Sadness

331 30 6
                                    

Just my imagination.
Don't Judge.
Leave this work if you don't like it.
Don't copas.



Daniel menyesap ice Americano yang baru saja ia pesan sambil memandang interior kafe yang bergaya klasik, namun tetap mempertahankan unsur kemewahannya. Sebuah pesan masuk menginterupsi pergerakannya.

📩

Jihyo

Kau datang sendiri kan Niel?

Ya, kau dimana?

Aku sudah diluar, kalau begitu aku masuk

✉️

Setelahnya Daniel menutup layar pesan dan kembali menyesap minumannya. Tak lama, terdengar sebuah sapaan yang sangat familiar ditelinganya.

“Hai Niel”

Daniel menoleh untuk memastikan bahwa itu Jihyo, lalu mempersilahkannya duduk.

“Sudah pesan?” tanya Daniel.

“Tidak, aku tidak suka kopi”

Daniel mengangguk, ia lupa kalau Jihyo tidak menyukai kopi karena rasanya yang aneh.

“Oh iya, ada apa memintaku untuk bertemu?” tanya Daniel to the point.

Jihyo yang langsung ditembak pertanyaan, langsung mengeluarkan sebuah jar yang ia dapat dari Jae. Tanpa basa-basi ia langsung menceritakan semuanya pada Daniel. Dan itu sukses membuat Daniel terkejut hingga hampir memuntantahkan minuman yang sedang ia sesap.

Sorot mata Daniel berubah menjadi sendu. Jihyo tau, sangat mengetahui apa yang sedang Daniel pikirkan. Walaupun ia belum memiliki anak, tapi ia dapat merasakan tatapan kekhawatiran yang Daniel tunjukkan.

“Niel”

Daniel menatap Jihyo yang juga sedang menatapnya.

“Aku berkata ini bukan sebagai seorang dokter-” Jihyo menjeda perkataannya.

“Tapi aku berkata sebagai seorang teman” lanjutnya.

“Aku tidak ingin melihatnya sedih Ji”

“Aku mengerti, aku akan mendukung apapun keputusanmu Niel. Mau atau tidak kau memberitahu anakmu. Jujur saat aku harus terpaksa berbohong pada Jae. Aku tidak tau kalau dia adalah anakmu. Tapi disitu aku berbicara menggunakan feeling sebagai seorang anak. Betapa sedihnya jika sang anak mengetahui bahwa orang tuanya memiliki sebuah penyakit langka. Tapi akan lebih menyakitkan lagi jika anak itu tidak mengetahui kalau orang tuanya sedang berjuang melawan sebuah penyakit yang dideritanya”

Bagai tertusuk ribuan belati didadanya. Daniel merasakan sesak yang teramat dalam. Dirinya semakin dilema setelah mendengar penuturan Jihyo.

“Aku berharap atas kesembuhanmu Niel, jika kau ingin, aku memiliki kenalan yang mungkin bisa membantumu”

Daniel sudah tidak dapat mendengar dengan jelas setiap kata yang terucap dari julut Jihyo. Pandangannya mulai mengabur akibat bulir air mata yang memupuk di pelupuk matanya. Telinganya seakan tuli akibat rasa sesak yang dirasakannya.

Jihyo yang merasa kalau Daniel butuh privasi pun akhirnya pamit meninggalkan Daniel seorang diri.

Daniel segera menghubungi sahabatnya, Seongwoo. Dirinya akan pergi untuk menenangkan pikiran. Ia belum siap jika harus pulang dan bertemu dengan anak kesayangannya saat ini.

Good Papa Good Jae [Daniel - Jaehwan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang