Sakura dan Sasuke tidak membuat acara khusus untuk merayakan kelahiran putri mereka, Sarada. Hanya keluarga dekat yang bergantian berkunjung dan beberapa tetangga dekat di Ise City. Terutama Ino yang paling sering datang.
Ino sedang mengandung dan katanya dia ingin belajar mempersiapkan diri sebelum anaknya lahir. Wanita itu banyak bertanya darinya, mulai dari persalinan hingga memandikan bayi. Benar-benar calon ibu sekali.
Para wanita sedang berada di rumahnya untuk menengok Sarada siang itu. Ini sudah dua bulan sejak putrinya lahir. Di sini ada Ibu Mikoto, Yugao─yang tentu saja diajak ibu mertuanya, dan Ino.
"Yugao, coba kau gendong Sarada," pinta Ibu Mikoto.
Yugao yang tiba-tiba dipanggil, berubah menjadi terkejut. Alisnya naik, "Memang kenapa, Bu?"
"Sudah gendong saja. Siapa tahu aura seorang Ibu akan langsung muncul dan kau juga bisa segera tertular punya anak."
Ia ingin tertawa dengan pemikiran Ibu Mikoto. Bukan mengejek, hanya lucu saja bagaimana orang tua suka sekali menyambungkan satu hal dengan hal lain. Tapi ia tidak segan untuk berjalan ke arah Yugao, memberikan Sarada yang semula berada di gendongannya. Kakak iparnya itu segera menyulurkan tangan dengan kaku, begitu ia memberikan Sarada untuk dia gendong.
"Tidak perlu kaku, tumpuannya ada di tangan kiri," ujarnya saat melihat Sarada telah berada di gendongan Yugao. Ia gemas saat memerhatikan Sarada terlihat turut bingung dan sedang menatap bibinya dengan mata bulat hitam.
"Nah! Seperti itu," ujar Ibu Mikoto bersemangat. "Sebenarnya kau sudah cocok, Yugao. Mungkin ini karena kau jarang memegang bayi saja."
Yugao hanya bisa tersenyum kaku. Lalu beralih menunduk menatap Sarada dan tanpa sadar menimang-nimangnya dalam gendongan.
"Sakura, apa kau merasa baby blues setelah melahirkan?" tanya Ino padanya.
Mereka sedang bersantai bersama di ruang tengah. Ia tidak langsung menjawab, berpikir sejenak. "Hm, aku tidak yakin. Tapi sepertinya aku tidak mengalaminya. Aku hanya sedikit kesulitan menyesuaikan diri untuk bangun tengah malam. Tapi selebihnya baik-baik saja."
"Bagaimana kau mengatasi itu?" Ino berdecak kagum. Dia terlihat sangat antusias, mungkin karena berpikir ini dapat menjadi bekal baginya pula.
"Sebenarnya karena pekerjaan rumah masih dibantu Ayame, aku bisa fokus mengurus Sarada. Biasanya aku mencuri waktu untuk tidur saat Sarada sedang tidur. Itu agar aku bisa terjaga saat dia menangis tengah malam," jelasnya. "Tapi terkadang jika aku sudah terlalu lelah seharian, Sasuke mau menggantikanku untuk bangun," tambahnya.
Tiba-tiba raut tidak percaya Ino tercetak jelas. Matanya melebar sambil bertanya, "Benarkah? Suamimu mau bangun tengah malam untuk menenangkan bayi yang menangis?"
Ia mengangguk. "Ya, terkadang dia mau. Bahkan dia bisa mengganti popok."
Sekarang giliran ibu mertuanya yang terkejut mendengar itu. "Astaga, tidak kusangka putraku bisa melakukan itu. Kau tahu Sakura, saat lajang Sasuke bahkan tidak bisa diganggu saat sedang tidur. Kau lihat saja ekspresinya, saat sedang tidal kesal saja dia ketus, apalagi sedang kesal." Ibu mertuanya menggeleng tidak percaya. "Ya, walau pria Uchiha memang kebanyakan berwajah seperti itu."
Ia tertawa mendengarnya. Ibu Mikoto tanpa sadar sedang menceritakan bagaimana suaminya sebelum menikah. Ia tidak terlalu mengenal Sasuke saat lajang. Tapi sebagai suami, ia tahu bahwa pria itu memang berusaha.
Tiba-tiba suara gelak tawa Sarada yang sedang berada gendongan Yugao, mengalihkan perhatian mereka. Ia tidak tahu apa yang menyebabkan putrinya tiba-tiba tertawa, mungkin saja Yugao melakukan sesuatu yang membuatnya senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Adores #2 ✔
FanfictionInilah awal mulanya. Pertemuan dua orang yang berbeda. Seketika bersama disaat belum saling mengenal, tidak juga saling memahami. Dunia memang terkadang sungguh aneh. Menurut Sasuke, hidup sebelumnya bagai bayang-bayang. Tidak terlihat dan tidak ber...