"Jun, jadi kan ikutan kita-kita hangout bareng. Mumpung baru gajian nih." Mike rekan kerja Juni bertanya sambil menumpukan kedua tangannya di meja kerja Juni. Sore ini Mike, Laras, dan Satrio memang berencana akan menghabiskan beberapa rupiah isi dompet mereka untuk sekedar hangout, makan malam lalu dilanjutkan dengan menonton film setelah beberapa jam lalu gaji mereka cair.
"Sorry banget deh Bang. Aku lagi ada perlu nih. Kalian bertiga berangkat aja. Ntar kalau ngumpul lagi aku pasti ikutan," Juni menjawab sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tote bag.
"Ya elah. Lagi-lagi kamu mangkir dari jadwal rutin kita. Gara-gara si Bau Tanah itu lagi ya?" Mike mendengus, dagunya ia gerakkan demi mencari dukungan Laras dan Satrio yang masih betah duduk di balik meja kerjanya masing-masing meskipun lima menit lalu jam kerja mereka telah usai.
"Sejak jalan sama si Bau Tanah, kamu jadi nggak asyik. Tau nggak." Mike selalu menyebut Bhumi, kekasih yang sudah dua bulan terakhir ini Juni pacari dengan sebutan Bau Tanah. Dari ketiga temannya, Mikelah yang paling antipati kepada kekasih Juni itu. Pria yang terpaut usia lima tahun di atas Juni itu selalu mengatakan Jika Juni tak semenyenangkan biasanya sejak mengenal Bhumi.
Memang, Juni sadar. Sejak mulai berhubungan dengan Bhumi, intensitas jadwal hang out ia dan ketiga rekan kerja yang juga sahabat di kantor itu berkurang drastis. Mau bagaimana lagi. Bhumi selalu saja mempunyai cara agar mereka lebih sering bersama. Maklum saja pria yang sukses mengelola usaha di gerai makanan cepat saji itu memang memiliki jam kerja yang bisa dibilang cukup fleksibel. Ia cukup menerima laporan dari anak buahnya di setiap gerai saja maka uang pun mengalir ke dompetnya.
"Kali ini penting banget. Mamanya si Bhumi lagi ulang tahun. Nggak enak kan kalau nggak datang." Juni memelas memandang ketiga sahabatnya.
"Ya udah deh. Terserah kamu aja. Kita bertiga nih punya feeling gak enak banget sama tuh cowok. Kamu ati-ati aja." Mike kembali berkata.
"Kamu aja kaleee... Kita nggak. Ya Ras?" Satrio menyela mencari dukungan pada Laras yang menyimak obrolan mereka tanpa mau merespon.
"Lagian kamu kok kepikiran banget sama si Juni, Bang. Dianya nyantai aja tuh. Jaga hati Bang. Ingat sama nyonya di rumah. Kasian anak-anak. Jangan karena menolong si janda maka kamu menjandakan istri sendiri."
"Anjir! Mulut belum dirukyah. Percuma punya mertua ustad," Mike melempar kaleng minuman bersoda yang hendak ia minum ke arah Satrio. Sigap, pria yang memang adalah menantu seorang penceramah itu menangkap kaleng yang nyaris melukai wajahnya itu. Membuka penutupnya lalu meminum isinya tanpa rasa bersalah.
"Eh, sialan! Malah diminum." Mike semakin kesal yang membuat ketiga teman lainnya terbahak.
"Ih, enak aja aku dikatain janda. Janur kuning dari dulu Lurus aja. Kapan melengkungnya?"
"Yang penting jangan sama si Bau Tanah deh, Jun. Beneran nggak ikhlas kalau kamu sama dia." lagi-lagi Mike menimpali.
"Bang. Ngapain sih ribet mulu mikirin si Juni. Udah dapat acc dari nyonya? Kamu jangan mau jadi bini mudanya si abang Jun. Nggak bakalan betah sama kerewetan dia." Laras bergantian memandang Mike dan Juni.
Mereka memang sudah seakrab itu jika bercanda juga melempar ejekan. Mike yang selalu protektif kepada Juni. Juga Laras yang kebetulan adalah adik kelas Satrio sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah atas. Berempat mereka tak jarang bersama. Bahkan di beberapa acara keluarga Satrio dan Mike, Juni dan Laras biasanya juga ada.
"Eh, udahan ya. Aku balik dulu. Udah dijemput tuh di bawah." Juni menginterupsi percakapan mereka. Segera ia bangkit dari kursi kerjanya dan berpamitan.
