"Hyunjoon, terimakasih"
Hyunjoon yang mendengar ucapan itu menoleh ke arahnya. "Tidak perlu berterimakasih, hyung" sosok Juyeon di depan Hyunjoon pun tersenyum.
"Kau tidak pulang?" tanya pemuda yang berada disebelah Juyeon –Eric.
"Kalau aku pulang yang menjaga Hyunjae hyung siapa?" tanya Hyunjoon balik.
"Benar juga" Eric mengangguk-anggukan kepalanya membenarkan perkataan Hyunjoon.
"Maaf merepotkanmu" ucap Juyeon.
"Tidak apa-apa, hyung"
Mereka bertiga –Hyunjoon, Juyeon, Eric– Sunwoo keluar ke kantin rumah sakit, dia lapar katanya. Mereka berada di dalam ruangan rawat inap. Di brankar tak jauh dari mereka, terbaring Hyunjae dengan perban di tangannya dan beberapa alat medis lainnya yang menghiasi sebagian tubuhnya.
Hyunjae sudah dibawa ke rumah sakit, sampai di rumah sakit dia langsung ditangai oleh para medis. Hyunjoon dan Sunwoo menunggu di depan unit gawat darurat dengan perasaan yang cemas. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Hyunjae yang mengeluarkan banyak darah dari tangannya. Berbeda dengan Hyunjoon dan Sunwoo yang menunggu di depan, Eric dan Juyeon mereka menerobos masuk sambil melihat Hyunjae yang tengah ditangani para dokter.
Cukup lama para petugas medis itu masih sibuk menangani Hyunjae. Beberapa saat kemudian, dokter keluar menghampiri Hyunjoon dan Sunwoo yang masih berada di depan ugd. Dokter bilang, Hyunjae mengalami gangguan pada mentalnya, depresi lebih tepatnya. Dia mencoba bunuh diri karena dia terus-terusan dihantui perasaan bersalahnya.
Kata dokternya lagi, ini bukan pertama kalinya Hyunjae merasa depresi, dia pernah merasakan gangguan mentalnya itu saat dia masih kecil. Penyebabnya kemungkinan karena orang tuanya yang memiliki masalah.
Masalah luka yang ada di pergelangan tangannya, beruntung Hyunjae segera dibawa ke rumah sakit, sehingga Hyunjae masih bisa diselamatkan. Pendarahan yang banyak disebabkan karena urat nadinya yang tergores.
"Eric mau kemana?" tanya Juyeon saat melihat Eric bangun dari duduknya.
"Keluar" jawab Eric. "Mau ikut?" sambungnya dengan nada bertanya.
"Nanti aku menyusul" Eric mengangguk setelah mendengar jawaban Juyeon. Lalu dia pun mulai menembus tembok dan berjalan keluar rumah sakit.
Sampai di depan parkiran rumah sakit, langkahnya berhenti. Dia memperhatikan satu mobil hitam yang sangat menarik perhatiannya. Eric menajamkan penglihatannya melihat plat mobil itu.
"Mobil itu kan?..." Eric menutup mulutnya terkejut.
Memorinya berputar saat satu bulan yang lalu. Saat dirinya sudah terbaring diatas jalanan. Dia merasakan cairan kental mengalir dari kepalanya, tapi anehnya dia tidak merasakan apa-apa. Dia hanya melihat langit sore yang indah. Sebelum matanya tertutup rapat, dia melihat mobil berwarna hitam yang menghantam tubuhnya tadi, dia sempat melihat plat mobil itu. Dan kini, mobil itu ada di hadapannya.
"Siapa pemiliknya? Kumohon cepatlah datang" gumam Eric. Dalam hati dia berdoa agar pemilik mobil itu datang sehingga Eric dapat tau siapa orang yang menabraknya.
Gumamannya terhenti saat melihat seorang pemuda yang membuka pintu mobil itu. Pemuda itu menggunakan celana jeans, bajunya dilapisi jaket kulit, sebagian mukanya tertutup masker sehingga Eric tidak dapat mengenali wajahnya. Namun, surai rambutnya terlihat tidak asing.
"Siapa ya?" monolognya.
Eric beranjak dari berdirinya hendak menghampiri mobil itu, tapi sebelum dia sampai di dekat mobil itu, mobilnya sudah berjalan pergi meninggalkan parkiran dan Eric yang masih berdiri di sana.
Eric kembali berlari keluar area parkiran. Dia menunggu taxi yang lewat dan mencoba manumpang di dalamnya, tanpa membayar tentunya. Namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak kadang hari ini. Semua taxi yang lewat dan berhenti itu penuh tidak ada space buat Eric duduk.
Eric menghela napas pasrah. Dia berjalan malas ke arah halte yang tak jauh dari rumah sakit. Dia duduk disana mengikuti seperti orang-orang pada umunnya. Tak lama kemudian, sebuah bus datang dan berhenti tepat di hadapan calon penumpang. Eric memasuki bus, netranya meneliti setiap sudut mencari kursi yang kosong satu untuknya.
Dia melihat jok yang kosong di dekat jendela. Dia pun duduk disana. Belum sampai satu menit ia duduk, sudah ada seorang wanita berusia kira-kira setengah abad yang hendak duduk di tempatnya. Eric segera bangun dari duduknya dan menyingkir. Eric berdecak dan merengkut tidak suka melihat ada satu pemuda yang tengah menatapnya sambil terkekeh.
Eric mendengus melihatnya, kebetulan bus berhenti. Dia ikut turun menghiraukan pemuda tak kasatmata seperti dirinya yang menatapnya tadi.
"Hah... Dimana aku?" monolog Eric sambil menatap sekelilingnya.
"Oh, aku tau tempat ini!" peliknya setelah menyadari dimana ia berdiri.
Eric pun berlarian kecil sesekali melompat ala-ala anak kecil yang tengah bahagia mendapatkan sebuah permen. Dia melompat menghamburkan daun-daun yang menghalangi jalanan. Ngomong-ngomong, daun yang tadi dia ambil sebelum bertemu dengan Hyunjoon dan Sunwoo maish dia pegang. Bukan dipegang, lebih tepatnya disimpan di saku coatnya.
Langkahnya melambat sembari memandang mobil hitam. "Itu mobilnya bukan ya?" gumamnya sambil berjalan mendekat mobil yang terparkir di pekarangan rumah.
"Eh, beneran! Mobil sialan itu!" pekik Eric saat melihat plat mobil yang sama persis.
"Eh, tunggu dulu!" Eric menghentikam langkahnya sambil memandang rumah itu. "Itu bukannya rumah... Choi Bomin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender ✓
Fanfiction-ˏˋ⋆ Juric ft. Jaehwall ⋆ˊˎ- 🍁 ❝Bersama lah dengan ku di kehidupan berikutnya❞ - ❝Terimakasih telah datang di hidupku dan mengobati semuanya❞ 🍁 Start : 080620 Finish : 010720