Hyunjoon langsung menarik tangan Sunwoo begitu Bomin sudah menghilang dari penglihatannya. Keduanya berniat mengikuti kemana pemuda Choi itu pergi. Tadi Sunwoo sudah diceritakan oleh Hyunjoon tentang si pelaku. Reaksi yang diberikan Sunwoo sama seperti dirinya ketika diberi tau, terkejut dan tidak percaya.
Dan kini, mereka mengikuti Bomin untuk mencari tau tentang ini. Bomin tadi tidak mau diajak ke kantin, dia memilih menghabiskan waktu istirahatnya ke perpustakaan. Setelah Bomin pergi, Hyunjoon dan Sunwoo mulai mengendap-endap mengikutinya.
"Dimana Bomin?" tanya Sunwoo begitu masuk ke ruang penuh buku itu.
Sebelumnya mereka mencari nama Bomin terlebih dahulu di layar komputer tempat absen. Setelah benar-benar melihat nama Choi Bomin tertera di sana mereka dengan percaya dirinya mulai mencari keberadaannya.
"Ayo cari" Hyunjoon menarik Sunwoo lagi untuk mencari Bomin, mereka berjalan melewati setiap seluk rak buku yang berdiri berjejer dengan rapi.
Beberapa menit mereka habiskan hanya berkeliling ke setiap sudut perputakaan sekolah yang terbilang cukup luas ini. Tapi waktu yang mereka gunakan terasa sia-sia. Mereka tidak menemukan dimana Bomin. Keduanya pun berdecak kesal sembari menggerutu.
Setelah mereka memutuskan untuk pergi dari tempat ini, tiba-tiba Eric datang dan memberitau mereka dimana orang yang mereka cari berada.
"Dia di ruang baca yang itu" ucap Eric.
Hyunjoon menoleh ke arah satu ruangan yang ada di sana. Hyunjoon pun menepuk dahinya, mengapa dia tidak kepikiran untuk membuka ruangan itu.
"Dia di sana" ucap Hyunjoon ke Sunwoo.
"Eh, mana mungkin it–"
"Cepatlah!"
Sunwoo sedikit mengerutkan dahinya. Memang itu ruang baca biasa, ukurannya sempit dan sangat tertutup. Ruang itu hanya digunakan untuk membaca agar tidak merasa terganggu saat membaca di perputakaan. Tapi saat ini ruangan itu sedang tidak terpakai karena AC di dalamnya sedang rusak dan akan terasa pengap jika masuk.
"Jangan asal bicara! Kejadian kemarin saja aku merasa bersalah sekarang"
"Mungkin arwahnya mengikutimu"
"Kalau begitu dia juga mengikutmu. Kan kau yang menabraknya"
"Tapi kau yang menyuruhku"
"Sudahlah. Sekarang pikirkan bagaimana kita menutupi masalah ini lagi"
"Sudah kubilang tabrak saja mereka berdua. Agar tidak ada yang mencurigai kita lagi"
"Jangan asal bicara bodoh!"
"Aku bisa melakukannya tanpa perintah darimu"
"Tidak tidak! Jangan menabrak mereka"
Samar-samar Hyunjoon dan Sunwoo mendengar percakapan dua orang dari dalam sana. Keduanya saling pandang lalu mengangguk setelahnya. Sunwoo memegang kenop pintu. Nyaris mereka membuka pintu itu, tapi suara seseorang membuat Sunwoo menarik tangannya lagi. Keduanya menoleh ke asal suara.
"Sedang apa kalian di sini? Tidak dengar suara bel, hah?"
Petugas perpustakaan merusak rencana keduanya. Mereka berdua mendengus kesal lalu segera pamit untuk kembali ke kelas. Sementara Eric yang berada disana sudah memaki petugas perpustakaan dan juga bel yang cepat sekali berbunyi.
**
"Jangan seperti itu, nanti kau cepat tua"
"Aku sudah mati"
"Bersabarlah, nanti pasti mereka ketauan"
"Huh, lama"
"Kau menggemaskan"
"Memang"
"Kau lucu"
"Ya, aku tau"
"Aku mencintaimu"
"Aku ta– Hah apa?" Pemuda bersurai blonde itu menghentikan jalannya. Lalu menatap pemuda di depannya sembari menyergap matanya berkali-kali dengan kepala yang sedikit dimiringkan.
Sementara, pemuda yang tengah menggoda lelaki di sebelahnya itu tersenyum. Dia ikut memberhentikan jalannya lalu sedikit membalik tubuhnya menghadap pemuda yang terdiam berdiri di belakangnya.
"Tidak mungkin kau tidak mendengarnya, Eric" ucap pemuda itu.
"Bagaimana mungkin? Kau punya Hyunjae hyung" ucap Eric sembari kembali berjalan melewati pemuda dihadapannya.
Pemuda tampan yang sedang bersama Eric itu mencekal tangan Eric hingga pemuda berharga Sohn itu berdiri saling menghadap dengan pemuda tampan yang memiliki marga Lee.
"Kita sudah berbeda. Lagi pun aku lebih dulu mencintaimu. Kau yang lebih dulu menarik perhatian hingga aku terus memikirkanmu. Apalagi saat aku melihat buku diary milikmu itu. Meski isinya menyedihkan bahkan membuatku kesal, bagaimana bisa mereka berdua menyakiti anaknya yang tidak bersalah" lelaki tampan yang sudah jelas bernama Juyeon itu menatap manik Eric.
"Manikmu yang aku rindukan, manikmu yang membuatku jatuh ke dalamnya. Meski hanya bertatapan sebentar tapi rasa tertarikku tidak pernah hilang. Walau aku sudah memilki kekasih sekalipun" sambungnya sembari menurunkan tangan kanannya ke bahu Eric yang sebelumnya membelai pipi kanan Eric.
Eric terhanyut dalam tatapan pemuda di depannya. Sedikit tercengang mendengar Juyeon yang berbicara panjang lebar dengan kata-kata seperti itu.
"Tidak bisa" ucapnya setelah sadar beberapa detik kemudian. Eric meraih tangan Juyeon yang bertengger di bahunya. "Sebentar lagi aku akan pergi, tolong jangan menahanku lagi. Aku ingin pergi tanpa ada rasa yang membebani pikiranku"
Juyeon membuang pandangannya ke sembarang arah. "Tidak bisakah kau tinggal sedikit lebih lama lagi? Aku merindukanmu. Kau yang kucari selama ini. Tetapi, Tuhan malah mempertemukan kita dalam keadaan seperti ini" ucap Juyeon lalu kembali menatap Eric.
Mata Eric sedikit berkaca-kaca. Ia merasa bersalah tidak bisa memenuhi kemauan pemuda di hadapannya. Tapi memang tidak bisa, dia sudah berjanji jika kedua keinginannya sudah terkabul maka saat itulah Eric harus pergi. Jika tidak segera pergi, ia harus menunggu tujuh puluh tujuh tahun lagi untuk bisa ia pergi ke alamnya yang seharusnya. Cukup lama.
Bukan hanya Eric yang memiliki aturan seperti itu. Tetapi semua roh sepertinya juga akan mendapat peraturan seperti itu.
"Jangan seperti ini, hyung" ujar Eric sembari menubrukan dirinya memeluk Juyeon. "Aku tidak bisa menuruti perkataanmu karena kau tau sendiri kan? Kalau aku tidak segera pergi jika semua keinginanku sudah terkabul, maka aku tidak akan bisa bergi lagi dan harus menunggu tujuh puluh tujuh tahun lagi. Waktu itu tidak cepat, itu sangat lama"
"Kalau begitu biar aku juga tidak akan pergi. Agar aku bisa bersamamu hingga tujuh puluh tujuh tahun mendatang" ucap Juyeon sehari membalas pelukan Eric.
Baru saja Juyeon melingkari tangannya di pinggang Eric. Namun, pemuda blonde itu segera mendorongnya hingga terlepas. Mereka berdua bertatapan sejenak, sebelum Eric membuang pandangannya. "Mengapa kau menjadi egois seperti ini, hyung?"
Mendengar ucapan dari Eric, pandangan Juyeon melemah. Pandangannya menunduk menatap dedaunan yang berserakan jatuh ke bawah.
"Maafkan aku" kata Juyeon setelah tersadar atas apa yang ia katakan tadi. "Maaf tadi aku tidak bisa mengendalikan rasa egoisku. Baru kali ini aku merasakan yang namanya egois"
Lelaki bersurai blonde itu mengusap matanya. Alih-alih menjawab, Eric hanya tersenyum sembari menatap Juyeon. Ia mendekatkan mukanya ke muka Juyeon. Tak lama kemudian, bibirnya mendarat di pipi kiri pemuda tampan itu.
"Aku pergi dulu" ucapnya lalu beranjak dari berdirinya.
Juyeon terkejut atas apa yang dilakukan Eric, lalu matanya menatap punggung yang lebih muda sampai pemuda itu menghilang dari pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender ✓
Fanfiction-ˏˋ⋆ Juric ft. Jaehwall ⋆ˊˎ- 🍁 ❝Bersama lah dengan ku di kehidupan berikutnya❞ - ❝Terimakasih telah datang di hidupku dan mengobati semuanya❞ 🍁 Start : 080620 Finish : 010720