"Jun, inget pesan Abang. Jangan mau dipepetin tuh sama si Bhumi. Apa lagi kena grepe!" Satrio berteriak keras bermaksud mengejek Mike yang berwajah masam. Juni hanya melambaikan tangan sebelum akhirnya lenyap ditelan pintu ruangan mereka.
"Kayaknya kamu kebangetan deh, Bang. Kasihan tuh si Juni. Biarin aja dia mau jalan sesukanya sama siapa aja." Laras berucap pada Mike yang telah duduk di kursi kerja Juni.
"Masalahnya nggak semudah itu, Ras. Aku pernah lihat tuh cowok jalan sama cewek di mall dua hari sebelum Juni bilang jadian."
"Kan nggak masalah. Masih belum jadian juga. Lagian cuma jalan kan? Siapa tahu adiknya, sepupu, atau juga cuma teman. Kok Abang bisa hafal sama wajah tuh cowok. Masak langsung sekali ketemu bisa tuh ingat wajahnya. Aku kalau ngemall gak pernah tuh ingat sama siapa aja yang kebetulan papasan. " Ejek Laras.
"Kalau cuma teman, adik, atau sepupu mereka nggak bakalan ciuman dodol. Aku sampai hafal wajahnya karena kebetulan tuh laki lagi nungguin ceweknya yang lagi ngurusin rambutnya di salon. Entah mau creambath atau apalah nggak tau. Aku kan waktu itu nungguin si nyonya juga. Dia duduk gak jauh dari aku. Setelah itu aku sama nyonya nonton kan. Lagi seru-serunya nonton si bibi dirumah nelpon. Si bontot ngamuk nggak mau tidur nangis terus. Akhirnya kami pulang. Eh kok waktu mau keluar studio mata ini nangkep dua orang lagi beradu mulut di kursi pojokan. Maklum aja kan yang nonton cuma beberapa orang aja. Jadi mereka bebas aja tanpa takut dilihat orang."
"Kamu nggak bohong kan Bang?" Satrio mulai tertarik.
"Mulai kapan aku jadi admin akun gosip? Ya iyalah."
"Siapa tahu beda orang Bang. Lagian kan gelap tuh ruangan kalau filmnya lagi tayang."
"Emang gelap. Tapi kalau pas layarnya terang. Atau adegan siang hari. Kan jadi terang benderang. Bajunya aja aku ingat banget."
"Juni udah tahu belum?"
"Udah dari dulu. Waktu aku pertama kali lihat tuh cowok jemput dia. Keesokannya aku kasih tau. Eh dia malah bilang akunya julid. Ya udah."
Satrio dan Laras mau tak mau akhirnya terbahak.
"Ya aneh banget kan. Masak habis ciuman sama cewek terus dua hari kemudian dia jadian sama si Juni. Nggak beres kan tuh orang. Lagian sejak jalan sama dia, Juni jadi sibuk banget."
"Peduli dengan ikut campur itu beda tipis lo, Bang. Hati-hati aja kamu." Satrio berdiri menepuk pundak seniornya itu kemudian berlalu meninggalkan ruang kerja mereka diikuti kedua temannya di belakang.
Meskipun tanpa Juni, mereka akan tetap melakukan rencana mereka minus rencana nonton. Mungkin nanti mereka akan melakukannya dengan mengikut sertakan anggota keluarga masing-masing. Istri Satrio juga Istri Mike. Tak jarang Juni dan Laras juga menghabiskan waktu mereka untuk berbelanja dengan istri-istri sahabat mereka itu.
Satu hal yang pasti, Juni akan tetap jadi kesayangan mereka semua. So, tinggal wait and see akan seperti apa hubungan si Juni dengan pria yang selalu Juni panggil dengan sebutan Bang Bhum itu.
###
Eheee.... Baru dua hari up sekarang udah nongol aje. Tumben banget kan? Tapi jangan senang dulu. Sapa tau up berikutnya satu minggu lagi. Satu bulan lagi. Atau bahkan satu tahun lagi. Ewww....So, biar penulisnya makin rajin up, tinggalin jejak kalian ya friends. Bintangnya Jgn lupa diusap sekali aja. Jangan diulang, ntar malah terbang.
Loph loph
Nia Andhika
03062020
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNI DAN ISI DOMPETMU
ChickLitMendapatkan gelar wanita mandiri nan sukses dengan aliran uang setiap bulan yang tak pernah berkurang mengisi rekeningnya, tak membuat Juniandra serta merta mendapatkan kebahagiaan lahir batin. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Tentu saja semu...