Seorang pemuda yang memiliki nama Lee Juyeon itu tengah berdiri tak jauh dari beberapa orang yang tengah menangisi kepergian dirinya. Ya, Juyeon sudah pergi, tapi dia masih di dunia ini bukan sebagai manusia melainkan sebagai arwah.
Dia melihat raganya yang terbaring lemah di brankar rumah sakit. Dia beralih menatap satu persatu orang yang ada di situ, orang tuanya, keluarganya, dan beberapa teman nya yang lain. Namun dia tidak menemukan sosok seseorang yang mengisi hari-harinya selama tiga tahun ini.
Juyeon memutuskan keluar ruangan. Saat dia hendak memegang kenop pintu, tangannya tembus. Dia kembali teringat bahwa dirinya bukan lagi sosok manusia. Juyeon berjalan keluar menuju pintu keluar rumah sakit. Begitu sampai di luar, dia melihat seseorang yang ia cari. Senyum pemuda itu mengembang, tapi tak lama segera luntur begitu melihat mobil seseorang yang mengantar kekasihnya itu.
Juyeon masa bodoh dengan rasa kesalnya pada seseorang yang mengantar kekasihnya. Dia berjalan kembali memasuki rumah sakit mengikuti kekasihnya. Begitu sampai di ruangan tempat ia terbaring, kekasihnya itu masuk dan Juyeon tetap mengikutinya.
Belum sampai Juyeon menembus dinding, dia memberhentikan langkahnya saat melihat eommanya yang menyeret kekasihnya keluar ruangan dan menghempaskannya di lantai lorong rumah sakit. Nyonya Lee menangis kencang sambil memaki kekasih dari anaknya itu. Kekasih Juyeon yang memang bersalah dia hanya diam, menangis sambil menunduk dan merapalkan kata maaf berkali-kali.
Juyeon masih melihat mereka yang sedang tengah ribut di lorong rumah sakit. Ia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, tidak ingin melihat pertengkaran itu. Ketika dia ingin menahan tangan eommanya yang hendak menampar kekasihnya, dia terus teringat bahwa dia hanyalah arwah, semua yang disentuhnya akan tembus. Sampai sang eomma meninggalkan kekasih Juyeon, lalu kekasih Juyeon itu terduduk lemas di lantai sambil menggerang frustasi.
Juyeon tak sanggup melihat kekasihnya seperti orang gila duduk di tengah lorong sambil berteriak, mengacak rambutnya sendiri. Dia pun lantas pergi meninggalkan kekasihnya sendiri.
✦
Saat itu, Juyeon turut serta melihat acara prosesi pemakamannya. Dan ini sudah hari ke dua setelah acara pemakaman itu usai. Dia masih belum juga meninggalkan dari dunia ini, hatinya masih tidak tenang dan menginginkan satu keinginannya terwujud terlebih dahulu.
Malam hari, dia berjalan menyusuri jalanan. Tanpa tau arah dia berjalan di tengah malam. Sampai dia berhenti di halte bus yang sudah sepi. Jalanan juga semakin senggang karena waktu yang sudah memasuki tengah malam.
Ia duduk di halte, sambil memasukan tangannya ke saku celananya. Kepalanya mendongak menatap bintang yang bersinar di langit malam.
"Hei! Sedang apa disitu?" Juyeon menoleh begitu mendengar suara yang masuk ke pendengarannya.
"Kau bisa melihatku?" Juyeon bertanta balik.
Sosok itu terkekeh sebentar, lalu berjalan duduk di samping Juyeon. "Hm, Kita sama-sama arwah, jelas aku bisa lihat semuanya," ucap sosok itu.
Juyeon mengalihkan pandangannya dari sosok itu begitu dia juga menatap dirinya.
"Tengah malam begini ngapain?" Tanya sosok itu lagi.
"Apa aku salah?"
Sosok itu kembali terkekeh, "Tentu tidak. Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya sosok itu kembali mengulangi pertanyaan yang hampir sama.
"Hanya diam, merenung sambil menatap bintang," jawab Juyeon sambil mendongakkan kepalanya menatap bintang.
Sosok itu tidak lagi bertanya, mereka saling diam sampai beberapa menit lamanya. Membiarkan hening menyapa dengan deru angin malam yang dingin menerpa. "Kau," Juyeon membuka suara, menatap ke arah sosok itu sekilas, "apa yang kau lakukan tengah malam begini?"
Sosok itu menggedikan bahunya, "Hanya jalan-jalan ... Mungkin," jawabnya sedikit ragu.
Juyeon diam, dia masih memandang sosok itu. Sosok itu yang merasa ditatap terus-terusan pun menoleh ke arahnya heran. "Apa? Mengapa kau menatapku seperti itu?"
Juyeon mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. "Tidak. Mungkin hanya perasaanku saja, kau mirip seseorang yang pernah aku temui dulu," jawabnya.
"Oh ... Begitukah? Siapa?" Sosok itu bertanya dengan wajah yang setengah terkejut dan senang. Ada binar di matanya dan pekikannya.
"Siapa namamu?" Tanya Juyeon, alih-alih menjawab pertanyaan dari sosok itu sebelumnya.
"Aku?" Juyeon mengangguk menjawab pertanyaan sosok itu. "Namaku Eric Sohn."
Juyeon menyerkit, "Sohn ...?"
Eric ikut binggung, dia menatap Juyeon balik. "Ya, apa ada yang salah?" Juyeon tidak langsung menjawab, matanya menerawang menatap manik mata Eric. Matanya sangat mirip, batinnya berbicara.
Juyeon menggeleng menyadari apa yang dia pikirkan. "Tidak," katanya mencoba menepis pemikirannya.
"Siapa namamu?" Tanya Eric.
"Lee Juyeon."
Eric membulatkan bibirnya. "Sepertinya kau lebih tua dari ku, hyung."
"Aku kelahiran sembilan delapan."
"Ya, kau lebih tua dua tahun dariku!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender ✓
Fanfiction-ˏˋ⋆ Juric ft. Jaehwall ⋆ˊˎ- 🍁 ❝Bersama lah dengan ku di kehidupan berikutnya❞ - ❝Terimakasih telah datang di hidupku dan mengobati semuanya❞ 🍁 Start : 080620 Finish : 010720