8. Bang Bhum dan Rahasianya

3.7K 596 61
                                    

Versi lengkap bisa diakses di google play store dan KBM Nia_Andhika.

###

Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
😘😘😘

"Bapak bisa aja," Juni tersenyum simpul berusaha menghalau rasa panas yang mulai menjalar di wajahnya. Tolong, jangan sampai wajahnya memerah juga. Pasti akan sangat memalukan jika ia sampai ketahuan tersipu malu hanya karena gurauan pria baya di depan Juni itu.

"Kan betul yang Bapak bilang, Jun. Masak kalau kamu punya suami kayak Bian gini disia-siain?" lanjut pria baya itu yang hanya dibalas Juni dengan senyuman.

Situasi yang ia alami saat ini benar-benar terasa canggung. Ia merasa tak nyaman juga entahlah. Juni merasa sepertinya ia sudah salah tempat saat berada di meja makan ini.

Untung saja Bian sepertinya paham dengan situasi yang Juni alami. Pria itu segera menyudahi kegiatan mereka di meja makan dan mengajak Juni kembali ke ruang kerjanya untuk mengambil tas. Dan setelahnya, pria itu mengantarkan Juni hingga ke halaman depan rumahnya tempat Juni memarkir mobil.

"Tolong maafkan apa yang terjadi barusan ya. Saya tahu kamu pasti tidak nyaman di meja makan tadi." Bian menyerahkan berkas yang ia bawa. Junipun menerima dan meletakkannya di jok depan di samping kursi kemudi.

"Nggak apa-apa kok, Pak. Bapak nyantai saja." yah meskipun sempat ge er sih, lanjut Juni dalam hati. Bagaimana tidak Ge eR jika mendapatkan pertanyaan yang dilontarkan ayah Bian? Untung saja otak Juni masih berpikir normal kalau tidak pasti ia akan mengangguk dan mempermalukan dirinya sendiri.

"Hati-hati di jalan. Dan terima kasih banyak karena sudah bersedia menggantikan Mike ke sini. Semoga saja Nino baik-baik saja."

"Sudah tugas saya, Pak. Bapak tidak perlu mengucapkan terima kasih. Iya, semoga Nino baik-baik saja." Akhirnya setelah berpamitan Juni pun meninggalkan rumah Bian untuk kembali ke kantor. Mungkin begitu sampai kantor nanti jam kerjanya sudah berakhir. Jadi ia cukup meletakkan berkas-berkas yang telah Bian tanda tangani di meja Mike lalu kemudian pulang ke rumah.

***
"Hei, kabar baru nih," Mike tiba di ruang kerja dengan membawa satu kantung plastik berukuran sedang.

Juni yang sudah tahu gelagat Mike yang akan meletakkan kantung itu di mejanya seketika menelungkupkan tubuh di atas meja. Ia tak mau mejanya menjadi kotor karena isi kantung plastik itu. Juni menduga pria itu membawa makanan untuk teman-teman kantornya, hal yang sering teman-teman kantor lainnya lakukan. Dan jika sudah begitu maka meja kerjanya pasti tak terselamatkan. Kotor juga terkadang beraroma makanan hingga jam kerja berakhir.

"Ya elah Jun. Pelit amat, cuma numpang naruh. Nih aku bawa yang hangat-hangat. Biar mata makin melek." Mike bersungut.

"Halah, paling bawaan kamu gorengan, Bang. Pagi-pagi disuruh makan gorengan. Apa kabar tuh kolesterol dan gerombolannya. Bawa makanan yang modal dikit napa. Donat yang itu tuh. Selusin cuma berapa sih kalau lagi promo. "

"Kalau bawa tuh donat ke sini bangkrut, Jun. Lagian pagi-pagi gini mana buka. Mending ini nih murah meriah bikin mendesah-desah." tangkis Mike.

"Ih, Bang jijik banget sih pake mendesah segala." Laras menyahut. Gadis itu sudah membawa meja kecil untuk meletakkan makanan yang Mike bawa di depan meja kerja Juni.

"Kepedesan, Beib. Anak kecil jangan mikir jauh-jauh. Tuh coba lihat sambalnya mantap kan?" Mike membuka kantung plastik yang berisi kotak besar dengan beberapa jenis kue dan gorengan di sana lengkap dengan sambal dan sausnya.

"Eh tadi Abang bilang apa? Kabar baru apaan?" Laras mengambil satu buah risoles dan menggigitnya setelah memasukkan tiga buah cabai di dalam makanan itu. Seketika saja dua orang lainnya, Mike dan Satrio mengernyit ngeri.

JUNI DAN ISI DOMPETMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang