangun dan memasang kuda-kudaku. Dia pun maju dan bersiap-siap menyerangku. Aku pun mundur dan bersiap menendangnya. Namun, taktikku salah lagi, aku jatuh terbanting.
"Awww sakit," kali ini bukan aku yang berteriak , penonton lah yang berteriak.
Sudah tak perlu diragukan lagi sakitnya. Aku terjatuh dengan posisi yang salah. Aku pun bangun dengan sedikit bantuan pelatih.
"Lanjut?" tanya pelatih. Pelatihku memang tidak terlalu memaksakan pertandingan pada murid kelas sepuluh. Karena kami pun masih belajar dan beradaptasi.
"Ya," balasku.
Aku memasang kuda-kudaku lagi. Kali ini aku menghindar dan menghindar. Aku menunggu saat yang tepat, dimana dia akan kebingungan dan saat itu pula aku akan menyerangnya.
Saat dia mulai kebingungan, aku bersiap untuk menyerangnya. Aku pun menendangnya. Yes, kena, tapi karena terlalu ambisius dan ceroboh, aku tak mengindahkan teknikku dengan benar. Aku menendangnya pas terkena engselku.
Brukk,
"Uugghhh," aku dan kak Charline pun jatuh bersamaan.
Penonton berbondong-bondong datang dan melihat keadaanku dan kak Charline. Ada yang membantuku, adapula yang melihat saja. Sedangkan kak Charline, dia hanya jatuh, tapi tak lecet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relief
Teen FictionKata orang, akan selalu ada pelangi setelah hujan. Tapi, terkadang pelangi tak terlihat setelah hujan. Kau tahu mengapa? pelangi ada di langit jauh di atas sana, sedangkan aku, aku hanyalah makhluk yang menampaki tanah. 🔥Jangan lupa follow, vote d...