chapter 3

6.1K 683 49
                                    

"Aku tidak tahu, bagaimana ya," Taeyong berkata dengan gelisah sembari menyesap kopinya.

Ten memutar bola matanya, "Bisakah kau berhenti bersikap seperti seorang lansia hanya untuk satu malam saja?"

Taeyong mengalihkan pandangan pada Yuta, mata memohon untuk membantunya menolak ajakan Ten, tetapi Yuta hanya mengedikkan bahu dan mengembalikan atensinya pada piringnya, "Jangan lihat aku, kakek." Ucapnya, menggigit croissant.

"Pergi ke kelab malam?" Taeyong menghela napas, "Bukannya kita agak terlalu tua untuk pergi ke kelab malam?

"Pertama-tama," Ten  mengerutkan hidungnya, "Bicara untuk dirimu sendiri karena beberapa dari kita masih punya tubuh yang berfungsi dan tidak menderita old bitch disease sepertimu."

Dia bicara dramatis sembari memindai sosok Taeyong dan meringis, "Dan kedua, aku tahu kau seakan-akan punya stroke hanya karena memikirkan melakukan sesuatu yang menyenangkan tapi keluar malam sekali tak akan jadi masalah." 

"Aku tidak datang dan makan bersama kalian hanya untuk diserang seperti ini." Taeyong mengeluh tetapi Ten mengabaikannya, menyingkirkan tomat di piringnya dan memberikannya pada Yuta. Tiba-tiba ia menyesal memberi tahu Ten ia libur hari Jumat.

"Ayolah," Ten membujuk, "Aku jarang melihat kalian akhir-akhir ini dan Jumat adalah satu-satunya aku punya hari libur karena bos sialanku tidak datang."

Yang itu, Taeyong tidak dapat mengelak. Ten baru-baru ini mendapat pekerjaan sebagai asisten personal seorang CEO di perusahaan IT, sementara Yuta dan Taeyong sering bertemu satu sama lain di rumah sakit apabila shift mereka berbarengan. Tetapi tetap saja, Taeyong masih tidak yakin; hari liburnya itu langka dan mengapa ia mau menghabiskannya dengan kegiatan sosial yang bikin sakit kepala jika ia bisa memasak makanan di rumah dan menonton film? Ia tidak menyuarakan pikirannya guna menghindari sengatan ucapan pedas Ten.

Ten, yang merasakan hawa skeptis mengudara disekitarnya berbicara lagi, "Ini kelab baru dan ada banyak gangster seksi nongkrong disana dan mungkin jika kau membuang rayuan penuh debumu ke dalam air kau bisa mendapatkan seseorang." Ia menaik turunkan alisnya menggoda dan Taeyong mengerang.

Hal pertama yang dikatakan Ten terulang dalam benak Taeyong; hal tersebut tidak mengejutkan mengetahui sebagian besar kelab malam populer di Seoul dimiliki oleh keluarga kriminal terkemuka, meskipun itu tidak masalah asalkan minumannya enak di musiknya bagus. Dia meragukan bagian gangster seksi, seperti kata Ten tadi, akan ada di kelab. Jarang seseorang yang elit terlihat di kelab malam kecuali untuk bisnis. Secara tak sadar, pikirannya kembali ke Jaehyun, tajam dan dingin dan berbahaya, dan ia memutuskan ia sudah bertemu cukup banyak gangster dalam hidupnya. Taeyong tidak tahu apa-apa tentang Jaehyun selain nama dan tanggal lahirnya, tidak tahu apakah dia seorang gangster dan jika iya, seberapa penting dia bagi jaringan kriminal di Seoul. Satu-satunya yang ia tahu adalah seseorang dengan senjata itu berbahaya, dan Jaehyun adalah seseorang yang bersenjata. Singkatnya, Jaehyun itu berbahaya.

Tapi itu bukan topik yang dapat ia bicarakan secara kasual kepada teman-temannya. Bagaimana keputusannya membantu seorang pria asing yang penuh luka membuatnya dikenal seorang pria seperti Jeong Jaehyun. Taeyong ingin menelepon Yuta hari itu, hampir tiga bulan lalu ketika dia pertama kali bertemu Jaehyun. Namun pada saat-saat terakhir, ia memutuskan bahwa yang terbaik adalah menyimpannya untuk dirinya sendiri karena takut membahayakan hidupnya sendiri, dan mungkin bahkan hidup Yuta.

"Aku setuju dengan Ten, kau butuh bersenang-senang." Yuta ikut-ikutan, membawa kembali Taeyong dari lautan pikirannya dan Ten menyeringai, memberi Yuta high five dengan puas.

Taeyong tahu kesempatannya untuk bertemu seorang gangster, terutama yang itu tidak besar, jadi dia menatap Yuta sebelum pada akhirnya memutuskan akan mengiyakan ajakan kedua temannya.

loveshot (jaeyong) [15/15]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang