Versi lengkap bisa diakses di google play store dan KBM Nia_Andhika.
###
Dengan langkah mantap Juni berjalan menghampiri pasangan yang terlihat melebarkan senyuman itu. Ia terus berucap meyakinkan dirinya jika ia tak boleh membuat keributan di tempat ini. Tempat yang masih menguarkan duka.
"Selamat malam, Pak Bhumi. Kebetulan sekali ya kita bertemu di sini?" Juni menyapa pasangan yang tengah memasuki rumah besar Bian, atasan Juni. Sontak pasangan itu menghentikan langkah dan raut kaget tercetak jelas di wajah si pria.
"Oh, ..., hai Juni." Bhumi tampak disorientasi namun Juni menikmati pemandangan itu.
"Siapa, Kak?" bisik wanita muda yang Juni perkirakan berusia awal dua puluhan di samping Bhumi. Telinga Juni jelas menangkap pertanyaan itu. ''Well, Let's wait dan see," ucap Juni dalam hati.
Hening, tak ada respon.
"Saya Juni, salah satu karyawan Pak Bhumi." Juni mengulurkan tangan untuk bersalaman pada gadis muda itu. Ia sudah tak sabar lagi, Bhumi tak melontarkan satu kata pun, mau tak mau ia yang berucap.
"Wah, Kakak karyawan Kak Bhumi ya. Pasti senang ya bisa lihat Kak Bhumi setiap hari. Nggak kayak aku nih. Pengin ketemu aja susah banget," ujar gadis itu bersemangat menyambut uluran tangan Juni.
"Kak Juni siapanya Om Bian? Atau mungkin Tante Sefrine?" tanya gadis itu balik yang justru membuat Juni gelagapan. Ia tadi yang berbohong kenapa sekarang dirinya yang justru kebingungan.
"Oh, Saya temannya Biantoro," jawab Juni sekenanya. Kepalang tanggung. Hanya itu yang sempat terlintas di otaknya. Oke, kali ini ia sudah mulai kebingungan. Ia sudah membolak-balik fakta semaunya.
"Aku Mikaila, Kak. Panggil Mika aja ya. Aku keponakannya Om Bian." Juni membelalakkan mata. Double sial, kenapa saat ia bersikap sok dekat tapi justru gadis di depannya ini adalah keponakan si tuan rumah.
"Senang berkenalan dengan Kak Juni. Lain kali kita ngobrol-ngobrol ya," lanjut gadis itu sambil menarik lengan Bhumi memasuki rumah.
Bhumi menoleh sekilas, "Nanti aku telpon," ucapnya pelan sebelum berlalu dari hadapan Juni. Meninggalkan Juni yang seketika tersenyum masam.
Itu tadi apa? Apa ia baru saja menyaksikan Bhumi berselingkuh di depan matanya? Dan kenapa justru ia tak bereaksi apapun atau bahkan menunjukkan jika Bhumi adalah kekasihnya di hadapan gadis itu?
Juni mendesah lelah. Untuk apa dia melakukan itu. Pasti akan sangat memalukan jika dirinya sampai terlihat berebut laki-laki di depan umum. Pasti Bhumi akan semakin besar kepala saja dan berbuat seenaknya.
"Kalah saing tuh teman kita sama kecengan baru si bau tanah." Suara Mike tiba-tiba terdengar di sebelah Juni. "Mana masih muda lagi. Imut kayak girl band korea," lanjutnya.
Juni memalingkan wajahnya. "Bisa diam nggak, Bang! Nama kamu tuh berkelas, bintang lima. Tapi mulut kok kaki lima."
Mike seketika membuat gerakan mengunci mulut.
"Jadi siapa barusan yang dibawa Bang Bhum, Jun? Kok kamu nyantai aja." Laras bertanya pelan. Tak ingin mendapatkan pelototan yang sama seperti Mike.
"Au ah. Bilangnya keponakannya si bos. Mana ceria banget tuh cewek. Belum kenal patah hati kali tuh anak," dengus Juni. Mau tak mau ketiga temannya hanya mengulum senyum.
"Emang ada hubungan apa si bau tanah sama si bos dan keponakannya? Emang sebelumnya mereka kenal atau apalah gitu?" Mike kembali berucap.
"Mau kenal atau kagak biar ajalah. Bukan urusanku juga." yang penting tuh uang kemarin bisa terselamatkan, lanjut Juni dalam hati. Untuk masalah ini teman-temannya tak perlu tahu. Cukup dia saja yang tahu kebiasaan buruk Bhumi.
***
"Kita pamit aja yuk. Udah malam." Satrio berucap setelah melihat jam di pergelangan tangannya. Beberapa saat yg lalu istrinya mengirim pesan jika wanita itu sudah tiba di rumah setelah seharian membantu orang tuanya yang mempersiapkan keberangkatan ibadah umroh mereka.
"Kita nggak nunggu si bos balik dulu dari makam? Masak langsung pulang gitu aja. Nggak sopan kali." Laras yang menyela.
"Si bos masih berduka, Ras. Dia pasti masih pengin berlama-lama tuh di makam dan belum tentu balik cepat."
"Iya kalau meninggalnya nggak bikin heboh, Bang. Nah ini, si bos udah dibikin kecewa. Pasti keluarga si bos juga merasa nggak terima sama ulah Bu Shefrine." Laras menjawab pelan khawatir ada orang lain yang mendengarkan percakapan mereka.
"Ya udahlah kalau begitu. Kita pamit moga aja si bos bentar lagi juga datang." Satrio bangkit dari kursi diikuti ke tiga temannya.
Mereka pun akhirnya memasuki rumah Bian dan berpamitan. Ada orang tua pria itu yang menerima tamu juga beberapa kerabat dan saudara.
Saat Juni dan ketiga temannya mendekat, Mikaila yang ternyata berada di antara keluarga Bian seketika memanggil.
"Kak Juni sini!"
"Tuh anak ceria banget bikin gemes pengin elus-elus pake parutan," bisik Laras pelan yang mendapat dengusan dari Juni.
"Nggak tahu kali kalau tuh laki punya kamu, Jun."
Mengabaikan gerutuan Laras, Juni-pun membalas senyuman Mika. Ia menghampiri kedua orang tua Bian untuk bersalaman.
"Eyang, ini nih yang aku ceritain barusan." Mika tiba-tiba menyelutuk begitu tangan Juni terlepas setelah mencium punggung tangan kedua orang tua atasannya.
Ia seketika mengerut heran. Apa kiranya yang sebenarnya terjadi? Apa yang telah gadis itu sampaikan kepada pasangan baya itu? Lalu kenapa wajah Bhumi di sebelah Mika tampak aneh? Atau entahlah, seperti terlihat menahan emosi.
###
Makin halu aja kan? Wkwkwkkw.... Nikmati aja kehaluan yang disengaja ini.😆😆😆
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNI DAN ISI DOMPETMU
ChickLitMendapatkan gelar wanita mandiri nan sukses dengan aliran uang setiap bulan yang tak pernah berkurang mengisi rekeningnya, tak membuat Juniandra serta merta mendapatkan kebahagiaan lahir batin. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Tentu saja semu...