4.

12 0 0
                                    


Aluna berjalan ke depan kelas diikuti dua orang di belakangnya. Sudah satu minggu sejak guru seni mereka memberikan tugas kelompok untuk menampilkan satu buah lagu dengan masing-masing memainkan alat musik. Kebetulan Aluna satu kelompok dengan Panji dan Anya, dimana ketiganya memilih untuk memainkan gitar. Sebuah keberuntungan saat mengetahui bahwa Panji dan Anya sangat pandai memainkan gitar, serta nilai plus karena Anya memiliki suara yang patut diacungi jempol.

Riuh tepuk tangan memenuhi ruang kelas begitu kelompok Aluna menyelesaikan penampilan mereka.  Aluna terdiam beberapa saat, memperhatikan guru dan teman-temannya yang bertepuk tangan dengan heboh. Ini pertama kalinya untuk Aluna.
Bertepatan dengan itu, bel istirhat berbunyi. Bahkan Aluna tidak sadar sudah duduk di tempatnya.

"Eh, Lun. Kok malah nangis sih", seru Lulu yang menyadarkan Aluna dan menarik perhatian beberapa orang.

Aluna langsung tersadar dan gelagapan menghapus air matanya. Ia langsung menatap Panji dan Anya yang kini menatapnya khawatir, "Lo kenapa, Lun?". Namun bukannya menjawab, Aluna justru bertanya dengan suara sumbangnya, "Nilai kita gimana?".

"Aman kok, Lun. Kita dapet 90", ujar Anya yang tidak menyembunyikan nada khawatirnya.

Aluna menghela nafas lega dan bersamaan dengan itu, air matanya kembali mengalir. Kini Aluna menangis lebih keras dari sebelumnya. Bahkan ia harus menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Beruntung keadaan kelas sudah sepi karena sebagian besar siswa sudah pergi ke kantin, menyisakan Aluna, Lulu, Panji, Anya, Alvin dan Willy sang ketua kelas.

"Ih, Aluna lo kenapa?", seru Lulu yang langsung memeluk Aluna.

Beberapa saat setelahnya, Aluna menurunkan tangan dari wajahnya. Dengan mata sembab dan hidung yang merah Aluna menatap teman-temannya yang kini menatapnya dengan khawatir. "Gua kaget tadi semuanya tepuk tangan. Gua, gua gak nyangka bakalan dapet nilai kelompok", dengan susah payah Aluna menjelaskan karena isak tangisnya.

"Luna, lo bikin gua kaget. Gua kira lo kenapa, anjir", seru Panji yang sedari tadi diam.

Anya memberikan botol minum yang diterima Aluna dengan perlahan. Setelah tenang Aluna menatap temannya satu-persatu, seolah hendak menceritakan sesuatu. Willy yang menyadari kekhawatiran Aluna akhirnya bersuara, "Ngomong aja, gak papa".

Aluna menghela nafas, dan mengalirlah cerita tentang sekolah lamanya. Semua diam mendengarkan cerita Aluna. Hingga Aluna selesai bercerita, Lulu adalah orang pertama yang bersuara.
"Sumpah ya, orang-orang di kelas lo kaya titisan iblis".

"Gila, anjir. Udah kaya di sinetron aja. Parah banget temen-temen lo", seru Panji ikut menimpali.

Aluna meletakkan botol minum di mejanya, kemudian menatap Anya dan Panji bergantian. "Gua gak nyangka bakalan dapet nilai kelompok. Karena selama di sekolah yang lama, gua selalu sendiri dan gak pernah masuk kelompok manapun. Gua takut kalo gua ngancurin kelompok kita".

Willy yang sedari tadi diam hanya menepuk bahu Aluna, "Sekarang kan udah dapet nilai kelompok, Lun. Lo jangan takut lagi lah. Kejadian itu gak akan keulang lagi di kelas ini".

Anya mengangguk dan memeluk Luna, "Jangan takut lagi ya, Lun. Mending sekarang kita ke kantin aja, yuk".

Semua mengangguki ajakan Anya. Akhirnya mereka berenam berjalan keluar kelas untuk menuju kantin.
Aluna tersenyum melihat teman-temannya yang berjalan di depannya. Sungguh tidak menyangka akan mendapatkan teman sehangat mereka. Aluna sangat bersyukur bisa berada diantara manusia baik ini.

Sebuah usapan kecil di rambutnya membuat Aluna menoleh. Terlihat Alvin yang baru saja menurunkan tangannya dari kepala Aluna. Keduanya saling menatap, hingga tiba-tiba Alvin bersuara yang membuat kedua sudut bibir Aluna perlahan membentuk senyum manis.
"Lo hebat".

**

Guru yang harusnya mengajar kelas Aluna mendadak pergi karena urusan dan tidak meninggalkan tugas. Artinya, dua jam terakhir di kelas Aluna adalah jam kosong. Di sekolah lamanya, saat jam kosong Aluna lebih memilih untuk tidur. Lain dengan siswa di kelasnya yang akan memilih untuk membaca buku atau saling berlomba-lomba memamerkan nilai pelajaran sebelumnya.

Tapi tidak dengan di sekolah yang sekarang. Aluna takjub melihat teman-teman di kelasnya yang saat ini sangat heboh menyetel laptop dan proyektor untuk menonton film bersama. Berhubung kelas Aluna terletak di koridor paling ujung lantai dua, jarang ada guru yang melintas, dan itu membuat acara nonton bareng menjadi rutinitas di jam kosong bagi kelas X IPS2.

Sebagian teman laki Aluna sudah heboh menyusun kursi dan meja menjadi sedemikian rupa agar bagian tengah menjadi kosong agar yang lain bisa duduk bahkan tiduran di lantai.

Aluna memilih duduk di bawah jendela agar bisa bersandar di dinding. Lulu langsung memilih rebahan dan menjadikan paha Aluna sebagai bantalan. Semua sudah memilih posisi ternyaman masing-masing saat Disa, pemilik laptop memutar film yang dipilih.

Setengah jam sudah film berjalan, saat adegan menyeramkan hendak muncul yang ditandai dengan musik menegangkan, tiba-tiba saja pintu kelas terbuka dan menampilkan seorang guru yang berdiri di ambang pintu. "ALLAHUAKBAR!!", seru semua penghuni kelas. Sedetik kemudian semua langsung berdiri dan menuju ke meja masing-masing.

Guru tersebut ternyata seorang guru piket yang datang untuk memberikan tugas dari Bu Popi, guru yang seharusnya mengajar di kelas Aluna. "Semua turun ke lapangan. Saya tunggu".

Semua teman Aluna berseru saat guru piket tersebut meninggalkan kelas. Yang aneh, tidak ada satupun yang memasang wajah tegang. Seolah-olah hal ini bukan pertama kalinya untuk mereka. Lain dengan Aluna yang sudah gemetar.

"Anjir, ngagetin aja Bu Sari", seru Wahyu yang saat ini sibuk menyusun meja kembali pada tempatnya.
Disusul Panji yang saat ini tertawa dengan keras, "Sumpah, muka lorang harusnya gua rekam tadi. Kocak semua".

Aluna yang sedari tadi sibuk menetralkan detak jantunga langsung memukul Panji. "Panji, lo kok malah ketawa sih". Aluna langsung menatap Willy, "Wil, kalo kita dihukum gimana?".

Semua menatap Aluna karena nada suara yang terdengar panik. "Lun, santai aja. Paling kita cuma disuruh nyapuin taman belakang aja sampe pulang", ujar Gifari, murid paling pintar di kelas. Sementara yang lain sibuk bersautan menenangkan Aluna.
"Santai aja, Lun".
"Jangan tegang gitu ah".

Akhirnya setelah selesai menyusun kembali kursi dan meja, semua murid X IPS2 keluar menuju lapangan sekolah untuk menemui Bu Sari.

Bu Sari langsung memberikan ceramah sekitar lima menit dan berakhir memberi hukuman untuk membersihan lapangan sekolah.

Beberapa siswa langsung mengambil peralatan kebersihan di gudang sekolah, dan yang lainnya memilih untuk mengambil dedaunan kering dengan tangan kosong, termasuk Aluna.

"Cuma gini doang kan. Santai aja, Lun", ledek Anya yang menyenggol bahunya.

Aluna yang mendengar itu hanya terkekeh, "Ih, gua baru pertama kali tau dihukum begini. Makanya takut. Lagian nekat banget sih pake nobar segala".

Lulu kali ini berdecak dan menatap Aluna, "Oke, Aluna. Selamat datang untuk hukuman-hukuman yang lainnya bersama sepuluh IPS2", serunya sambil menebarkan daun kering. Sedangkan yang lainnya hanya tertawa melihat kelakuan ajaib Lulu.

____________________________

Haloo, semoga suka sama ceritaku yang ini yaa
Have a nice day🌻

Dunia AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang