Rajendra punya Vespa kesayangan. Dulu ketika masih SMA, ia mati-matian menabung demi membeli Vespa. Awalnya ia tertarik ketika teman bapaknya datang ke rumah membawa Vespa. Kelihatannya sangat keren. Rajendra langsung tertarik. Ia terbanyang bagaimana rasanya berkeliling kota Solo dengan Vespanya. Dulu kota Solo belum seramai sekarang. Pasti keren kalau nongkrong sambil memamerkan Vespanya.
Agar bisa membeli Vespa, Rajendra rela berdiam diri di rumah ketika teman-temannya nongkrong di malam hari. Ia bahkan rela diperbudak bapaknya. Sepulang sekolah, bapaknya langsung meminta Rajendra untuk bekerja. Kata beliau, gaji Rajendra nantinya bisa dipakai untuk membeli Vespa. Mantab, Rajendra sudah terbiasa diperbudak sejak SMA.
Suryo, bapak Rajendra, memang tidak pernah memanjakan Rajendra. Menurut beliau, untuk apa memanjakan anak laki-laki, lebih baik diperbudak. Akhirnya, Rajendra harus bekerja di tempat bapaknya agar uang untuk membeli Vespa segera terkumpul. Dan kalimat usaha tidak pernah mengkhianati hasil, mungkin benar adanya.
Bersamaan dengan masuknya Rajendra di Unversitas Indonesia (UI) pada tahun 1988, Rajendra berhasil membeli Vespa PX Exclusice 2 warna bidu gelap. Waktu itu keadaan memang sedang kacau, Rajendra mungkin tidak patut bersenang-senang, Tetapi ia tidak peduli, yang penting ia mendapatkan apa yang ia inginkan.
Namun, pagi ini, Lestari, ibunya, meminta izin untuk menjual Vespa kesayangannya. Sekarang Vespa yang susah payah ia dapatkan itu menjadi pajangan di rumah. Vespanya terpaksa dipulangkan ke Solo setelah ia bekerja selama tiga tahun di Jakarta. Ketika di Solo, Vespanya sering digunakan bapaknya. Tetapi sudah beberapa tahun ini jarang digunakan. Hanya diservis rutin agar tetap sehat.
Sebenarnya sia-sia kalau Vespa yang ia beli dengan usahanya sendrii itu terpaksa dipensiunkan dini. Rajendra terpaksa mengganti Vespanya dengan Megapro karena Kartika, mantan pacar Rajendra, berhasil membujuknya. Perempuan itu bilang tidak nyaman kalau harus terus-menerus memakai Vespa. Katanya, jalannya terlalu lama. Mungkin Kartika gengsi. Dan bodohnya, Rajendra menurut. Hm, tambah sia-sia lagi karena pada akhirnya hubungan Rajendra dan Kartika tidak bertahan lama.
"Engga, Buk. Susah-susah Jena nabung, masa iya mau dijual?" kesal Rajendra.
Tentu saja Rajendra menolak. Vespa itu adalah simbol perjuangannya. Meskipun sudah lama tidak dipakai, Rajendra tetap ingin menyimpannya. Bahkan, rencananya ia akan membawa Vespanya ke Jakarta. Lumayan, bisa untuk jalan-jalan malam bersama Tara. Mumpung masih rajin diservis dan masih bisa digunakan. Toh, masih bisa digunakan dengan baik, mana tega Rajendra menjualnya?
"Lagian kan udah nggak kamu pake, Je. Jual aja ya?" bujuk ibunya, "Kalau udah banyak rusaknya, harganya bisa diturun lho."
Ia meletakkan sendok dan garpunya. Rajendra kehilangan selera makan ketika ibunya meminta izin untuk menjual Vespa kesayangannya. Padahal, Indomie kuah ayaam bawang yang sudah didambakan sejak lama itu masih tersisa setengah mangkuk.
Maklum, Rajendra tidak ada waktu untuk membuat mi instan. Sampai rumah ia langsung tidur. Pagi hari ia tidak sempat sarapan. Berhubung pagi ini ia bangun pagi, ia memutuskan untuk membuat Indomie. Toh makan mi instan pagi-pagi tetap nikmat kok, walaupun kadang membuat ulu hatinya sakit karena menngonsumsi tepung tanpa aba-aba.
Rajendra menghela napas kemudian mengembuskannya perlahan. "Vespa itu simbol perjuangan Jena lho, Buk. Jena mati-matian ngumpulin duit buat beli Vespa. Belum juga belajar kayak gitu demi masuk UI biar diizinin bapak beli Vespa. Nilai juangnya besar, Buk. Mana tega Jena lepas gitu aja?"
Salah satu syarat yang harus dipenuhi Rajendra saat ingin membeli Vespa adalah masuk UI. Bisa saja bapak Rajendra memintanya untuk masuk ke universitas negeri di Solo. Namun, bapaknya berpikir, Rajendra harus bisa mandiri ketika kuliah. Sebenarnya Rajendra bukan anak manja, tetapi ada kemungkinan ia akan terus bergantung dan susah menjadi mandiri kalau tetap tinggal bersama orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajendra (Selesai)
RomanceKalau ditanya Rajendra sudah siap menikah atau belum, jawabannya belum. Calon udah ada. Rumah udah ada. Restu udah ada. Terus kenapa kok belum siap nikah? Ada beberapa alasan ingin Rajendra jelaskan di sini. Love, eidr