Escape

41 3 0
                                    

Dinginnya hujan menusuk raga. Kejamnya takdir menusuk jiwa.-AD

Brekkk, bajuku robek. Hanya tersisa kain yang menutupi bagian dadaku. Sungguh aku malu. Aku jijik berpakaian seperti ini. Tangan mereka dengan berani sudah menjamah tubuhku. Sungguh menjijikan.

Aku tak tahan lagi.

"Aaarrrggghhhhh," dengan sekuat tenaga aku melepaskan diri dari dekapan mereka. Aku tak ingin ilmu bela diri yang sudah kupelajari selama ini menjadi sia-sia.

Aku berhasil terlepas dari jeratan tali di tanganku. Aku berdiri memandang mereka menusuk. Ku berusaha untuk tidak memberikan tatapan lemahku pada mereka.

Dengan pelan ku angkat tanganku, bersiap bertarung. Lalu, cepat-cepat berusaha melepas ikatan tali Annabelle.

"Lo bisa diri kan?" tanyaku pada Annabelle. Ia pun mengangguk. Aku membantunya berdiri sambil menatap orang-orang itu, berusaha waspada.

"Kamu mau kemana Ellena?" tanya 'orang itu' dengan nada yang menjijikan, "Disini itu tengah hutan, jauh dari pemukiman. Kalau kamu pergi, paling tidak kamu bertemu dengan hewan-hewan buas dan liar," ucapnya berusaha melemahkanku.

"Bukannya lebih baik mati dimakan singa dari pada hidup disini?" ejekku dengar smirk.

"Jadi, kamu lebih mending di luar ya? Baiklah silahkan pergi. Saya mempersilahkan kamu, kalau takut dan ingin kembali, pintu ini terbuka untukmu," bullshitnya.

"Hahaha paling lo cuman pecundang yang hanya bicara. Pasti nanti lo ngejar gw lagi kan?" curigaku.

"Uuuhhhh kamu tak percaya saya? Tenang saja, karena saya juga takut pergi ke luar sana, apalagi ini masih pagi. Kamu tau kan, hewan-hewan di hutan pasti lagi nyari sarapan, lebih mending saya disini saja," 'orang itu' mempersilahkanku pergi dan menyuruh anak buahnya membiarkanku pergi.

"Awas aja bajingan!! Kalo sampe lo ngikutin gw, gw tendang tit*t lo sampe rata!!" ancamku sembari berjalan ke arah pintu.

"Hahaha!! Tidak akan mungking," tawanya.

"Gue liatin bajingan," kataku dan berlari pergi menjauhi tempat yang mengurungku itu sembari membantu Annabelle berlari.

Ditempat itu, "Bos, kok bos biarin mereka pergi?" tanya salah seorang anak buahnya, "Saya hanya menunggu waktu mereka lengah, kalian bersiap beberapa menit lagi kalian susul mereka, tunggu mereka kekelahan baru bawa mereka kesini," perintahnya licik pada anak buahnya.

"Baik boss," jawab mereka.
.
.
.

"Huftt huftt," napasku terengah. Ku tak tahu sudah berapa lama aku dan Annabelle berlari. Yang kami rencanakan adalah berlari sejauh mungkin dari tempat itu.

Aku melihat sekitar, benar kata 'orang itu', ini tengah hutan, daritadi aku tak melihat satupun rumah ataupun gubuk. Yang artinya memang ini adalah hutan yang berbahaya.

"Kita istirahat dulu disini," ucapku pada Annabelle dan dijawab dengan anggukan.

Beralam-lama ku melamun dalam diam. Bayang-bayang itu mondar-mandir di ingatanku. Aku merekam dan mengingat kejadian itu. Tangan mereka, wajah mereka. Mereka sudah mengotoriku dengan melucutiku.

"Aarrghh aarrgghhh," aku memukuli dan mencakar seluruh tubuhku berharap bekas-bekas sentuhan itu hilang, "Arrrgghhh gue kotor," jerit tangisku, "Aaaaaahhhh," ku menangis menjerit.

Bajuku yang sudah benar-benar robek, sangat tak layak dipakai. Aku sudah kotor. Tubuhku sudah terjamah tangan orang-orang itu. Aku dilucuti. "Aaaaaarrrrgghhhhh," teriakku.

"Ssttt tenang Roth, tenang," Annabelle membawaku ke pelukannya.

"Gue kotor Bel," surauku.

"Lo ga boleh menyakiti tubuh lo. Ini semua bukan salah lo Roth, lo korban," usapnya di rambutku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ReliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang