🧡🧡

449 63 4
                                    

❤🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

You're like a sports car
In a quite tunnel
The noise engine's going off

❤🧡🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Bila kehidupan adalah sebuah terowongan, maka dia adalah mobil mewah yang melaju di dalamnya.

Lampu yang terang membuat semua orang melihatnya. Mesin yang menyala membuat semua orang memfokuskan diri padanya.

Sekarang pun sama. Appa yang biasanya sudah berangkat kerja kini masih berada di rumah, dan eomma yang jarang sekali memasak tiba-tiba memasak banyak menu yang sudah dipastikan adalah kesukaan salah satu putranya. Bukan. Bukan kesukaanku tentunya.

"Kau tidak kuliah?"

Aku sudah menghabiskan waktu lima belas menit bersamanya di ruang tamu, tapi appa baru bertanya. Setidak kelihatan itukah aku dimatanya?

"Kuliah, kelasku baru dimulai nanti sore"

Appa mengangguk singkat, lalu kembali menatap layar televisi yang menyala. Tidak ada pembicaraan selanjutnya di antara kami berdua.

Kedatangan Jisung kali ini agak terasa berbeda. Biasanya, dia akan begadang semalaman, bercerita pada appa dan eomma tentang semua hal yang terjadi selama dia berada di asrama. Aku bahkan harus terkurung di kamar karena tidak ingin terlibat dalam pembicaraan mereka bertiga.

Namun kali ini, Jisung malah menyendiri. Bahkan sejak semalam, dia belum juga keluar dari kamar. Wajah appa dan eomma juga terlihat sangat lelah. Seolah tengah menghadapi suatu masalah. Entahlah itu urusan mereka.

"Felix, bisa bawakan makanan ini ke kamar Jisung? Dia harus makan siang"

Eomma menghampiriku dengan nampan berisi aneka ragam jenis makanan yang lengkap dengan satu gelas jus stroberi.

"Dia melewatkan sarapannya, jadi pastikan dia memakan ini semua ya"

Pesan eomma sebelum akhirnya meninggalkanku yang masih mematung bersama nampan di tangan.

Jisung belum makan siang dan belum sarapan. Lalu bagaimana denganku? Bukankah aku juga belum makan siang dan belum sarapan?

❤🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Kamarnya gelap. Semua tirai jendela ditutup rapat tanpa ada satupun titik cahaya yang terlihat.

Tok tok tok ...

Pintunya sedikit terbuka, jadi aķu hanya sekedar mengetuk sebelum melangkah masuk.

Nampan itu aku letakkan di atas meja. Tidak ada niatan untuk berbincang atau menyapa. Lagipula, kami memang jarang bicara.

"Mian"

Baru juga berbalik ingin keluar, suaranya terdengar. Pelan dan serak dengan nada yang rendah.

Lantas aku berhenti dan berbalik kembali. Menatapnya ah tidak, aku bahkan tidak bisa melihat dimana dia berada.

"Mianhae ... mianhae ..."

Serak yang tadi terdengar berubah menjadi isak yang mendalam. Meski tidak bisa melihat, aku yakin dia tengah menangis sesegukan. Nafasnya bahkan terdengar berat.

Close ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang