5. Ghibahin Mantan (Versi Revisi)

205 45 89
                                    

Ada sebuah mitos yang beredar di kalangan mahasiswa. Kabarnya, apabila menuliskan nama 'dia' di lembar terima kasih skripsi, hubungan mereka tidak akan berlangsung lama. Wah, andai saja mitos tersebut beredar di era Rajendra sedang mengerjakan skripsinya, ia tidak akan menuliskan nama Kartika di sana.

Saran Rajendra, jangan pernah menuliskan nama 'dia' di lembar terima kasih agar hubungan tetap bertahan hingga akhir. Tetapi apakah dengan menuliskan nama 'dia' akan selalu berakhir putus di tengah jalan? Tentu saja tidak. Bahkan sebelum menulis pun hubungungan bisa berakhir dengan alasan, 'aku mau fokus ngerjain skripsi dulu nih. Kita udahan aja ya?'. Nah, apabila bertemu dengan sosok seperti itu, lebih baik ditinggalkan saja. Karena sudah dipastikan mentalnya terlalu lemah.

Pertanyaannya, apakah Rajendra menyesal telah menuliskan nama Kartika di lembar skripisnya dan berakhir dengan kandasnya hubungan mereka? Tentu saja tidak. Walaupun secara kepribadian, Kartika lebih lembut dibandingg Tara. Perhatian? Iya. Penurut? Iya. Kaya? Sangat kaya hingga membuat Rajendra minder. Memang Kartika adalah sosok yang sempurna untuknya. Namun, semakin dewasa, Rajendra sadar bahwa yang ia butuhkan bukan sosok seperti Kartika. Ia butuh sosok yang tegas dan galak seperti Tara.

"Tebak siapa yang ketemu mantan sampe nggak bisa ngomong sama sekali?"

Tatapan tajam langsung Rajendra berikan kepada Tirta saat lelaki itu selesai mengoloknya. Mulut Tirta benar-benar tidak bisa dikontrol. Lagipula untuk apa memberikan informasi tidak penting seperti itu?

Memang benar Rajendra terdiam saat bertemu Kartika di evaluasi proyek sebelumnya pada hari Kamis lalu. Sebenarnya ia sering bertemu dengan Kartika karena mereka bekerja di bangunan yang sama dan hanya berbeda lantai saja. Namun tetap saja ia merasa canggung apabila bertemu Kartika. Aura orang kaya dari Kartika membuat Rajendra merasa takut.

Karena tatapan tajamnya tidak diindahkan oleh Tirta, bahkan membuat Doni ikut tertawa, Rajendra melempari mereka dengan kacang atom yang telah disediakan oleh tuan rumah. "Sialan kalian."

"Mas Jena mulutnya dijaga! Kedengeran Salma nanti!" teriak Laili dari dapur. Ketiganya langsung terdiam ketika mendengar teriakan dari istri tuan rumah. Tirta dan Doni yang tadinya tertawa kini terdiam. Laili sangat menakutkan ketika sudah mengeluarkan teriakannya. Bisa marah sewaktu-waktu. Bahkan Doni, suami perempuan itu, bisa ikut merasa takut akibat teriakannya.

Rajendra lupa kalau mereka sedang bertamu ke rumah Doni. Malam Minggu memang waktu yang tepat untuk kumpul bersama. Dulu, ketika masih muda, ketiganya sering menghabiskan waktu di kafe atau mabuk. Tetapi sekarang mereka, yang statusnya berubah menjadi ayah, harus berhemat agar dapat menghidupi anak istri mereka. Rajendra, walaupun belum berstatus sebagai ayah bahkan suami orang, juga harus berhemat untuk melunasi utang kepada bapaknya. Ia tidak boleh boros. Akhirnya mereka memutuskan untuk berkumpul di rumah dengan modal air putih, camilan, dan rokok saja. Hemat!

"Makanya kalau ngomong yang sopan dong!" desis Tirta.

Dan lagi-lagi Rajendra melempar kacang atom ke arah Tirta. Andai saja Tirta tidak mulai mengolok-oloknya tadi, ia tidak akan mengeluarkan kata kasar tersebut. "Ngaca! Kamu duluan yang mulai!"

"Kalian berdua diam atau aku usir dari rumah?" ancam Doni.

Ketika sudah diancam Doni agar diam, mereka harus menurut. Dalam buku pendoman pertemanan mereka, apabila Doni sudah memerintah mereka harus menurutinya. Termasuk saat diminta diam, mereka berdua harus langsung diam agar tidak diamuk oleh Doni.

Tetapi bukan Rajendra dan Tirta namanya kalau tidak bertengkar. Saat diminta untuk diam, mata mereka saling melotot. Bukannya memilih adu mulut atau otot, mereka malah memilih untuk adu tatap. Kurang kerjaan!

"Tapi, Tika makin cantik?" tanya Doni untuk mengalihkan topik agar kedua temannya itu berhenti adu tatap.

"Jelas dong! Cantik banget sampe Jena kicep pas lihat dia," jawab Tirta semangat. Dan tangan Rajendra langsung memukul kepala belakang Tirta. Korban kekerasan Rajendra itu pun langsung berteriak kesakitan sambil mendesis pelan saat mengumpati si pelaku.

Rajendra (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang