Setelah cukup lama mereka mengobrol, Kak Gilang dan Kak Giya memutuskan untuk pulang. Glen dengan Nandira mengantar mereka sampai lantai dasar, tempat parkir mobil, mereka juga mau sekalian main dan mencari udara segar. Waktu libur itu harus dimanfaatkan dengan baik, sayang jika hanya mendekam di apartemen.
"Dadah, Geyo." Nandira melambaikan tangannya pada bocah kecil yang sudah duduk dipangkuan uminya.
"Dadah kakak cantik," balas Geyo. Dia mengeluarkan kepalanya dan menumpukan kedua tangan pada jendela mobil.
"Nanti main ke sini lagi, ya," pinta Nandira.
"Geyo mau pulang ke Belanda. Oom katanya mau ajak kakak cantik ke Belanda?" protes Geyo.
Glen terkekeh. "Gak boleh, ada corona."
"Corona itu apa Umi?" Geyo mendongakkan kepalanya, menatap wajah uminya di atas sana.
Kak Giya hanya tertawa. "Corona itu virus," jawabnya.
"Virus apa?" tanya Geyo lagi.
"Ya virus corona, Geyo bawel." Glen mencubit pipi gembul bocah itu gemas. Nandira di sampingnya hanya tertawa.
"Virusnya gigit ya Umi?" Geyo yang penasaran tak berhenti bertanya. Bahkan dia mengabaikan candaan Glen sebab nama virus yang teringat di otaknya.
"Gigit, giginya tajem-tajem," ucap Glen tertawa.
Kak Gilang yang duduk di balik kemudi tersenyum simpul. "Nandira kapan wisuda?" tanyanya.
"Akhir februari ini, Kak, insyaallah," jawab Nandira.
"Wah, selamat, maaf kalau nanti gak bisa dateng, ya," ucap Kak Giya.
Nandira tersenyum mengerti. Dia juga tidak keberatan tentang hal itu. Kak Giya dan Kak Gilang sudah harus kembali ke Belanda. Geyo sudah mengambil banyak hari libur sekolah, begitupun Kak Gilang. Mereka tidak bisa berlama-lama di sini.
"Iya, gak papa, kok, Kak. Geyo jangan kangen, ya." Gantian Nandira mencubit pipi gemas itu.
Geyo tidak menongolkan lagi kepalanya di jendela, bocah kecil itu sudah bersandar di pangkuan uminya. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ucapan Glen tadi membuatnya membayangkan betapa mengerikannya virus itu. Raut wajah Geyo tampak murung.
Glen yang melihat wajah lucu itu malah menggodanya. "Hei, ditanyain kakak cantik itu," ucap Glen sambil menoel-noel pipi Geyo yang terlihat seperti agar-agar.
Geyo tidak menggubrisnya, malah dia melendot dan menyembunyikan wajahnya di kerudung Kak Giya. Tangan mungilnya menarik-narik kain kerudung itu, dia sedang ngalem.
"Kenapa Sayang?" bisik Kak Giya pada putra kecilnya sebab merasakan bocah itu mulai agresif.
"Oom ini gara-garanya nakut-nakutin virus corona," papar Kak Giya dengan sedikit lirikan tajam, adik iparnya itu hobi banget meledeki anaknya.
Glen yang menyadarinya malah tertawa. Dia mendekatkan wajahnya pada Geyo. "Hayolo Geyo, nanti hap," Glen meraup pergelangan tangan Geyo seolah ada sesuatu yang menggigitnya, "Geyo digigit."
Bocah itu menyingkirkan tangan Glen, lalu menyembunyikan tangannya di antara perutnya dan perut uminya. Kepalanya kembali telungkup di kerudung Kak Giya. Glen terkekeh.
"Sudah atuh, Oom, Geyo kan takut," ucap Kak Giya mewakili Geyo untuk berbicara.
"Liat, Nan, suamimu. Kerjaannya ngeledekin Geyo melulu." Kak Gilang menggeleng-gelengkan kepalanya.
Nandira hanya tertawa. Dia sudah sangat paham dengan hal itu. Dari dulu juga Glen memang seperti itu. Sukanya membuat anak orang menangis. Nandira masih sangat ingat betapa jahil perangai suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Couple
SpiritualSecond story of "Love Faith and Hope" | Dewasa Sebelumnya berjudul Jalan Menuju Surga. Jika hijrah adalah jalan terbaik untuk berbenah, maka kita adalah insan yang istimewa, yang Allah berikan hati dan perasaan untuk condong pada kebaikan. Hijrah ci...