(Warning! This chapter contains of mature scene. Be wise as a reader, please. Thank you)
.
.
Penerbangan antara Barcelona dan Roma memakan waktu sekitar tiga jam. Tidak terlalu lama memang─dan hari masih siang saat mereka tiba.
Sebenarnya ia dan Sasuke sempat berdebat apakah harus menginap di Roma atau langsung ke sebuah resort tepi laut di kota itu. Mereka memang berencana untuk menghabiskan tiga malam terakhir di Italia di sebuah pantai. Namun seperti seorang Sasuke yang biasa, suaminya itu tidak dapat dibantah dan memilih untuk tinggal di tengah kota lebih dulu, lalu pindah ke resort.
Memang harus diakui, menginap di kondo tengah kota ini membuat mereka lebih mudah saat akan berkeliling. Namun ia berpikiran bahwa lebih efisien─dan menghemat biaya, jika mereka tinggal di satu tempat saja selama di sini.
Namun apa yang bisa ia lakukan, selain mengalah. Ia tidak ingin liburan ini menjadi kurang menyenangkan hanya karena perdebatan sepele seperti ini.
Di hari pertama berlibur di Roma, mereka pergi ke Colosseum. Ia yakin banyak orang pasti mengetahui tempat ini.Colosseum adalah peninggalan bersejarah berupa sebuah arena gladiator. Kawasan ini sungguh luas dan dipadati turis. Ia tidak kaget dengan banyaknya pendatang seperti mereka. Jelas musim panas adalah waktu paling tepat untuk berlibur.
Setelah puas mengitari Colosseum, mereka pergi ke situs lain yang tidak jauh dari sana. Ada Arch of Constantine dan Arch of Titus, yaitu gerbang dengan bentuk melengkung yang dibangun untuk menghormati kemenangan Konstatinus I dan Titus di Roma.
Siang itu cuaca cukup terik. Beruntung mereka membawa payung, walau hanya satu. Ia dan Sarada memakai itu bersama, sementara para lelaki Uchiha mengenakan topi. Putranya beberapa kali menyisip di antaranya dan Sarada untuk berlindung. Praktis hanya Sasuke yang harus bertahan.
Seorang pria yang sepertinya warga lokal menawari─hampir memaksa, untuk memotret keluarga mereka. Padahal jelas-jelas pria itu tahu bahwa mereka membawa kamera sendiri. Tidak ingin memperpanjang, Sasuke setuju tanpa banyak bicara. Dan seperti dugaannya, hasil foto mereka langsung tercetak di tempat dan pria itu meminta bayaran.
Sebenarnya hal seperti ini sudah ia ketahui. Terkadang beberapa oknum akan memanfaatkan ketidaktahuan turis dan membuatnya menjadi lahan berjualan. Bahkan terkadang ada yang lebih parah dengan berpura-pura memberi gelang atau cendera mata dan akhirnya meminta uang sebagai gantinya.
Saat mereka lanjut berkeliling, Hiro ingin melihat hasil foto yang ia pegang.
Kening anak itu berkerut. "Gambarnya miring. Paman itu fotografer, tapi fotonya tidak bagus," komentarnya.
Tanpa sadar, ia langsung bertukar pandang dengan Sasuke.
Putra mereka cukup kritis di usianya. Mungkin seharusnya ia tidak perlu merasa aneh. Anak Uchiha sepertinya tumbuh dengan pikiran genetik seperti itu. Ditambah nada bicaranya sedikit banyak mirip dengan Sasuke.
"Itu karena dia melakukannya demi uang, bukan seni," jawab Sasuke.
Hiro mengangguk-angguk paham dengan penjelasan ayahnya.
Sebenarnya ia juga tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Sasuke. Suaminya itu seperti sangat menghakimi. Tapi ia tidak ingin memperpanjang pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Adores #2 ✔
FanfictionInilah awal mulanya. Pertemuan dua orang yang berbeda. Seketika bersama disaat belum saling mengenal, tidak juga saling memahami. Dunia memang terkadang sungguh aneh. Menurut Sasuke, hidup sebelumnya bagai bayang-bayang. Tidak terlihat dan tidak ber...