Esoknya
Aku melakuakan apa yang Zafran bilang padaku untuk bertanya. Mengingat hal itu, aku jadi merasa bersalah. Walau sebenarnya tak dapat diyakini kebenarannya, tapi rasanya sudah melakukan sesuatu yang salah kepada Zafran. Aku ingin sekali bertanya apakah ia baik – baik saja. Namun, itu serasa mustahil. Mana sempat orang sibuk sepertinya mau menemui wanita yang sudah menyakitinnya ? Itu adalah perilaku orang bodoh. Ah, ya sudah lah. Nanti juga membaik.
Setelah menulis surat, aku makan cokelat kiriman yang biasanya diantarkan untukku pagi – pagi sekali. Sampai saat ini, pengirim itu masih menjadi misteri untukku. Berulang kali aku bertanya, namun tak kunjung mencari jawaban. Sebab aku yakin, orang itu pasti tak jauh dari sini. Nanati pasti ketemu walau aku tak berusaha mencari.
Habis sudah cokelat itu. Aku simpan bungkusnya ke dalam tas bersama kertas dengan tulisan " selamat pagi " , lalu pergi menuju kantin untuk membeli air. Di tengah perjalanan, tak sengaja aku melihat Zafran masuk ke perpustakaan. Melihat hal itu, aku tak bisa tinggal diam. Mulutku bekerja begitu saja lalu memanggil Zafran tanpa prediksi apa – apa.
" Zafran !!!" panggilku sembari berlari menuju tempat Zafran berada. Zafran sendiri berhenti di tengah pintu. Saat ia berbalik untuk melihat siapa yang memanggilnya, ia terkejut. Aku juga melihatnya. Di garis yang lurus di belakangku, ia juga meliaht siluet seorang pria yang melihatku dengan lebih dan berusaha untuk berjalan cepat dan mengahampiri. Namun aku sendiri berusaha menghampiri Zafran. Sebelum pria itu melaju lebih dekat lagi ke arahku dan merebut kesempatanku, juga selagi aku sudah tiba di depannya, Zafran menarikku masuk ke perpustakaan dan mengunci pintunya agar tak ada orang yang bisa mendengar mereka.
" Apa ?" tanya Zafran. " Ada perlu apa ? "
" Zafran, kamu tidak apa – apa ?" tanyaku. Hal ini membuat Zafran heran.
" Apanya ? Aku tidak paham dengan apa yang kau tanyakan. "
" Kamu sehat – sehat saja, kan ? Kamu tidak apa- apa, kan ? Aku takut kamu kenapa – napa. Aku,.........aku mau minta maaf. Tentang kejadian kemarin. "
" Kemarin ? Memangnya, ada apa kemarin? "
" Itu, waktu aku meninggalkanmu sendiri di belakang. Aku sudah salah. Harusnya aku tidak melakukan itu. Aku bukan taun rumah yang baik. Juga bukan teman yang baik. Aku sudah meningglkan temanku sendirian di belakang. Aku minta maaf, Zafran. Aku tidak bermaksud melakukannya. "
Zafran tertawa kecil.
" Menurutmu, aku akan marah kalau kau meninggalkanku sendirian di belakang ? Tidak, Diana. Aku bukan orang yang seperti itu. Aku meninggalkanmu pergi pulang, karena aku tau kamu sedang bahagia d atas sana, jadi aku tidak mau mengganggu. Sudahlah, tak ada kesalahan di sana. Kenapa harus disesali ? Kamu adalah teman terbaik bagiku, Dian. Teman yang berarti. Mana mungkin aku bisa marah padamu hanya karena hal sepele seperti itu ? Tidak, aku tidak akan marah jika hanya karena hal semacam itu. Emosi harus tau tempatnya. Orang tak boleh menempatkannya dengan semena – mena. Dan kuharap aku orang yang tau tempatnya. Dan, jika kau masih merasa bersalah, baiklah, aku memaafkanmu. Kalau masih merasa bersalah, jangan lakukan lagi. Oke ?"
Aku terseyum.
" Oke. "
" Nah, itu baru bagus. Aku suka kalau kau seperti itu. "
" Terimakasih. Oh, ya. Aku mau pergi ke kantin untuk beli air. Mau titip – titip ? "
" Boleh. Air satu, dan roti satu. Nggak keberatan, kan ?"
" Buat apa menawarkan kalau aku keberatan ?"
" Terimakasih. "
" Sama – sama. "
Aku keluar dari perpus lalu menuju kantin. Di sana aku sempat bertemu dengan Edgar yang sedang makan bakso. Iseng saja, aku berniat untuk menemani Edgar makan.
" Koq duduk ?" tanya Edgar. " Nggak buru – buru ? "
" Ya sudah, aku buru – buru saja. Tidak jadi di sini. Aku singgah saja. " kataku sambil pindah tempat duduk.
" Tidak, koq. Aku tidak mengusirmu. Hanya bertanya. Sini, sini balik." Sambil menarikku kembali. Aku menurutinya.
" Kangen, yaaa."
" Tidak, koq. Tidak juga. Siapa bilang ?"
" Tidak boleh bohong, lho..."
" Terserahlah. Aku tidak mau berdebat. Oh, ya. Aku mau mengajak kamu dinner nanti malam. Ada acara, tidak?"
" Hah ? "
Aku tercengang. Jantungku berdegup kencang sekali. Baru pertama kalinya aku menerima yang seperti itu. Aku bingung harus menjawab apa. Kalau dari kegiatan, sebenarnya sedang kosong. Dan kalau ditanya dari hati yang terdalam, sebenarnya dia sangat mau. Aku sudah jujur pada diriku sendiri kalau aku mungkin menyukai Edgar. Cukup meragukan bagiku untuk menolak. Tapi, hatiku belum siap untuk menjalani hubungan sedekat itu. Aku sendiri masih takut untuk menjalani itu. Bagaimana cara menghadapinya ? Dan, harus jawab apa ?
" Heh, dijawab, lah. Bagaimana ? Ada acara, tidak ? " tanya Edgar lagi. Kali ini, Edgar sungguh – sungguh menatapnya. Aku jadi makin gugup.
" Um....... Oke , deh. Aku usahakan, aku datang. Jemput, ya. " jawabku akhirnya.
" Oke. Jam tujuh, ya. "
" Oke. Bye. "
" Bye. "
Aku tersenyum. Walau timbul sedikit tanya, dan mau mengangkat alis, tapi sepertinya itu tidak perlu. Aku tak ingin mengangkat alis. Selagi ada kesempatan, kenapa tidak dimanfaatkan ? Eman !
Sejenak, muncul benak kecil di pikiranku. Dan kalau dipikir – pikir itu ada benarnya. Belum pernah aku memperhitungkan sejauh itu. Tapi kalau dilihat – lihat, semua jadi masuk akal.
Atau jangan – jangan, dia biang kerok dari pengirim tanpa nama itu ?
Dan selama ini, ternyata dialah pelakunya ?
04: Antara Aku, Kau, dan Dia
KAMU SEDANG MEMBACA
payung teduhku
RomanceHujan Yang Menawan Menawanku di hatimu yang penuh akan sabana cinta, Tidak bersabar dan tak mau mengalah. Lembut sebab rasa dan cantik. Hujan Yang Menawan Menawanku dalam lingkup kebahagiaan yang tiada taranya, membuatku tertahan d...