1.

21 0 0
                                    


Seorang gadis remaja memiliki kehidupan biasa-biasa saja, atau mungkin ia ingin terlihat biasa saja. Ia memiliki kakak laki-laki yang baik dan kakak ipar yang cantik.

Gadis remaja itu bernama Aluna, yang saat ini hanya duduk terdiam, sesekali menghela nafas karena terus menerus diberi pertanyaan yang sama oleh guru di hadapannya ini. Hingga tiba-tiba seorang perempuan memasuki ruangan yang saat ini berisi Aluna, dua guru dan dua orang perempuan dari kelas Aluna.

"Saya Andini, kakaknya Aluna", ucap seorang perempuan yang saat ini bersalaman dengan guru Aluna.

Aluna hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, berusaha menahan emosi saat teman sekelasnya menceritakan kejadian di kelasnya beberapa saat lalu. Kejadian yang membuat dirinya berada di ruangan ini.

Andini menatap adik iparnya yang saat ini tengah menunduk, "Luna kamu kenapa nampar temen kamu?". Andini tidak habis pikir kalau Aluna bisa berbuat seperti itu.

"Dari tadi Aluna hanya diam tidak menjawab", ucap seorang guru lainnya.

Andini menatap siswa yang mulai menjelaskan kronologisnya, "Saya minta maaf atas perbuatan adik saya".

Tiba tiba Aluna mengangkat pandangannya, dengan suara bergetar Aluna berbicara hingga membuat Andini dan yang lainnya terkejut. "Mbak Dini gak usah minta maaf. Dia yang salah. Dia yang duluan yang mulai".

Andini menatap adiknya, "Luna, tapi kamu gak boleh kasar sama temen kamu".

Aluna menatap kakak iparnyanya itu dengan mata menahan tangis,
"Terus Luna harus apa waktu mereka ngatain Mas Evan, Mbak?. Luna selama ini diem, walaupun selalu diejek gak punya orangtua. Tapi tadi mereka ngehina Mas Evan, Mbak", ujar Aluna dengar suara meninggi.

Evan, suami Andini yang juga kakak kandung Aluna langsung memasuki ruangan, saat sebelumnya hanya menunggu di luar ruangan.

"Bukan kemauan kami untuk tidak mempunyai orangtua"

**

Evan dan Andini hanya terdiam di dalam mobil yang saat ini bergerak menuju sebuah rumah makan Padang. Keduanyanya terdiam sejak keluar dari sekolah Aluna.
Sedangkan Aluna mati matian menahan tangisannya agar tidak menimbulkan suara. Namun, Evan ternyata sudah menyadarinya terlebih dahulu. "Nangis aja, Dek".

Detik itu juga tangis yang sedari tadi Aluna tahan pecah. Suara tangisannya memenuhi mobil.

"Emang apa yang salah sih Mas kalo aku gak punya orangtua?. Apa yang salah dari itu?. Kalo aku bisa milih, aku juga mau punya orangtua kaya mereka Mas, Mbak", susah payah Aluna mengeluarkan isi hatinya kepada dua orang di kursi depan.

Evan hanya terdiam mendengar tangis adiknya, berusaha untuk fokus menyetir dengan perasaan marah yang memenuhi hatinya. Lain dengan Evan, Andini yang mendengarkan Aluna pun ikut menangis sambil menutup mulutnya dengan tangan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun.

Saat mobil yang mereka tumpangi berhenti, Evan menghela nafas. Mengusap air mata istrinya, mencium keningnya sesaat, kemudian keluar dari mobil dan pindah ke kursi belakang, tempat Aluna duduk masih dengan sisa isak tangisnya.
Evan memeluk Aluna, mengusap punggung perlahan, mengucapkan sesuatu yang tanpa mereka sadari akan mengubah dunia Aluna.

"Kamu pindah sekolah aja ya, Lun".

___________________________

Haloo, semoga suka sama ceritaku yang ini yaa
Have a nice day🌻

Dunia AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang