🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤

317 53 7
                                    

❤🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Even though I don't know anything
About you yet

❤🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Seolah menjadi teman yang setia, diam selalu hadir di tengah kami berdua. Menjadi perantara ketika kami enggan untuk bicara.

Ini sudah menit ke lima belas sejak mobil biru metalic milik Jisung melaju di jalanan. Namun sejak awal mesin dinyalakan, belum ada satu pun kata yang mampu kami ucapkan.

Jisung yang duduk di kursi penumpang terlihat asik sendiri dengan ponselnya. Wajahnya terlihat fokus ketika mengetik kata demi kata disana.

"Anyeong haseyo. Good morning. Selamat pagi buat semua kalian yang akan beraktivitas hari ini"

Bosan dengan diam, aku memutuskan untuk menyalakan radio. Perjalanan ke rumah sakit masih cukup jauh, dan suasana lalu lintas yang padat membuatku jenuh.

"Di pagi yang cerah ini, kita memiliki beberapa berita yang cukup menarik. Salah satunya adalah kabar membahagiakan dari olimpiade cabang renang, dimana beberapa atlet kita berhasil meraih medali emas. Baksu!"

Lampu merah. Aku menghembuskan nafas lelah, lalu melahap chicken sandwich yang tadi aku pesan di jalan. Sekedar informasi, tadi Jisung memesan beef sandwich dan langsung menghabiskannya dalam hitungan detik.

Hah. Bahkan cara makan kami pun berbeda. Dia dalam tempo yang cepat, dan aku dalam tempo yang lambat.

"Selain olimpiade, berita menarik lainnya berasal dari dunia hiburan dimana nama aktor Seo Changbin menempati posisi teratas dalam pencarian online"

Aku meletakkan kembali sandwich yang belum habis itu, lalu kembali melajukan mobil. Lampu sudah menunjukkan warna hijau.

"Seo Changbin yang dijadwalkan akan menghadiri konferensi pers film pagi ini, dikabarkan tidak bisa datang. Hal ini dinilai terlalu tiba-tiba, hingga membuat banyak penggemar merasa kecewa. Heol!

"Bukan hanya itu, para penggemar juga dikejutkan dengan sikap agensi yang menutupi alasan dari ketidakhadiran Seo Changbin hari ini. Beberapa penggemar pun-"

"Kau yang melakukannya?"

Tepat di menit kedua puluh, akhirnya ada di antara kami yang membuka suara. Radio yang tengah menyala, dia matikan sekalipun berita itu belum selesai.

"Eo. Wae?"

Sahutku dengan santai. Sama sekali tidak menoleh padanya, karena kini fokusku hanya tertuju pada alur mobil yang tengah melaju.

"Kenapa kau melakukannya? Itukah sebab tanganmu terluka?"

Macet lagi. Lampu merah lagi. Entah ada berapa lampu lalu lintas yang harus kami lewati.

Dan untuk lampu merah kali ini, alih-alih melanjutkan makan sandwich, aku justru membalikkan tubuhku untuk bisa menatap lurus ke arahnya yang kini tengah menatapku dengan sorot tajam.

"Kau marah? Kau tidak suka? Kau masih ingin membela sahabatmu padahal dia sudah melukaimu?"

Mungkin selain diam, balik bertanya pada orang yang bertanya adalah salah satu hal yang membuat kami berdua terbiasa. Atau mungkin ini salah satu titik dimana kami menyukai hal yang sama? Entah. Kepalaku terlalu panas untuk bisa berpikir demikian.

Close ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang