1. First

283 21 7
                                    
















Lee Chaerin-tidak, Kwon Chaerin-menelan ludah ketika ia melihat suami barunya menandatangani dokumen yang tersisa. Dalam beberapa menit singkat, ia akan pergi bersama pemuda itu dan mereka akan memulai hidup bersama. Pikiran itu membuat Chaerin pusing.

Dengan kepala terasa berputar, ia menemukan kursi di belakang ruangan yang dingin dan terang itu, lalu duduk. Sambil menutup matanya, ia mencoba menenangkan diri dari gelombang mual yang mengancam akan membuatnya ambruk, langsung menghantam lantai ubin yang suram. Menghembuskan napas melalui giginya, perutnya mulai terasa lebih baik. Membuka matanya lagi, ia tidak percaya bahwa ia ada di sini di ruangan ini... baru saja menikah dengan pemuda yang bahkan tidak dikenalnya.

Chaerin benar-benar sulit mempercayai semua peristiwa yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir dan ia adalah orang yang cukup disayangkan untuk menjalani semua hal ini. Tapi sungguh, ia harus memutar waktu lebih jauh dari hanya 'beberapa hari'. Ia harus memutar waktu kembali ke enam minggu lalu untuk mengetahui penyebab semua ini terjadi. Sebenarnya...

Chaerin pulang dari kampus untuk liburan akhir pekan. Bosan, ia menelepon salah satu teman lamanya di masa sekolah, yang segera mengundangnya ke sebuah pesta. Ia setuju untuk pergi karena ia merasa akan gila jika harus menatap dinding di dalam rumah. Begitu ia tiba di pesta, ia merasa ingin membebaskan dirinya sedikit. Ini adalah suatu hal baru karena Chaerin bukanlah orang yang sering atau bahkan tidak pernah santai. Ia membiarkan rambut pirangnya sedikit berantakan dan membiarkan dirinya minum alkohol sangat banyak.

Ketika Chaerin meneguk lagi segelas alkohol rasa buah yang turun begitu lancar di tenggorokannya, ia melihat dua mata elang dan intens memperhatikan tubuhnya dari atas ke bawah seolah ia adalah target yang siap diserang. Bibir pemuda itu yang sedikit terbuka, daya pikat mata pemuda itu yang rupawan, suara pemuda itu yang parau, bisa dipastikan pemuda itu sedang mabuk. Mereka akhirnya bertukar nomor dan membuat obrolan tak penting.

Tapi sebelum Chaerin menyadarinya, ia telah berbaring di tempat tidur asing di sebuah kamar yang gelap dan menggeliat geli dalam kenikmatan ketika pemuda itu menggerakkan bibirnya di atas tubuh telanjangnya. Seandainya ia tidak minum terlalu banyak, pikirannya mungkin akan berteriak pada pemuda itu untuk berhenti, untuk keluar dari sana. Ia mungkin bahkan akan mengingatkan dirinya sendiri bahwa untuk seks pertamanya ia tidak bisa berada di tempat tidur asing di kamar yang lebih asing lagi dengan pemuda yang tidak dikenal. Tapi alkohol telah berkerja meredam pikiran Chaerin yang biasanya tajam untuk berpikir bahwa satu malam bersama dengan pemuda asing yang menggoda adalah cara sempurna untuk menghapus statusnya sebagai perawan.

Seks pertamanya tidak sesakit yang Chaerin perkirakan. Ia merasakan tusukan tajam ketika ujung bengkak dan tumpul dari kejantanan pemuda itu masuk ke dalam dirinya, tapi rasa sakit dengan cepat mereda dan digantikan oleh intensitas sensasi yang belum pernah dialami oleh tubuh mungilnya yang menegang. Pemuda itu membawa mereka berdua ke puncak orgasme dengan cepat, begitu ahli. Tubuh Chaerin bergetar dan ia benar-benar lemas saat denyut diantara pahanya mereda. Pikirannya masih terbang dalam perasaan senang setelah euforia yang ia rasakan ketika kejantanan pemuda itu keluar darinya. Pemuda itu mencium keningnya, dan menghilang. Dan Chaerin tidak melihatnya lagi sepanjang sisa malam itu.

Setelah Chaerin sadar keesokan harinya, ia berpikir untuk menghubungi pemuda itu. Namun, gadis cerdas dan pragmatis yang ia banggakan sebagai dirinya dengan cepat menyadarkannya bahwa pemuda itu hanyalah orang asing yang tak ada artinya baginya dan lebih baik tetap seperti itu. Jadi, meskipun ia sering memikirkan malam itu-malam seks pertamanya, ia berusaha yang terbaik untuk menyingkirkannya dan fokus pada studinya.

Chaerin berada di tahun terakhir kuliahnya, belajar musik di Seoul College of Music. Dan ia sudah sangat dekat dengan mimpinya. Tapi kemudian, lima minggu setelahnya, malam seks pertamanya terngiang kembali dan seakan menampar tepat di wajahnya. Ia muntah sebanyak tujuh kali dan mengamati kalender dengan seksama, mencoba menentukan kapan ia mengalami menstruasi terakhir. Ia bergegas ke apotek, enam alat tes kehamilan berhasil membuat apa yang ia takutkan menjadi kenyataaan. One night stand nya telah menyebabkan konsekuensi yang jauh lebih serius daripada yang bisa ia bayangkan. Ia tidak segera mengatakan apa-apa pada siapa pun tentang hal itu. Lebih tepatnya ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia perlu waktu untuk berpikir. Tapi kemudian pelayan rumahnya menemukan tes kehamilan di kamar mandi dan membawanya langsung ke ayahnya.

AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang