chapter 5

4.3K 500 49
                                    

Ada banyak skenario yang dapat Taeyong bayangkan dalam menghabiskan Sabtu paginya tetapi menggunakan baju dan memasak sarapan di dapur seorang kriminal, bukan salah satunya. Terlintas dalam benaknya ketika dia bangun jam sembilan lewat, bahwa dia tidur di kamar tamu seorang gangster tetapi perutnya meraung kelaparan, dibiarkan kosong selama 24 jam, ia menyimpulkan bahwa ia sudah sampai di titik terendahnya dan setelah ini keadaan akan menjadi semakin buruk jadi setidaknya dia ingin makan sarapan.

Jadi Taeyong kini berada di dapur, tengah menggoreng telur dan melawan rasa kantuk di tenggorokannya, berhenti hanya untuk menarik celana olahraga yang kebesaran di pinggangnya. Pakaian yang diberikan Jaehyun kebesaran; kaos hitam longgar menyentuh bagian atas pahanya dan celana olahraganya perlu ditarik setiap beberapa menit tetapi selain itu setidaknya rasanya nyaman. Satu-satunya hal yang nyaman dalam 12 jam terakhir, pikirnya masam.

Taeyong ingin berhenti memikirkan apa yang terjadi semalam; jika ia diam dan memikirkan urutan dari hal yang terjadi tadi malam, ia bisa saja pingsan di tengah-tengah dapur. Garis kemerahan di pergelangan tangannya sudah berkembang menjadi memar, berwarna ungu, pengingat fisik dan nyata tentang apa yang terjadi. Taeyong ingin, amat ingin pikirannya tidak kembali ke momen ketika si pria bersenjata mencengkram pergelangan tangannya, amat erat dan menyakitkan hingga meninggalkan noda pada kulit Taeyong.

Ia mengingat kata-kata mereka dengan sangat jelas, begitu jelas, karena ia telah mengulanginya dalam otaknya seribu kali tadi malam.

"Bilang pada pacar busukmu bahwa kita tahu apa rencananya. Jika dia mencoba melakukan sesuatu, kami akan membunuhmu lebih dulu, cantik, baru setelah itu kita bunuh dia. Bilang padanya kali ketiga akan manjur."

Tanpa sadar, pikirannya mengembara kembali ke Jaehyun dan rasa ketakutan yang ia rasakan ketika melihat keheningan di wajah datarnya saat Taeyong mengulangi kata-kata kepadanya, dan Taeyong bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa ia tidak memberitahukan kalimatnya secara lengkap kepada Jaehyun.

Hidupnya, menurutnya, tidak berarti bagi orang seperti Jaehyun dan apapun yang terjadi pada Taeyong sepertinya tidak akan ada artinya bagi Jaehyun. Taeyong berusaha untuk berhenti memikirkan hal tersebut dan meminta dirinya sendiri untuk tidak memikirkan segala ketakutan dan kegelisahan yang dia rasakan, bagaimana telinganya berdering, bagaimana jantungnya berdegup kencang seakan ingin keluar dari dadanya, bayangan senjata dan peluru, bagaimana ia mungkin saja mati di depan apartemennya. Taeyong berusaha untuk memikirkan hal tersebut dan memfokuskan dirinya pada sarapan.

Apartemen Jaehyun bagus dalam arti rapi dan minimalis, dan dalam arti meja kopinya terlihat lebih mahal daripada sewa apartemen Taeyong. Perabotannya mulus, kayu gelap dan logam berkilau dengan karpet gelap dan dinding abu-abu. Cara apartemennya ditata membuatnya terlihat seperti yang ada di katalog desain; tidak terlihat seperti seseorang hidup dan tinggal disini. Terlihat begitu sempurna sehingga Taeyong merasa seolah-olah dia hampir mengganggu, terutama ketika dia secara tidak sengaja memercikkan minyak panas ke atas kompor mengkilap dari memecahkan telur ke dalam wajan. Dapur terasa hampir tidak digunakan, seolah-olah semua peralatan adalah untuk hiasan, dan ketika Taeyong mencari-cari di lemari untuk mengambil piring, dia hanya menemukan piring kertas. Taeyong mempertimbangkan untuk membuat kopi tetapi ketika melihat mesin kopi yang mengkilap, mahal, dan tombolnya rumit, Taeyong memutuskan untuk tidak melakukannya.

Taeyong memindahkan telurnya ke piring plastik dan ragu-ragu sejenak sebelum memecahkan dua telur lagi ke dalam wajan, memasukkan dua iris roti ke dalam pemanggang. Seorang gangster juga harus makan kan, pikirnya.

"Pagi," Suara Jaehyun serak dan rendah, mengejutkan Taeyong dari pikirannya.

Taeyong hampir menjatuhkan spatula di genggamannya ketika ia berbalik dan melihat Jaehyun menyelipkan baju di atas kepalanya, tubuhnya yang terbentuk terlihat untuk sesaat sebelum dia menarik bajunya ke bawah sepenuhnya, menyisir tangan melalui rambutnya yang berantakan. Jaehyun tersenyum, senyum setengah lelah yang menunjukkan lesung pipinya dan Taeyong merasa mulutnya mengering, jantungnya berdetak sedikit lebih kencang dari sebelumnya. Ia mengalihkan pandangannya kembali ke telur yang mendesis di wajan, "Pagi," Balasnya.

loveshot (jaeyong) [15/15]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang