💛💛💛

398 65 7
                                    

❤🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Name?
Age?
Where do you live?

❤🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Perkenalan adalah hal yang mendasar dalam suatu hubungan. Tali ikatan baru bisa ada, ketika dua insan membuka diri untuk menerima keberadaan satu sama lain.

Aku mengenal Hyunjin dan Seungmin ketika kami berada pada kelas yang sama. Bertukar nama di hari pertama, saling menanyakan usia dan alamat rumah di beberapa hari kemudian.

Aku mengenal appa dan eomma ketika aku membuka mata untuk pertama kalinya di dunia. Aku tidak ingat, tapi aku yakin appa dan eomma sudah lebih dulu memperkenalkan diri mereka.

"Yongbok-ah, ini appa"

Atau

"Yongbok-ah, ini eomma"

Tapi dengan Jisung, aku tidak pernah melakukannya. Aku bahkan tidak tahu waktu persis dimana pertemuan pertama kami terjadi.

Apakah ketika kami lahir di dunia? Apakah ketika kami berada dalam kandungan? Atau jauh sebelum semuanya, ketika semesta masih membentuk kami dalam angan?

Entah. Yang jelas sampai sekarang, tidak ada satu pun pertanyaan seperti itu yang terlontarkan. Baik aku maupun Jisung. Kami terbiasa diam, dan membiarkan waktu menjalani tugasnya.

Berputar dan terus berputar, hingga membuatku sadar kalau sampai sekarang kami belum pernah berkenalan.

Namanya aku tahu, usianya aku tahu, dan alamatnya pun aku tahu. Toh, semuanya sama denganku.

Namun mengenai isi hatinya, isi pikirannya, bahkan isi dari hidup yang dijalaninya. Aku tidak tahu, dan ku pikir Jisung pun begitu. Informasi semacam itu kami pendam dan enggan untuk kami buka.

Padahal hubungan kami baik-baik saja, sama sekali tidak ada dendam yang membekas hingga membuat kami kesulitan bicara.

Aku tidak menyukainya, tapi itu masih dalam batas yang wajar. Bukan berarti aku ingin dia menghilang dan pergi meninggalkanku sendirian. Bukan.

Aku hanya tidak suka melihatnya terus bergerak sementara aku tetap berjalan di tempat. Aku juga selalu menghindar karena aku yakin dia harus lebih diistimewakan. Toh, dia atlet kebanggaan kan.

Aku pun memutuskan untuk tidak mempedulikannya. Sejak kepergiannya ke asrama saat kami berusia sepuluh, hingga sekarang, pembicaraan yang terjadi di antara kami masih bisa dihitung dengan tangan.

Dan aku rasa Jisung pun sama. Perlahan jarak itu tercipta, melebar hingga membawa kami ke titik yang berbeda. Membuat kami berdua, baik aku dan Jisung terperangkap dan tidak bisa lagi bertemu di titik yang sama.

Seperti sekarang misalnya. Aku dan dia sudah berhadapan selama satu jam, tapi tidak ada yang mau membuka suara.

Dia asik dengan lamunannya, sementara aku asik dengan alur pikiran yang entah kenapa sejak kemarin didominasi olehnya.

Aku bahkan masih tidak percaya kenapa aku bisa mengajukan cuti seperti yang appa katakan kemarin. Aku juga tidak percaya kenapa aku bisa berada disini dan duduk berhadapan dengannya seperti yang eomma minta tadi pagi.

Close ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang